”Space Sweepers”, Penjelajahan Baru Hallyu di Pasar Dunia
Film ”Space Sweepers” menyita perhatian penggemar film futuristik.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·5 menit baca
Ketamakan sudah menjadi sifat dasar manusia. Apabila tidak terkendali, sifat ini dapat menjadi bumerang bagi diri sendiri bahkan umat manusia. Namun, ketamakan juga bisa kalah dengan keikhlasan, kebijaksanaan, dan kasih sayang, seperti yang terlihat dalam Space Sweepers atau Seungriho (2021).
Alkisah pada tahun 2092, Bumi semakin tak layak untuk ditinggali. Lewat UTS Corporation, manusia-manusia terpilih memperoleh tempat tinggal alternatif di luar angkasa. Di tengah kehancuran itu, muncul profesi-profesi baru untuk bertahan hidup, salah satunya adalah penyapu sampah yang berserakan di ruang angkasa.
Profesi itu dikerjakan orang tanpa kewarganegaraan, termasuk para kru dari kapal Victory yang melarat. Kru Victory terdiri dari Tae-ho yang diperankan Song Joong-ki, Tiger Park yang diperankan Jin Seon-kyu, dan sebuah android bernama Bubs yang diperankan Yoo Hae-jin. The Victory dipimpin Captain Jang yang diperankan Kim Tae-ri. Setiap kru ini memiliki masa lalu kelam.
Dinamika dalam operasional Victory berubah ketika bertemu seorang bocah perempuan, Dorothy alias Kang Kot-nim. Kot-nim awalnya diberitakan sebagai senjata penghancur massal ciptaan kelompok teroris Black Fox. Berita bohong soal Kot-nim adalah karangan UTS di bawah pimpinan James Sullivan yang diperankan Richard Armitage.
Space Sweepers menjadi film blockbuster pertama Korsel tentang luar angkasa. Disutradarai Jo Sung-hee, film ini tayang perdana di Netflix sejak 5 Februari 2021 setelah peluncurannya tertunda tahun lalu. Space Sweepers diproduksi Merry Christmas dari Korea Selatan dibantu Huayi Tencent Entertainment dari China.
”Film ini bermula dari percakapan santai dengan teman saya sekitar sepuluh tahun lalu. Dia memberi tahu tentang puing-puing ruang angkasa yang dibuang dari pekerjaan yang dilakukan di sana. Ternyata, kecepatan mereka lebih cepat dari peluru dan sudah menjadi masalah serius,” kata Jo Sung-hee, dikutip dari The Korea Herald.
FlixPatrol melaporkan, Space Sweepers berhasil mencapai puncak dengan 525 poin sehari setelah dirilis di seluruh dunia. Film ini menduduki peringkat pertama di Korsel dan 15 negara lainnya, termasuk Belgia, Perancis, Malaysia, Kroasia, dan Filipina.
Sebagai film sci-fi pasca-apokaliptik, Space Sweepers menyajikan cerita yang tidak baru. Karya terdahulu tentang penjelajahan luar angkasa dengan seorang antihero sebagai pemeran utama terlihat dari waralaba Guardians of the Galaxy dan serial anime Cowboy Bebop. Ditambah lagi, terdapat beberapa lubang plot yang cukup mengganjal, misalnya siapa sebenarnya James Sullivan dan apa itu UTS.
Namun, Space Sweepers menyentil isu yang masih hangat diperbincangkan saat ini, yaitu dampak buruk kapitalisme. Manusia dengan modal menggerus sumber daya tanpa upaya untuk memulihkan Bumi. Ekologi hancur. Masyarakat kalangan atas bisa lari menyelamatkan diri, sedangkan kalangan bawah terjebak.
Salah satu dialog berkesan dalam film ini adalah ketika satu karakter mempertanyakan apakah kemiskinan membuat mereka menjadi jahat atau apakah mereka miskin karena jahat. Dialog serupa pernah muncul dalam film Korea, Parasite (2019), yang memenangkan Oscar.
Space Sweepers berusaha menjawab pertanyaan itu. Argumen yang muncul adalah mereka adalah orang-orang baik, tetapi rela melakukan hal yang buruk karena putus asa. Namun, karakter para pemeran utama berkembang karena akhirnya menolong meskipun ada bentrok kepentingan.
Gebrak pasar dunia
Bila ditarik lebih jauh ke belakang, upaya Korea agar filmnya mengglobal sebenarnya sudah ada sejak dulu. Korea memiliki inisiatif segyehwa yang dicanangkan oleh Presiden Kim-Young Sam, menjabat 1993-1998. Inisiatif ini mendorong globalisasi bisnis dan masyarakat Korea Selatan, termasuk dalam industri film.
Belakangan, Korsel selalu menjadi pemain yang layak diperhitungkan dalam memproduksi film romantis, komedi, drama, dan thriller. Karya para sutradara berbakat bisa terlihat dari produksi My Sassy Girl (2001), Oldboy (2003), The Host (2006), Mother (2009), Train to Busan (2016), A Taxi Driver (2017), dan Burning (2018). Karya terbaru yang mendapat apresiasi internasional adalah Parasite (2019).
Genre fiksi ilmiah berlatar luar angkasa tidak terlalu diminati di Korsel. Performa film Star Wars: The Force Awakens (2015) tidak bagus di negara ini. Berbeda dengan Korsel, film luar angkasa Hollywood merupakan suatu kenormalan. Film Avatar (2009), Interstellar (2014), dan Ad Astra (2019) populer. Waralaba Star Wars dan Star Trek menjadi kultus dalam sejarah budaya populer.
Untuk kali pertama, sineas Korea kini menciptakan film blockbuster bertema luar angkasa. Space Sweepers terlihat sebagai epitome lanjutan Korea dalam menggebrak pasar dunia. Isu dalam film itu pun lebih bersifat universal sehingga penonton asing bisa lebih cepat merasa terhubung.
Terlepas dari itu, sentuhan khas Korea tetap terlihat. Bahasa Korea tetap menjadi bahasa utama dalam film. Beberapa adegan menunjukkan kebanggaan terhadap budaya Korea, seperti gedung pencakar langit 63 Building di Yeouido, lambang bendera Korsel di badan pesawat, permainan kartu Go-Stop, dan pakaian dengan penuh warna.
”Space Sweepers adalah film luar angkasa yang sarat dengan kualitas Korea. Karena sebagian besar film fiksi ilmiah dibuat oleh bioskop Barat, kita lebih mengenal film fiksi ilmiah blockbuster Hollywood. Namun, seperti film dan serial TV zombi yang ditafsirkan ulang Korea mendapatkan pengakuan internasional, Space Sweepers juga merupakan film fiksi ilmiah dari perspektif yang unik,” ujar Song Joong-ki kepada Forbes.
Hal lainnya yang paling menonjol dalam Space Sweepers adalah bagaimana film ini mempromosikan multilingualisme dan multikulturalisme. Banyak penampilan pemeran yang bervariasi berdasarkan jenis kelamin dan ras. Meskipun bahasa Korea dan Inggris menjadi bahasa utama, bahasa lain juga muncul dengan tiba-tiba, contohnya Filipina dan Spanyol.
Space Sweepers juga secara tersirat memberi panggung kepada kaum transjender lewat karakter Bubs. Bubs awalnya digambarkan sebagai robot dengan suara laki-laki. Namun, di akhir film, Bubs tampil baru dalam wujud perempuan. Implementasi inklusivitas dalam Space Sweepers bisa menjadi cetak biru bagi film-film internasional di masa depan.
”Saya pikir film ini adalah awal yang baik. Tidak ada cerita yang tidak bisa direalisasikan sekarang di Korea. Ini mungkin akan menginspirasi banyak pembuat film dan penulis di sini. Saya menantikan untuk melihat lebih banyak film asli yang kreatif di masa depan,” tutur Kim Tae-ri dikutip dari Yonhap. (THE HOLLYWOOD REPORTER/SCMP)