Oma Pun Kepincut Jadi Vegan
Fenomena vegan dan vegetarian semakin kencang. Mengapa banyak orang memilih pola makan minus daging?
Keampuhan pola makan vegetarian atau vegan memikat pesepak bola top dunia, antara lain Neymar Jr (Al-Hilal SFC), Hector Bellerin (Real Betis), dan Jenny Beattie (Arsenal WFC). Dengan vegan, cedera lebih cepat pulih. Tubuh makin sehat dan bugar.
Berkat latihan harian dan pola makan vegan alias hanya makan makanan nabati, Neymar Jr bisa bermain sepak bola lagi. Begitu kata media Brasil, OUL. Neymar yang mengalami cedera serius pada 2021 pulih lebih cepat dan sehat.
Sementara itu, Lionel Messi semakin bugar karena banyak mengonsumsi makanan nabati. Meski tidak mendaku dirinya seorang vegan, ia telah meninggalkan daging dalam menu makannya. Hasilnya, ia jarang cedera dan bisa bermain dengan lincah di arena sepak bola.
Mereka yang bukan atlet dan melakukan diet pola makan nabati juga merasakan dampak baiknya. Hana ”Madness” Alfikih (32), penyintas bipolar yang berprofesi sebagai pelukis, bisa mengendalikan emosi yang sering kali datang dan pergi. Manfaat vegan juga dirasakan Willy Natanael Yonas (27), Kepala Unit Lifestyle Medicine RS Advent Bandung. Ia jarang sakit, bebas jerawat, berat badannya stabil, dan lebih badan bugar. Ia pun kuat ikut lari ultramaraton.
Akan tetapi, tidak mudah menerapkan pola makan minus daging-dagingan. Godaannya banyak bung, nona, dan nyonya! Harus ada kesadaran diri. Inilah jalan yang ditempuh Willy. Ia memilih menjadi vegetarian (masih bisa mengkonsumsi telur, susu, dan madu) sejak berusia 15 tahun. Kini, ia sudah 12 tahun menerapkan pola makan vegetarian dan akhirnya menjadi vegan (sama sekali tidak mengonsumsi daging dan semua bentuk turunannya).
”Waktu itu aku sedih lihat opa yang ahli anestesi di rumah sakit tapi kena stroke lima kali,” kata Willy pada Rabu (24/1/2024). Dalam benaknya, orang yang bekerja di RS mestinya lebih bisa menjaga kesehatan.
Ia dan abangnya lantas memilih menjadi vegetarian agar lebih sehat. Merasa mendapat keuntungan dengan cara itu, adik-kakak itu kemudian naik tingkat menjadi vegan. Tak ada kesulitan berarti saat ia sekolah di SMA Kristen Yahya Bandung.
Tiap hari ia memilih membawa bekal nasi, lauk nabati, dan aneka sayur. Ia jarang jajan. ”Aku tak tergoda jajanan di kantin. Kalau pengin banget jajan, hanya beli makanan rebusan dari nabati,” lanjutnya. Toh, ia tetap kuat bermain futsal di sekolah.
Tantangan terberat malah dari omanya. Setiap Sabtu, keluarga Willy makan bersama di rumah oma. Celakanya, oma tak tahu bahwa cucunya yang alumnus Hartland College, Virginia, Amerika Serikat, itu sudah menjadi vegan.
Baca juga: Jodoh Memang Tak ke Mana, Tapi di Mana?
”Tiap kali datang, oma memasakkan menu kesukaanku dari bahan hewani. Saya bingung. Mau menolak enggak enak sama oma,” ujar pemuda yang mempelajari penanganan penyakit tidak menular di universitasnya itu.
Satu tahun lamanya, anak bungsu itu tersiksa sebab sebenarnya ia tak bisa lagi mengonsumi makanan non-nabati. Merasa tak tahan, Willy berterus terang kepada omanya bahwa ia sudah tidak bisa makan daging dan produk turunannya karena memilih menjadi vegan.
Oma mendukung Willy dan abangnya. Ia selanjutnya memasakkan masakan nabati untuk mereka berdua. Eh, lama-kelamaan oma ”ketularan” menjadi vegetarian dan akhirnya vegan. Kini, keluarga Willy, termasuk omanya, menjadi vegan. Setiap makan bersama hari Sabtu atau perayaan Imlek, keluarga itu hanya menyuguhkan makanan dari bahan nabati.
Lebih stabil
Adapun Hana mengaku menjadi vegan sejak 2014. Tujuan awalnya untuk mengurangi berat badan. Belakangan ia merasa kesehatan mentalnya jadi lebih stabil.
Awalnya, Hana hanya makan satu jenis buah dalam porsi besar, misalnya semangka dan pepaya. Setelah beberapa lama menjalaninya, ia merasa bisa mengendalikan emosinya. Sebagai penyintas bipolar, mood swing atau perpindahan emosi yang kontradiktif, bisa datang dengan cepat. Ketika tiba-tiba merasa bahagia, seketika pula bisa sedih.
Vegan bagi Hana tidak selamanya membuat kondisi terus fit. Suatu kali, ia merasakan gangguan pada metabolisme pencernaannya. Berkali-kali ia konsultasi ke dokter yang menyarankan ia menambah konsumsi lemak.
Ia memilih alpukat yang mengandung lemak, tapi tak kunjung sembuh. Ia mencoba makan kuning telur, pencernaannya terasa nyaman. Akhirnya, Hana menjadi pascatarian yang hidup dengan vegan, tetapi mengonsumsi sedikit makanan hewani, seperti kuning telur dan ikan, untuk menambah kadar lemak.
Motivasi lain mendorong Aparna Bhatnagar Saxena (43), CEO Torajamelo, menjadi vegan sejak 2014. Ia ingin melihat kondisi planet Bumi lebih baik. Ia terinspirasi oleh film dokumenter tentang sapi perah yang ia tonton saat berada di Singapura. Dari situ, Aparna menjadi tahu bahwa sapi perah mengalami manipulasi laktasi demi menghasilkan susu. Karena itu, sapi itu tak bebas mengekspresikan perilaku alamiahnya. Ujung-ujungnya, kesejahteraannya sebagai hewan terabaikan.
”Saya kemudian membaca-baca buku terkait perilaku manusia dalam industri yang mengabaikan kesejahteraan hewan. Lalu, saya memutuskan tidak minum susu dan menjadi vegan,” ujar Aparna, yang kini menetap di Jakarta, pada Jumat (26/1/2024).
Aparna jadi tidak suka minum susu sapi dan olahan susu, seperti keju dan yoghurt. Ia lantas menggantinya dengan susu nabati dari kedelai, almon, santan kelapa, oat, dan sebagainya.
Di Jakarta, Aparna tak kesulitan mendapat menu vegan dari toko daring. Ia bahkan bisa mendapatkan menu vegan favorit masakan sendiri, yaitu tahu, tempe, nasi, dan sambal tanpa terasi.
Sebagai eksportir kain tenun, Aparna kerap menemui para artisan petenun di pelosok Adonara, Lembata, Sumba, Papua Barat, Sulawesi, dan Sumatera Utara. Di sana, ia mendapat pengalaman hiddenvegan yang banyak diterapkan warga. Vegan menjadi menyenangkan dan tidak sulit diterapkan.
Belakangan, ia merasakan manfaat menjadi vegan. Metabolisme tubuhnya jauh lebih baik. Bahkan, ia merasa kulitnya menjadi lebih halus dan segar sehingga ia tidak perlu menggunakan perias wajah.
Ia berusaha menularkan gaya hidup ini kepada lingkungan terdekat. Ia membiasakan makan siang bersama di kantornya dengan menu vegan. ”Kantor kami di Jakarta selalu menghidangkan makan siang dengan menu vegan. Bagi yang tidak vegan, boleh saja makan menu bukan vegan, tetapi harus di luar kantor,” ujarnya.
Selain memopulerkan vegan, ia menyelaraskan aktivitasnya dengan program mereduksi jejak karbon. Salah satu di antaranya mengangkat pangan lokal di Indonesia yang sejalan dengan hidup vegan.
Kembali ke alam
Menurut dokter spesialis nutrisi Sylvia Irawati (38), vegetarian dan vegan sangat baik bagi kesehatan. Gaya hidup ini tidak hanya menurunkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, hipertensi, obesitas, serta kanker, tapi juga bisa memulihkan penderita penyakit-penyakit itu.
”Saya lebih baik mengunakan istilah plant-based diet. Ketika kita mengubah pola hidup menjadi pelaku plant-based diet, maka tak hanya mencegah kena berbagai penyakit tadi, tapi mengurangi, sampai akhirnya bebas obat,” kata Sylvia yang tinggal di Surabaya dan kerap membagikan resep hidup sehat dengan menjadi vegan ini, Rabu (24/1/2024).
Dari sisi kesehatan, dokter yang pernah belajar plant-based nutrition di eCornell University, Amerika Serikat, pada 2019 itu menegaskan, hanya dengan mengonsumsi pangan nabati, kebutuhan nutrisi seseorang sudah terpenuhi. Manusia membutuhkan karbohidrat, protein, lemak, untuk nutrisi makro tidak hanya dari protein hewani, tapi bisa juga dari pangan nabati.
”Tapi, orang masih khawatir bagaimana dengan proteinnya? Berbagai studi menunjukkan, kebutuhan kita sudah tercukupi dari pola hidup vegan. Bahkan melebihi rekomendasi,” ujar Sylvia, satu dari tiga dokter di Indonesia yang memiliki sertifikat lifestyle medicine.
Baca juga: Dari Kencan Aplikasi Turun ke Hati
Menurut dia, pendapat bahwa kualitas protein hewani lebih lengkap sudah terpatahkan oleh studi lebih baru yang menyatakan, bahan pangan nabati punya sembilan asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh, tetapi keseimbangannya tak seproporsional hewani. ”Jangan khawatir, kita bisa menyiasati kekurangannya dengan variasi aneka makanan nabati, kok,” katanya.
Para pelaku vegan direkomendasikan mengonsumsi 40 jenis makanan per minggu, termasuk bumbu dan herba. Misalnya, sop sayur. Dalam satu hidangan ada banyak jenis sayur, mulai dari bawang bombai, bawang merah, jamur, kacang merah, sawi hijau, sawi putih, dan kacang merah. Sebetulnya di dalamnya sudah ada 10 jenis bahan nabati.
”Menjadi vegan dan memenuhi kebutuhan tubuh dengan bahan nabati bukan sesuatu yang susah. Dalam unsur makanan kita masih ditambah buah. Jadi, rekomendasi itu bisa kita penuhi,” tambah Sylvia, yang menjadi vegan sejak 13 tahun lalu karena kena migrain parah. Setelah itu, ia sembuh.
Anda mau coba?