Zaman Berganti, Parsel Tak Pernah Mati
Dari konvensional hingga digital, parsel mengisi fungsi sosial menjalin keakraban dan menjual seni keterampilannya.
Satu per satu ojek daring dan kurir berdatangan mengambil pesanan dirumah Dijah (46) di Cikini, Jakarta Pusat pada Selasa (26/3/2024) siang. Pesanan itu siap diantar menuju berbagai tempat di Jabodetabek. Produknya berupa parsel tanda kasih Hari Raya Idul Fitri. Ini menandakan, walau zaman berganti, parsel tetap selalu dinanti.
Dijah merupakan satu dari banyak pedagang parsel musiman yangmencari berkah Ramadhan di Cikini. Dia menjual produknya dengan jenama "Amelia Parsel" yang diambil dari nama anaknya.
Baca juga: Penjualan Mode dan Parsel melalui Lokapasar Melonjak
Di dalam tiga pekan terakhir, ruang tamu dan ruang tengah rumahnya disulap menjadi tempat kerja. Sang suami dan lima warga sekitar pun menjadi karyawan dadakan. Mereka melayani para pemesan parsel yang berupa perorangan maupun partai besar.
Di ruangan remang-remang di tengah permukiman padat itu merekabekerja menyusun satu per satu barang menjadi parsel. Alat yangdigunakan adalah lem tembak, plastik bening untuk membungkus, kayu untukmenyangga, dan pita-pita hiasan untuk mempercantik.
Beragam kue kering; minuman dalam kemasan; bunga; gelas dan piringcantik; hingga mesin pembuat kopi menumpuk dan mengantre untuk disusun menjadi parsel. Dijah memastikan, semua barang yang dijualnya bukan barang yang cepat kedaluarsa karena dia memesan langsung dari pemasok.
Saya ini jualan seninya, bukan jualan makanan
Ragam parsel
Harga parselnya beragam, Rp 100.000 dipatok untuk parsel berukurankecil berisi makanan ringan. Dijah mengatakan, dirinya tidak hanya melayani parsel konvensional yang berisi makanan. Ia juga menerima pesanan khusus dari para pelanggan.
Parsel jenis ini unik-unik karena isinya bermacam-macam. Harganya juga jauh di atas parsel makanan, yaitu bisa mencapai Rp 10 juta. Paket termahal ini biasanya berisi barang-barang premium non-makanan, seperti barang pecah belah maupun elektronik. Bahkan, Dijah dulu pernah membuat parsel berisi televisi tabung.
"Mulai puasa minggu kedua sudah mulai ramai pesanan. Paling jauh saya pernah kirim ke Karawang. Kalau ke Bandung saya belum berani karena takutrusak di jalan," kata Dijah.
Baca juga: Lebih dari Sekadar Bingkisan
Setiap hari, mereka mampu memproduksi lebih dari 100 parsel ukuran kecil hingga sedang. Akan tetapi, untuk parsel pesanan khusus, biasanya memakan waktu dua sampai tiga hari karena tergantung kerumitan merangkainya agar enak dipandang.
Dijah sudah menjalani bisnis ini sejak tahun 1980-an, saat jalur layang kereta api relasi Cikini-Jakarta Kota belum terbangun. Ketika itu, ia merintis bisnis dari berjualan langsung di pinggir jalan. Sekarang, ia sudah bisa menyuplai para pedagang di pasar Cikini.
Mungkin makanan ini bisa saja dibeli di minimarket, tapi kalau disusun jadi parsel lebih mengena di hati penerima
Pelanggan setianya sudah banyak, mulai dari perorangan, instansi pemerintah, hingga perusahaan ternama. Bahkan, ada pelanggan yang sejak tahun 1980-an hingga sampai saat ini masih memesan padanya setiap menjelang Lebaran.
Parselnya paling jauh pernah dikirim hingga ke Bandung, Jawa Barat. Akan tetapi, Dijah sekarang tidak mau terlalu sering mengirim ke tujuan jauh karena risiko parsel rusak.
"Mungkin makanan ini bisa saja dibeli di minimarket, tapi kalau disusun jadi parsel lebih mengena di hati penerima. Saya ini jualan seninya, bukan jualan makanan," ucapnya. Dijah juga mengakui memanfaatkan momentum orang yang merasa kurang baik jika berbagi dalam bentuk uang.
Tradisi berbagi juga mengalami pergeseran seiring perkembangan zaman. Selain parsel konvensional yang berbentuk fisik, mulai muncul parsel-parsel dalam bentuk lain. Salah satunya ialah berupa parsel digital.
Praktik ini dilakukan oleh PT Astra Honda Motor (AHM). Mereka mengubah parselnya dari bingkisan fisik menjadi voucher belanja digital kepada ratusan karyawannya melalui program "Bingkisan Puasa dan Lebaran".
"Ini bagian dari kebijakan kami untuk mengapresiasi karyawannya yang merayakan Hari Raya Idul Fitri. Dulu, kami masih memakai bingkisan dan sembako. Sekarang, kami sudah beralih ke saldo digital," kata Manajer Umum Bidang Komunikasi Perusahaan PT AHM, Ahmad Muhibbudin.
Pengganti uang
Parsel memang menjadi salah satu tradisi menjelang hari raya. Survei Jakpat tahun 2024 menunjukkan, orang-orang mulai berburu parsel pada minggu keempat Ramadhan (37 persen). Kue kering dan makanan ringan menjadi jenis parsel yang paling banyak peminatnya (73 persen). Sebanyak 9 dari 10 responden menyatakan akan memberikan parsel ke keluarganya.
Baca juga: Bingkisan Pengganti Silaturahmi Lebaran
Perbedaan generasi memengaruhi pola pemesanan dan pemberian parsel. Generasi Z (lahir di periode 1997-2012) yang dikenal senang hal praktis juga bersemangat untuk membagikan parsel kepada teman-teman mereka.
Sebaliknya, Generasi X (lahir di periode 1965-1980) lebih memilih memberikan paket tersebut kepada orang-orang yang mereka anggap membutuhkan. Secara rata-rata, masyarakat mengalokasikan dana sebesar Rp 302.321 untuk membeli parsel lebaran.
Hal ini seperti yang dilakukan oleh Rini (67) warga Ciledug, Tangerang Selatan, Banten, yang jauh-jauh ke Cikini untuk berburu parsel. Di bawah panasnya matahari jam 12.00, dia mengajak tiga orang anak dan cucunya untuk blusukan mencari parsel terbaik. Rencananya, Rini akan memberikan parsel kepada saudara-saudaranya di Sukabumi, Jawa Barat yang tidak bisa ia kunjungi saat Lebaran.
Baca juga: Sampah Parsel dan Hamper, Jangan Terburu-buru Langsung Dibuang
"Saya selalu kesini setiap tahun karena sudah tradisi berbagi. Lebih seru juga karena bisa lihat langsung pilihannya, bisa ditawar lagi. Kalau di mal itu kan, wah harganya (mahal)," kata Rini.
Tradisi adikodrati ke sosial
Pengamat budaya dari Universitas Indonesia Agus Aris Munandar menjelaskan, tradisi berkirim parsel ini sudah ada sejak lama dan tidak lepas dari kebudayaan Indonesia di masa lampau. Tradisi itu berkembang dari tradisi memberi suatu persembahan kepada adikodrati atau religi prasejarah.
Masyarakat pada zaman prasejarah selalu bersikap hormat untuk menjaga keselarasan kehidupan dengan alam melalui sikap bijaksana dan religius. Sikap religius diwujudkan dalam pemberian, misalnya uang untuk kegiatan keagamaan.
Baca juga: "Hampers" Lebaran Ramah Lingkungan
"Tradisi memberi sesuatu kemudian berkembang dengan bermacam fungsinyakepada sesama manusia, terutama dalam pergaulan sosial," ujar Agus.Konsep ini kemudian berkembang menjadi konsep sosial. Pemberian kini memiliki beberapa bentuk, ada pajak yang bersifat wajib; hadiah dalam memperingati momen istimewa; penghargaan berdasarkan pencapaian; dan oleh-oleh yang sukarela. Termasuk di dalamnya parsel yang mengisi fungsi sosial untuk menjalin keakraban, persaudaraan, dan mempererat silaturahmi.