Selimut-selimut Nusantara dari sejumlah daerah berkelana ke Eropa. Kain buatan tangan yang indah itu ditampilkan secara modern dan megah menjadi proklamasi keagungan peradaban bangsa Indonesia kepada dunia.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO
·5 menit baca
Selimut-selimut Nusantara dari sejumlah daerah berkelana ke Eropa. Kain buatan tangan yang indah tersebut ditampilkan secara modern dan megah menjadi proklamasi keagungan peradaban bangsa Indonesia kepada dunia.
Adalah desainer senior Edward Hutabarat yang membawa foto-foto proses pembuatan selimut Nusantara juga tentang kehidupan para artisannya dan kain selimut sesungguhnya. Tenun ikat dari Nusa Tenggara Timur, noken (Papua), ulos (Sumatera Utara), Tenun gedogan dari Tuban (Jawa Timur), songket Pandai Sikek (Sumatera Barat) terbang ke mancanegara.
Edo, panggilan akrab desainer asal Sidikalang, Sumatera Utara, itu memamerkan kain inggil (bermutu tinggi) di Carrousel du Louvre, Paris, Perancis, sejak 28 November 2023 sampai 3 Januari 2024. Edo memberi judul pamerannya Selimut Nusantara.
Selain Paris, ia juga memamerkan selimut kain tenun ikat dari Sumba pada The Great Indonesia Exhibition di De Nieuwe Kerk Museum Amsterdam, Belanda, sejak 21 Oktober 2023 sampai 1 April 2024.
Peradaban Indonesia sangat erat kaitannya dengan selimut.
Edo memakai istilah selimut untuk menyebut kain yang lebih panjang dan lebar dari ukuran normal. Pengembaraan Edo ke seluruh Indonesia membuat ia sangat paham kain-kain yang berkait erat dengan upacara adat, seperti tradisi kelahiran, pernikahan dan kematian.
Ia melihat bahan dan cara pembuatannya yang 100 persen dari alam (benang dari kapas, pewarna alam). Sungguh tidak mudah. Perlu waktu sekitar tiga tahun untuk membuat kain tenun ikat Sumba sepanjang 7 meter. Padahal, panjang kain ada yang mencapai 9 meter dan 14 meter.
Kain seperti itu tak hanya ada di Indonesia timur. ”Di semua daerah di Indonesia ada,” katanya. Kain batik di Jawa motif Sidomukti umpamanya, khusus untuk pengantin. Di Batak, ada motif tertentu yang hanya dipakai untuk kematian atau pesta pernikahan.
Selain itu, kain panjang, apakah itu jarit (kain batik panjang), lurik di Jawa, kain tenun ikat Nusa Tenggara Timur, bahkan ulos, juga bisa menjadi sarung yang umumnya kemudian bisa jadi selimut untuk menyelimuti tubuh dari udara dingin. ”Peradaban Indonesia sangat erat kaitannya dengan selimut (dari kain),” ujar Edo.
Ikhwal keberangkatan Edo membawa selimut ke Paris berawal dari ketertarikan pejabat Carrousel de Louvre saat melihat foto unggahan Edo di akun Instagramnya tentang pergelaran busana berjudul ”Kabakil” yang ia adakan pada 30 November 2022 di Candi Borobudur. Di foto itu tampak para model memakai kain Sumba ukuran jumbo (panjang lebih dari 4meter) dengan latar belakang Candi Borobudur.
Pejabat itu kemudian meminta Edo memamerkan foto-foto tersebut di Carrousel de Louvre. Sebanyak 24 foto berukuran 2 meter x 3 meter yang menunjukkan kain tenun ikat besar dan panjang dari Sumba dan Timor (Nusa Tenggara Timur), Bali, Sumbawa (Nusa Tenggara Barat, ulos dari Samosir (Sumatera Utara) dan songket (Sumatera Barat).
Guna melengkapi foto yang dipasang di Carousell de Louvre, di pintu masuk dan keluar museum, Edo memutarkan video proses pembuatan selimut Nusantara dan kehidupan warga penggunanya.
Penyempurna
Edo menyempurnakan pameran dengan menggelar pergelaran busana yang menampilkan 20 selimut dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Kain dipamerkan secara utuh. Jika ada tambahan, ia hanya menjahitkan lurik sebagai frame kain.
”Kain saya tampilkan utuh, apa adanya,” kata Edo. Untuk songket Pandai Sikek berwarna hitam kombinasi warna emas dan merah, krem dan coklat, Edo menambahkan rumbai emas di bagian bawah songket sebagai pemanis bagi kain yang menjuntai panjang tersebut.
Pada bagian lain, model menyampirkan kain ikat Sumba berbenang sutra dari Belanda yang berusia 100 tahun dari Kerajaan Rende di Sumba Timur. Motif burung kakaktua pada kain berwarna dasar hitam, dengan aneka motif warna putih, merah, oranye, abu menjadi simbol persatuan.
Yang unik, ada motif singa mengapit mahkota seperti gambar di koin mata uang Belanda yang melambangkan kebangsawanan. Bisa jadi motif itu berkait dengan keberadaan Kerajaan Rende yang merupakan salah satu kantor administrasi pemerintahan Hindia Belanda pada masa itu.
Fashion itu tak hanya busana dan perlengkapannya. Banyak cara untuk menampilkan sembari melindungi kain Nusantara,
Ada pemandangan berbeda saat Edo menampilkan noken (tas rajut khas Wamena, Papua) ukuran jumbo ke badan model berbusana hitam dari kain lurik. Noken yang dirajut dari kulit kayu biasa dikenakan perempuan suku Dani di Wamena. Suhu Wamena yang dingin membuat mereka menambahkan bulu ayam hutan di satu sisi sebagai penghangat badan.
Untuk ulos, Edo menampilkan warna teduh, krem kombinasi coklat tua, hitam, dan putih. ”Pilihan warna ulos itu untuk penyeimbang warna lain,” jelas Edo yang berkarir di dunia fashion selama 43 tahun.
Edo memilih kain selimut dari Kambera, Sumba Timur, yang biasa dipakai para lelaki untuk acara adat Pasola untuk pameran di Belanda. Satu sisi kain bermotif pohon Andung atau pohon kehidupan, sisi yang lain bermotif lelaki menari di atas kuda yang menjadi simbol kegembiraan mereka.
Pilihan menampilkan wastra Nusantara secara utuh menjadi caranya untuk melindungi, mengembangkan, memanfaatkan hasil karya artisan di seluruh Indonesia. Sejak 20 tahun lalu saat ia pertama kali melihat wastra dari seluruh Indonesia, sudah terpikir dibenaknya bahwa kain itu kelak akan dirindukan. Benar saja, saat pembukaan pameran, orang-orang di Paris antre panjang untuk melihatnya.
Beberapa kali ia menyampaikan kerinduan membawa kain yang bisa berfungsi sebagai selimut menjadi bagian gaya hidup di ranah internasional. Bukan dengan cara mengeksploitasinya habis-habisan, melainkan menampilkannya secara modern, simpel, berkualitas, dan beridentitas.
”Fashion itu tak hanya busana dan perlengkapannya. Banyak cara untuk menampilkan sembari melindungi kain Nusantara,” ujar Edo yang mencoba banyak cara untuk bisa membuat skenario guna mempertemukan timur dan barat.
Ia bersyukur mendapat dukungan penuh dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk mewujudkan harapan menunjukkan peradaban bangsa Indonesia. Pada pameran Selimut Nusantara, ia juga dibantu Best of Indonesia, perusahaan media promosi digital global yang membantu meningkatkan visibilitas jenama dan talenta terbaik Indonesia yang berbasis di Perancis.
Jalan menunjukkan karya agung bangsa ke mancanegara sudah terbuka, tinggal menunggu kiprah para pemakai jalan itu.