Menghidupkan dalam Diam
Kombinasi keduanya sangat baik. PK Ojong memimpin perusahaan, Jakob Oetama memimpin redaksi. Akan tetapi, kedua-duanya mempunyai dasar yang sama, yaitu menjiwai pers.

Seniman Azmir Azhari menyelesaikan pembuatan patung torso pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, di Desa Balecatur, Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (16/9/2021). Patung itu setinggi 100 sentimeter.
Patung dua pendiri harian Kompas dipertemukan di pelataran Bentara Budaya Jakarta. Patung Petrus Kanisius Ojong (1920-1980) dibuat Arsono (81) asal Yogyakarta pada 1987, sedangkan patung Jakob Oetama (1931-2020) dibuat Azmir Azhari (68) asal Payakumbuh, Sumatera Barat, pada 2021.
Patung tidak bisa berbicara. Akan tetapi, patung kedua tokoh pers nasional itu seakan lantang menyuarakan bahwa pers harus tetap hidup. Setidaknya ini dirasakan GP Sindhunata (69), kurator Bentara Budaya, seorang rohaniwan yang juga bergabung dan menjalani tugas kewartawanan di Kompas sejak 1977. Dalam diamnya, dua patung tadi membawa semangat menghidupkan pers.
”Kombinasi keduanya sangat baik. PK Ojong memimpin perusahaan, Jakob Oetama memimpin redaksi. Akan tetapi, kedua-duanya mempunyai dasar yang sama, yaitu menjiwai pers,” kata Sindhunata melalui perbincangan telepon dari Yogyakarta, Jumat (24/9/2021).
Bahkan, Sindhunata menilik hubungan antara PK Ojong dan Jakob Oetama sebagai sesuatu yang misterius meski keduanya bertolak dari pekerjaan kewartawanan yang sama. Di kemudian hari, PK Ojong beranjak sebagai pengusaha yang tegas dan disiplin, sedangkan Jakob Oetama memimpin redaksi yang juga ”nyeniman”. Demikian Sindhunata menyebutnya.

Seniman Azmir Azhari menyelesaikan pembuatan patung torso pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, di Desa Balecatur, Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (16/9/2021). Patung yang dibuat itu setinggi 100 sentimeter.
Keduanya itu menjadi pribadi-pribadi yang betul-betul saling melengkapi. Jiwa jurnalis sama-sama merasuk hingga membuat PK Ojong dan Jakob Oetama seperti tak terpisahkan. Akan tetapi, Jakob Oetama ditinggal PK Ojong untuk selama-lamanya tahun 1980.
”Pak Jakob ketika itu sempat bertanya, apakah mampu meneruskan Kompas tanpa Pak Ojong. Nyatanya mampu dan Kompas terus berkembang,” ujar Sindhunata.
Sindhunata mengenang PK Ojong mewariskan ungkapan berharga, yakni pentingnya perhatian terhadap karya seni, pentingnya menghormati budaya. Ternyata hal ini dijumpai sama halnya dengan Jakob Oetama.

Pekerja menyiapkan cetakan yang akan dituangi cairan logam bersuhu tinggi untuk membuat patung torso pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, di Desa Balecatur, Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (8/9/2021). Patung setinggi 100 sentimeter itu dibuat oleh seniman patung Azmir Azhari.
Sindhunata mengingat peristiwa tahun 1982. Ketika itu, ia mengusulkan kepada Jakob Oetama supaya ada ruang khusus yang dibuat Kompas bagi ekspresi seniman di Yogyakarta. Jakob Oetama langsung menyetujui. Jadilah, cikal bakal Bentara Budaya pada 1982 di Yogyakarta.
”Kedua patung Pak Ojong dan Pak Jakob sekarang bertemu di Bentara Budaya Jakarta. Ini monumen kita bersama untuk terus menghidupi jiwa pers,” ujar Sindhunata.
Patung PK Ojong dan Jakob Oetama bersanding di Bentara Budaya Jakarta. Menurut rencana, pertemuan patung dwitunggal pendiri Kompas itu akan diresmikan pada Senin (27/9/2021) besok.
Kedua patung Pak Ojong dan Pak Jakob sekarang bertemu di Bentara Budaya Jakarta. Ini monumen kita bersama untuk terus menghidupi jiwa pers.
Keperintisan
Kedua seniman pematung, baik Arsono maupun Azmir Azhari, sebenarnya tidak pernah mengenal secara langsung sosok PK Ojong dan Jakob Oetama. Akan tetapi, keduanya berhasil mendalami karakter kebaikan sosok yang dipatungkannya. Arsono, yang kini menetap di Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan, mengingat pemesanan patung PK Ojong oleh P Swantoro (1932-2019), Wakil Pemimpin Umum Kompas.
”Waktu itu saya hanya menerima foto-foto Pak Ojong. Saya membuat patung Pak Ojong berdasarkan foto-foto itu. Tidak ada satu pun yang menceritakan tentang karakter Pak Ojong, tetapi akhirnya saya mengenal karena keperintisannya di Kompas,” ujar Arsono.
Arsono kemudian mengetahui pula alasan Swantoro yang meminta dirinya membuat patung PK Ojong. Tidak lain hal itu berkat peran GM Sudarta (1945-2018), ilustrator Kompas pada waktu itu.
”Sudarta sebelumnya melihat dua karya patung dada yang saya bikin di Jakarta, patung Mohammad Hoesni Thamrin dan Sam Ratulangi. Ini kemudian disampaikan kepada Pak Swantoro,” ujar Arsono.

Seniman Azmir Azhari menyelesaikan pembuatan patung torso pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, dengan melihat foto Jakob Oetama pada ponselnya di Desa Balecatur, Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (16/9/2021). Patung yang dibuat Azmir itu memiliki tinggi 100 sentimeter.
Begitu pula Azmir Azhari, yang kini menetap sementara di Pondokgede, Bekasi, juga tidak mengenal langsung sosok Jakob Oetama. Namun, dibandingkan Arsono, Azmir lebih diuntungkan ketika membuat patung Jakob Oetama. Ia bisa bisa menyaksikan tidak hanya foto-foto, tetapi juga video-video kiprah Jakob Oetama semasa hidupnya.
Jika Arsono lebih mendalami jiwa keperintisan PK Ojong, Azmir begitu larut dengan pedoman hidup Jakob Oetama dalam menjalankan Kompas yang tumbuh besar menjadi kelompok perusahaan Kompas Gramedia. Salah satunya, pedoman hidup providentia dei, yang tulisannya kemudian dituangkan Azmir di bagian kiri patung Jakob Oetama.
Baca juga : Azmir Azhari Mempersembahkan ”Providentia Dei”
Kompas maujud
Kurator Bentara Budaya berikutnya, Efix Mulyadi, menengarai, kehadiran patung dwitunggal pendiri Kompas menguatkan dan memperkokoh Bentara Budaya sebagai Kompas maujud. Maujud dalam pengertian mengada, nilai-nilai Kompas yang menjadi ada.
”Bentara Budaya tidak sekadar merepresentasikan perusahaan Kompas Gramedia. Akan tetapi, Bentara Budaya menjadi wajah kultural, wajah kebudayaan yang selalu diperjuangkan Kompas,” kata Efix, yang mulai bekerja di Kompas pada 1978, berselang satu tahun setelah Sindhunata.
Bentara Budaya tidak sekadar merepresentasikan perusahaan Kompas Gramedia. Akan tetapi, Bentara Budaya menjadi wajah kultural, wajah kebudayaan yang selalu diperjuangkan Kompas.
Ia mengingat pada minggu pertama Desember 1978, awal-awal diterima sebagai wartawan Kompas dan ditugasi meliput pembukaan pameran lukisan di Mitra Budaya, Jalan Tanjung, Jakarta. Lukisan-lukisan yang dipamerkan ketika itu bercorak Bali.
Sebagai wartawan baru, Efix belum mengenal wajah pendiri Kompas, PK Ojong, yang hadir pada pameran itu. Apalagi, pada waktu itu, PK Ojong memang sudah memutuskan untuk tidak lagi berada di jajaran redaksi, tetapi berkonsentrasi untuk bidang usaha Kompas. Keputusan itu ia ambil pascapembredelan Kompas oleh Orde Baru pada 20 Januari 1978 dan kembali terbit dengan sejumlah kesepakatan dengan pemerintah pada 6 Februari 1978.
”Pada waktu itu, saya merasa dipelonco. Mas GM Sudarta yang juga hadir di situ menyuruh saya untuk mewawancarai PK Ojong,” ujar Efix.

Pekerja menuangkan logam cair ke dalam cetakan untuk membuat patung torso pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, di Desa Balecatur, Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (8/9/2021). Patung setinggi 100 sentimeter itu dibuat oleh seniman patung Azmir Azhari.
Efix menurut saja. PK Ojong sontak bertanya kepada Efix, wartawan dari mana. Efix pun menjawab, ”Dari Kompas, Pak….”
Pak Ojong tertawa dan menyampaikan, kalau dari Kompas, tidak usah saja. Efix belakangan menyadari bahwa dirinya sedang dipelonco GM Sudarta. Efix melihat relasi antara PK Ojong dan GM Sudarta itu memang cukup dekat.
”Pak Ojong beberapa kali belanja cat lukis dan kanvas, lalu pergi ke Bali bersama GM Sudarta. Di Bali, Pak Ojong bertemu dengan para seniman di sana dan memberikan cat-cat lukis serta kanvas,” ujar Efix.
Di mata Efix, PK Ojong juga merupakan aktivis gerakan kebudayaan. PK Ojong, antara lain, selalu mendorong berbagai kegiatan pameran lukisan ataupun karya seni rupa lainnya.
”Yang saya ingat betul, Pak Ojong pernah menyampaikan, ketika mengapresiasi lukisan itu bukan hanya membuat review (tinjauan), melukis bagus, atau bertepuk tangan di pameran. Akan tetapi, mengapresiasi juga dengan membeli lukisan atau karya seni lainnya,” ujar Efix.

Seniman Azmir Azhari menyelesaikan pembuatan patung torso pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, di Desa Balecatur, Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (16/9/2021).
Menurut PK Ojong, pengusaha harus menyisihkan keuntungannya untuk membeli karya seni. PK Ojong memelopori hal itu. Ia banyak mengoleksi lukisan ataupun karya seni rupa lain. Setelah PK Ojong wafat, Jakob Oetama pun memperjuangkan hal sama. ”Saya ingat, meskipun bukan lukisan karya para maestro, Pak Jakob sering membeli lukisan dalam jumlah banyak,” ujar Efix.
Menurut dia, apresiasi terhadap karya seni yang dilakukan PK Ojong dan Jakob Oetama memiliki titik tolak yang sama, yakni semangat mendidik. Di balik lukisan atau karya seni lain terbentang luasnya pengetahuan dan kekayaan budaya di Tanah Air.
Ipong Purnama Sidhi, ilustrator Kompas yang kemudian bergabung sebagai kurator di Bentara Budaya Jakarta pada 1995, turut merasakan perjuangan Kompas melalui lembaga tersebut. Ipong diterima pertama kali di bidang penerbitan Kompas pada 1982.
Di Bentara Budaya, Ipong merasakan perjuangan Kompas untuk menghibur yang papa, merangkul yang mapan, di dalam berbagai kegiatan. Pedoman nilai ini pula yang bakal menjadi tema pijakan perayaan 40 tahun Bentara Budaya pada 2022 nanti, ”Menghibur yang Papa, Merangkul yang Berdaya”.

Pekerja menyiapkan cetakan yang akan dituangi cairan logam bersuhu tinggi untuk membuat patung torso pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, di Desa Balecatur, Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (8/9/2021). Patung setinggi 100 sentimeter itu dibuat oleh seniman patung Azmir Azhari.