Cerita Menjadi Kekuatan Film Animasi
Kekuatan cerita menjadi kunci penting dalam film animasi. Film animasi yang bagus harus bisa menyentuh emosi dan perasaan penonton.
JAKARTA, KOMPAS — Kekuatan cerita menjadi kunci penting dalam film animasi. Cerita tersebut harus menyentuh emosi dan perasaan penonton.
Hal itu disampaikan Rektor Universitas Amikom Yogyakarta M Suyanto, Senin (31/8/2020), dalam diskusi Kompas Talks bertajuk ”Dunia Animasi: Bagaimana Proses Sinematografi di Hollywood?”
”Kalau standar Hollywood, film animasi bagus itu karena ceritanya kuat. Kalau ceritanya enggak kuat, enggak usah di-bikin animasi. Kalau diringkas satu kata, harus mengandung emosi,” kata Excecutif Producer film Battle of Surabaya, yang memenangi penghargaan Best Animation Feature dari Hollywood International Moving Pictures Film Festival tahun 2019 ini.
Battle of Surabaya (2015) merupakan film animasi layar lebar pertama karya anak negeri. Film itu menyajikan sifat kepahlawanan dan nilai-nilai kepahlawanan. Meski berlatar belakang pertempuran Surabaya, pembuat film menghindari kesan ultranasionalis. Pesannya adalah tak ada yang menang dalam perang atau semua hanya korban dan yang kejam adalah perang itu sendiri (23/8/2015).
Baca juga: Indonesia (Bisa) Menembus Hollywood
Suyanto melanjutkan, film animasi harus mampu menangkap subteks untuk menjangkau emosi dan perasaan penonton. Ini menjadi andalan film-film animasi hollywood.
Amikom Yogyakarta, lanjut Suyanto, bekerja sama dengan sejumlah praktisi Hollywood dalam memproduksi film. Mereka bertugas mengevaluasi cerita hingga efek visual dari film yang sedang dibuat. Dengan kerja sama ini, film yang akan dibuat bisa terjaga kualitasnya. Salah satu film yang dijadwalkan tayang tahun 2021 adalah Ajisaka.
Menurut Suyanto, pandemi Covid-19 menjadi peluang bagi industri film animasi di Tanah Air. ”Pandemi justru peluang besar karena Hollywood enggak bisa shooting karena masih dilarang sehingga film animasi bisa kian berkembang. Ini peluang luar biasa,” katanya.
Kalau standar Hollywood, film animasi bagus itu karena ceritanya kuat. Kalau ceritanya enggak kuat, enggak usah di-bikin animasi. Kalau diringkas satu kata, harus mengandung emosi.
Dia sendiri sudah bertemu dengan Gil Adler, produser Superman Returns. Menurut Suyanto, film animasi yang dibuat di Indonesia mulai dilirik. Tantangannya adalah memproduksi film animasi yang laik dan bisa ditawarkan ke distributor film besar, seperti Netflix.
Di Amikom, dia menggagas taman ekonomi kreatif. Sumber daya manusia dipasok dari kampus. Ekosistemnya terbentuk dari kerja sama dengan perusahaan, komunitas, pemerintah, serta menggaet para investor besar, terutama investor di New York dan Los Angeles (Hollywood).
”Kerja sama di Amikom tidak main-main supaya kita bisa memproduksi film dengan kelas dunia,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Ekonomi Kreatif, pada 2017, industri film dan digital animasi berkontribusi terhadap 0,16 persen produk domestik bruto, atau sekitar Rp 852 triliun. Sejumlah film kartun hasil karya animator lokal makin sering dijumpai, baik lewat televisi maupun layar bioskop, di antaranya kartun Adit & Sopo Jarwo, Keluarga Somat, Meraih Mimpi, dan Battle of Surabaya, yang kerap diputar di berbagai festival film internasional (Kompas, 17/2/2018).
Dihubungi terpisah, Editor in Chief Cinema Poetica Adrian Jonathan Pasaribu menjelaskan, animasi berpeluang untuk diterima oleh penonton luar karena sifatnya lintaskultur. Medium animasi bergerak dengan gambaran atau simbol yang bisa diterima secara lebih longgar oleh pemirsa.
Di sisi lain, pekerja film animasi pun kian tumbuh. Bahkan, di level SMK ada sejumlah sekolah yang ikut membuka jurusan animasi. Indonesia pun punya cukup modal dengan memiliki sentuhan visual yang unik, seperti unsur etnik dalam film.
Pekerjaan rumahnya adalah meningkatkan kualitas pengetahuan pelaku film secara umum. ”Dulu aku pernah mengobrol dengan beberapa orang yang membuat film animasi, tetapi filmnya tidak jadi atau gagal. Keluhannya adalah sulitnya membangun imajinasi sinematik,” ujarnya.
Dia melanjutkan, percakapan antara akademisi dan pelaku film mengenai story tellingsinematik belum terlalu berjalan. Padahal, diskusi ini diperlukan untuk terus memperbarui pengetahuan.
Bergabungnya praktisi Hollywood dalam produksi film animasi di Indonesia, lanjutnya, sudah pasti akan berpengaruh. Sebab, dari sisi pengalaman dan teknologi, mereka lebih unggul.
Akan tetapi, ada kepekaan visual dari setiap pelaku film yang tak bisa diabaikan. Ia mencontohkan film animasi Roda Pantura, kisah tentang sopir truk di pantai utara Jawa. Di film itu, katanya, banyak garis-garis tak beraturan dan komposisi visual yang tak tegak lurus.
”Sebagai orang Indonesia, kita bisa relate karena itu menggambarkan situasi pantura yang chaos. Juga tentang tata kota kita yang tak ada rapi-rapinya. Kemudian, apakah ini bisa nyambung dengan sineas luar? Di beberapa tingkatan, perlu ada usaha lebih, seperti didampingi orang-orang kita dalam proses pembuatan,” katanya.