logo Kompas.id
Gaya HidupTinutuan dan Rahang Tuna,...
Iklan

Tinutuan dan Rahang Tuna, Kuliner Manado yang Enak dan Enak Sekali

Cobalah tinutuan dan rahang tuna bakar. Dua kuliner pilihan itu tidak bisa dilewati saat pesiar ke ”Bumi Nyiur Melambai”

Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
· 6 menit baca
Abon ikan roa di permukaan tinutuan alias bubur manado yang disajikan di Rumah Makan Wakeke, Manado, Sulawesi Utara, Minggu (10/12/2023). Rumah makan tersebut telah berdiri sejak 1991.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Abon ikan roa di permukaan tinutuan alias bubur manado yang disajikan di Rumah Makan Wakeke, Manado, Sulawesi Utara, Minggu (10/12/2023). Rumah makan tersebut telah berdiri sejak 1991.

Jika ditanya makanan apa yang paling enak di Manado, dengan penuh percaya diri orang asli ibu kota Sulawesi Utara akan menjawab, ”Makanan di Manado cuma ada dua jenis, Enak dan enak sekali!”

Tentu ungkapan itu bukan omong kosong. Gunung berapi yang berjajar di seluruh wilayahnya, dari Gunung Klabat di Minahasa Utara sampai Gunung Ambang di Bolaang Mongondow Timur, membuat dataran tinggi di ”Bumi Nyiur Melambai” begitu subur.

Tak heran jika berbagai jenis tanaman, dari rempah-rempah hingga sayur-mayur, melimpah ruah. Belum lagi lautan luas di bibir Pasifik yang menjanjikan segala jenis ikan pelagis, seperti cakalang dan tuna. Sungguh, segala jenis bahan makanan terbaik ada di sini.

Manado pun layak masuk dalam daftar daerah yang wajib dikunjungi untuk wisata kuliner, terutama semasa libur Natal dan Tahun Baru. Di masa ini pula, kota berpenduduk 450.000-an jiwa ini bersolek dengan lampu hias sehingga malam-malam sejuk sehabis hujan terasa begitu romantis.

Lalu, makanan apa yang wajib dicoba selama bapasiar di Manado? Dari sekian yang enak dan enak sekali, ada dua hidangan yang akan membuat kunjungan Anda ke kota ini sempurna, yaitu tinutuan dan rahang tuna bakar.

Tinutuan alias bubur manado di Rumah Makan Wakeke, Manado, Sulawesi Utara, Minggu (10/12/2023). Rumah makan tersebut berdiri sejak 1991.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Tinutuan alias bubur manado di Rumah Makan Wakeke, Manado, Sulawesi Utara, Minggu (10/12/2023). Rumah makan tersebut berdiri sejak 1991.

Tinutuan

Tinutuan atau yang dikenal sebagai bubur manado adalah bukti nyata dari suburnya tanah Minahasa Raya. Padi, jagung, singkong, labu, bayam, kemangi, kangkung, dan daun gedi yang endemik di Sulut dapat tumbuh subur untuk memberi kehidupan.

Oleh masyarakat di dataran tinggi Minahasa, entah kapan, bahan-bahan tersebut diramu menjadi tinutuan dengan cita rasanya yang unik, di mana manisnya jagung dan labu berpadu dengan pahit dan gurih sayuran serta aroma kemangi.

Bubur yang kaya karbohidrat dan serat itu pun menjadi hidangan khas yang sangat cocok disantap saat sarapan.

Kini, tinutuan dapat ditemui di berbagai kedai yang tersebar di segala penjuru Kota Manado. Namun, tempat terbaik dan terotentik untuk menikmati tinutuan adalah kawasan wisata kuliner Jalan Wakeke, Kecamatan Wenang.

Di sana, terdapat 11 depot tinutuan berdiri berjajar, bersaing menyajikan tinutuan terbaik. Salah satu depot tinutuan pertama di sana adalah Rumah Makan (RM) Wakeke yang kini dikelola Teddy Tabalujan (60).

Pada 1991, ibunya membuka depot itu di lantai bawah rumah mereka. Setelah 32 tahun berdiri di tempat yang sama, komposisi tinutuan di RM Wakeke tak pernah berubah.

Teddy Tabalujan (60), pemilik Rumah Makan Wakeke, Manado, Sulawesi Utara, Minggu (10/12/2023). Rumah makan tersebut didirikan pada 1991 oleh orangtuanya.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Teddy Tabalujan (60), pemilik Rumah Makan Wakeke, Manado, Sulawesi Utara, Minggu (10/12/2023). Rumah makan tersebut didirikan pada 1991 oleh orangtuanya.

”Saya kira, tinutuan bahannya hampir sama semua. Tapi, di sini saya mempertahankan orisinalitas rasa, tidak menggunakan bumbu perasa atau vetsin sama sekali. Bumbu yang kami pakai hanya garam dan ikan roa yang dihaluskan menjadi seperti abon,” kata Teddy, Minggu (10/12/2023).

Sepiring tinutuan roa harganya Rp 24.000. Bubur sayuran yang warnanya dominan kuning karena campuran labu dihidangkan dalam piring porselen dalam keadaan hangat.

Daun bayam, kangkung, dan gedi di dalamnya masih tampak hijau segar, tanda tak direbus sampai terlampau matang. Abon roa yang ditaburkan di permukaan bubur menguarkan aroma bahari yang gurih, membersamai lamat-lamat harum kemangi dari tinutuan.

Rahang tuna ditetesi perasan lemon cui lagi saat dihidangkan, baru setelah itu ia siap dilahap.

Teddy bilang, abon roa memang berfungsi untuk menambah variasi rasa terhadap bubur yang cenderung manis dan asin. Tentu, untuk mendapat perpaduan rasa itu, tinutuan wajib hukumnya untuk diaduk.

Biarkan ia memanjakan lidah Anda dengan perpaduan kelembutan bubur beras dan labu serta padat renyah butiran jagung dan potongan singkong. Tinutuan akan semakin sempurna jika dinikmati bersama perkedel nike, sejenis ikan di hulu-hulu sungai.

Pengunjung mengaduk tinutuan alias bubur manado yang disajikan di Rumah Makan Wakeke, Manado, Sulawesi Utara, Minggu (10/12/2023). Rumah makan spesialis tinutuan tersebut telah berdiri sejak 1991.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Pengunjung mengaduk tinutuan alias bubur manado yang disajikan di Rumah Makan Wakeke, Manado, Sulawesi Utara, Minggu (10/12/2023). Rumah makan spesialis tinutuan tersebut telah berdiri sejak 1991.

Anda kemudian dapat menambah rasa lainnya sesuai selera, misalnya dengan sambal atau kecap yang tersedia di meja. ”Kami sedia juga bawang goreng, garam juga. Silakan tambah sendiri,” kata Teddy.

Hingga kini, tinutuan masih menjadi menu sarapan lokal kecintaan orang Manado. Untuk itu, depot-depot tinutuan di Jalan Wakeke, termasuk RM Wakeke, buka pukul 06.00-13.30 Wita. Tersedia pula variasi tinutuan tanpa roa, tinutuan roa dengan miedal, dan menu lainnya.

Baca juga: Nikmati Pengkang dan Kwetiau Saat Liburan di Pontianak

Iklan

Sayangnya, Jalan Wakeke kini cenderung sepi kecuali pada Sabtu dan Minggu. Teddy mengatakan, salah satu faktor penyebabnya adalah melemahnya daya beli masyarakat setelah pandemi Covid-19.

Wajar, harga tinutuan di Jalan Wakeke di atas Rp 20.000, sedangkan di kedai-kedai rumahan hanya sekitar Rp 15.000. Di samping itu, lanjut Teddy, pemerintah juga tak mengembangkan wisata kuliner di sana.

”Kelihatannya pengusaha dibiarkan survive sendiri. Kalau memang pemerintah berperan, pasti mereka akan mengarahkan wisatawan untuk datang ke Wakeke sebagai ciri khas Manado,” ujarnya.

Rahang tuna bakar di Rumah Makan Chit Chat, Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (9/12/2023). Makanan tersebut dihidangkan dengan nasi atau singkong rebus, cah kangkung, serta dua macam sambal alias rica, yakni dabu-dabu dan rica bakar.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Rahang tuna bakar di Rumah Makan Chit Chat, Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (9/12/2023). Makanan tersebut dihidangkan dengan nasi atau singkong rebus, cah kangkung, serta dua macam sambal alias rica, yakni dabu-dabu dan rica bakar.

Rahang tuna bakar

Jika sudah mengecap tinutuan di pagi hari, kunjungan Anda ke Manado sudah setengah komplet. Genapilah dengan sebuah hidangan otentik dari lautan ”Bumi Nyiur Melambai” sebagai menu santap malam, yaitu rahang tuna bakar.

Seperti namanya, hidangan ini betul-betul terbuat dari potongan rahang ikan tuna segar yang dibakar di atas bara arang. Dan, seperti umumnya ikan bakar di Sulut, ikan direndam terlebih dahulu dalam larutan ”bumbu” yang terdiri dari dua bahan, yakni garam dan air perasan lemon cui.

Rahang tuna ditetesi perasan lemon cui lagi saat dihidangkan, baru setelah itu ia siap dilahap. Tak perlu sendok atau garpu. Gunakan tangan saja untuk mencuil daging tuna yang segar, lembut, dan juicy di permukaan bagian dalam serta di sela-sela rangka rahang.

Jangan lupakan sambal alias rica bakar serta dabu-dabu sebagai pendampingnya. Kelezatan sempurna dari daging tuna yang segar, dengan rasa asin alami yang bercampur dengan pedasnya sambal khas Sulut, akan memanjakan lidah dan membuat peluh Anda menetes. Huh-hah, nikmatnya!

Rahang tuna dibakar di Rumah Makan Chit Chat, Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (9/12/2023). Meski menyediakan berbagai jenis ikan, spesialisasi rumah makan yang berdiri sejak 2016 tersebut adalah rahang tuna bakar.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Rahang tuna dibakar di Rumah Makan Chit Chat, Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (9/12/2023). Meski menyediakan berbagai jenis ikan, spesialisasi rumah makan yang berdiri sejak 2016 tersebut adalah rahang tuna bakar.

Rahang tuna bakar sebenarnya makanan yang relatif baru. Ia baru populer di Manado dan Bitung kira-kira pada 2015. Sejak itu, rumah makan yang menyediakan hidangan tersebut menjamur.

Namun, salah satu tempat yang menyediakan rahang tuna bakar terbaik adalah RM Chit Chat yang didirikan Serly Sumual (54) pada November 2016 di kawasan pertokoan Marina Plaza, Wenang, Manado.

Lain daripada yang lain, rahang tuna bakar di RM Chit Chat dihidangkan dengan olesan bumbu rahasia dengan berbagai macam rempah yang aromanya membuat liur menetes.

”Bumbunya, ya, bumbu-bumbu Manado biasa, bawang putih, bawang merah, kemiri, dan lain-lain. Dikasih lemon (cui) juga. Itu memang rahasia. Bumbu itu berfungsi untuk menghilangkan rasa anyir (amis) ikan,” kata Serly

Serly menolak menjelaskan lebih detail apa bahan bumbu rahasianya. Tak mau pula ia mengiyakan, apakah ada bahan-bahan seperti serai tumbuk dan kecap dalam komposisi bumbu tersebut.

Bumbu jadi penyebab rumah makan ini laris manis. RM Chit Chat, kata Serly, menjual minimal 150 kilogram rahang tuna dalam sehari.

Serly Sumual (54), pemilik Rumah Makan Chit Chat di Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (9/12/2023). Meski menyediakan berbagai jenis ikan, spesialisasi rumah makan yang didirikan pada 2016 tersebut adalah rahang tuna bakar.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Serly Sumual (54), pemilik Rumah Makan Chit Chat di Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (9/12/2023). Meski menyediakan berbagai jenis ikan, spesialisasi rumah makan yang didirikan pada 2016 tersebut adalah rahang tuna bakar.

Seperti umumnya di rumah makan ikan bakar, Anda diberi pilihan paket-paket rahang tuna bakar berdasarkan ukurannya, berkisar dari Rp 35.000 sampai Rp 65.000. Semakin mahal, semakin besar rahang tunanya.

Satu paket terdiri dari rahang tuna bakar, nasi atau singkong rebus, cah kangkung, rica bakar dan dabu-dabu, serta es teh. Jika nasi atau singkong Anda, bisa tambah sesuai kemauan, atau sampai persediaan habis.

Soal asal usul rahang tuna bakar sendiri, Serly mengaku tak tahu betul. Ia hanya menduga, makanan ini muncul seiring dengan laju industri pengolahan ikan di Bitung.

Rahang tuna merupakan ”produk sisa” dari pembuatan komoditas ekspor, seperti daging tuna beku atau tuna kaleng, tetapi masih memiliki nilai jual.

Karena itu, sejak lama rahang dan kepala tuna telah dijual di pasar-pasar tradisional, tetapi selama ini hanya dihidangkan dengan bumbu woku atau kuah asam. Baru pada 2015-2016, muncul rahang tuna bakar.

Piring-piring berisi rahang tuna bakar siap dihidangkan di Rumah Makan Chit Chat, Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (9/12/2023). Meski menyediakan berbagai jenis ikan, spesialisasi rumah makan tersebut adalah rahang tuna bakar.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Piring-piring berisi rahang tuna bakar siap dihidangkan di Rumah Makan Chit Chat, Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (9/12/2023). Meski menyediakan berbagai jenis ikan, spesialisasi rumah makan tersebut adalah rahang tuna bakar.

Serly sendiri menyumberkan rahang tuna yang ia gunakan dari sebuah pabrik di Bitung. ia bilang, tuna grade A, B, atau C tak terlalu penting saat membicarakan rahang tuna. ”Yang penting masih bagus, tidak gatal. Belum lama di cold storage,” ujarnya.

Budi Wahono, Ketua Ikatan Pengusaha Perikanan (IPP) Sulut, kurang setuju jika rahang tuna disebut produk sisa. Ia menyebutnya sebagai bagian dari ikan tuna yang juga bernilai ekonomis. Namun, penjualannya sejauh ini hanya lokal karena harga yang bagus di pasar setempat.

”Dari dulu masyarakat sudah mengonsumsinya. Rahang tuna bakar sendiri berkembang berkat inovasi dan kreativitas pelaku usaha kuliner lokal,” kata dia.

Jika sudah mencecap rahang tuna bakar, lengkap sudah kunjungan Anda ke Manado. Kalau masih penasaran dengan rasa dua makanan yang enak nan enak sekali ini, berkemaslah, beli tiket, dan bertandanglah ke ”Kota Tinutuan”!

Baca juga: Liburan Akhir Tahun di Padang, Lidah Wajib ”Digoyang” Ragam Gulai

Editor:
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000