Suzuki Rangkul 800 Sekolah untuk Edukasi Permesinan
Simbiosis mutualisme dengan SMK akan terjalin karena berdampak positif terhadap Suzuki, termasuk diler-diler lokalnya.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·2 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Suzuki mengedukasi generasi muda dengan mendistribusikan mesin-mesin kendaraan yang telah merangkul hingga 800 sekolah menengah kejuruan. Donasi untuk vokasi pelajar dan guru binaan produsen otomotif itu bertujuan untuk mendekatkan mereka dengan teknologi terkini.
Head of Strategic Planning Department Suzuki Indomobil Sales Joshi Prasetya, di Bogor, Jawa Barat, Rabu (6/3/2024), mengatakan, lulusan sekolah menengah kejuruan diharapkan mampu beradaptasi lebih cepat dan siap bekerja. Mereka menerima penjelasan tentang dunia kerja dan perkembangannya.
”Mesinnya dikasih lalu siswa-siswa dibina untuk mengenal, mengoperasikan, dan memprogram mesin,” kata Joshi seusai Media Experience Suzuki Indonesia. Pelajar tak hanya diundang untuk mengunjungi pabrik, tetapi kemandirian mereka juga ditumbuhkan.
”Mesin-mesin disalurkan ke daerah agar lulusan SMK mampu menciptakan produk sendiri untuk membangun perekonomian. Bisa juga kalau mau melamar sebagai teknisi Suzuki,” ucapnya. Usaha mikro, kecil, dan menengah berkembang, demikian juga bibit-bibit unggul mekanik yang disemai.
Simbiosis mutualisme akan terjalin karena turut berdampak positif terhadap Suzuki, termasuk diler-diler lokalnya. Timbal balik tersebut digencarkan sejak pandemi berangsur mereda, tetapi tidak dimulai dari nol. Joshi, misalnya, berkolaborasi dengan klub-klub penyuplai suku cadang.
”Sudah dijalankan Suzuki Supplier Club, lalu kami menggandeng binaan-binaannya, tapi tidak menambah sekolah. Kami juga mengadakan pelatihan dan praktik,” ujarnya. Sekolah diperkenalkan dengan industri komponen sekaligus manufaktur kendaraan. Semua mitra itu tersebar di Jawa.
Kami punya pabrik, tetapi tak bisa sendiri. Interaksi sosial dan ekonomi sudah intens. Ekosistem harus dibina lewat pendidikan hingga lingkungan.
”Paling banyak Jawa Tengah, lalu Yogyakarta, Malang, dan Surabaya. Natural saja. Tak ada target tertentu sekolah atau yayasan yang mana,” tuturnya. Sekolah swasta atau pemerintah dipertimbangkan berdasarkan potensi dan semangatnya. Mesin yang disumbangkan sudah tidak digunakan pabrik.
”Bukan mesin baru, tetapi memanfaatkan produk yang sudah tak memenuhi syarat untuk produksi massal. Jadi, mesin yang lama tidak dijual untuk pembelajaran,” katanya. Mesin-mesin modern umumnya sudah otomatis sehingga sistemnya lebih sulit dipelajari.
”Tinggal program, jadi. Beda dengan mesin sekitar 10-20 tahun lalu yang masih semiotomatis. Logika mesinnya masih bisa diterjemahkan dengan modul,” ucapnya. Kemampuan memahami teknologi setiap sekolah tentu berbeda-beda yang disesuaikan Suzuki. Etos kerja turut dibawa dengan peraturan dan disiplin.
”Kami punya pabrik, tapi tak bisa sendiri. Interaksi sosial dan ekonomi sudah intens. Ekosistem harus dibina lewat pendidikan hingga lingkungan,” tuturnya. Suzuki pun ikut aktif meningkatkan kualitas pendidikan dengan tanggung jawab sosial perusahaan.
Ketua Suzuki Club Reaksi Cepat Keliek Pangestu menambahkan, sosialiasi ikut digalakkan dengan melibatkan instruktur-instrukturnya dalam kejuaraan otomotif daerah hingga nasional, terutama yang digelar Indonesia Off-road Federation (IOF) dan Ikatan Motor Indonesia.
Instruktur Pendidikan dan Pelatihan IOF, Koko Octavian, mengatakan, Jimny lima pintu diibaratkan kembali ke habitatnya lewat Media Experience Suzuki Indonesia. Perjalanan di jalur tak beraspal itu sekaligus diselenggarakan agar mobil yang diuji lebih dikenal masyarakat.