Kain, benang sisa jahitan, bahkan baju tak terpakai jangan dibuang. Di tangan orang kreatif, seperti desainer Rinda Salmun, Iyonono, dan Adrie Basuki, bahan yang biasa dibuang berubah jadi baju unik, indah, dan nyaman.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO
·5 menit baca
Kain, benang sisa jahitan, bahkan baju tak terpakai masih bernilai guna. Di tangan orang kreatif, seperti desainer Rinda Salmun, Iyonono, dan Adrie Basuki, bahan yang biasa dibuang berubah menjadi baju unik, indah, nyaman di badan, dan menyehatkan lingkungan.
Tiga desainer muda yang tampil di Senayan City Fashion Nation edisi 17 pada Rabu (27/9/2023) punya satu kesamaan visi, yaitu membuat Bumi lebih sehat dengan sebijak mungkin memakai kain dan bahan pendukung lain bagi karya mereka. Lebih menarik lagi, 51 baju yang ditampilkan sama sekali tidak menampakkan pemakaian bahan bekas pakai. Lewat riset, eksperimen selama bertahun-tahun, mereka memberanikan diri menyulap sampah menjadi baju untuk memperpanjang usia bahan kain sisa pakai dan baju tak terpakai.
Rinda yang paling senior di antara tiga desainer menampilkan 14 looks (tampilan). Ada atasan (kemeja), dalaman (kemben), rok, luaran, dan terusan yang sebagian besar berwarna hitam-putih walaupun ada pula kemeja berwarna biru muda.
Ia mengangkat tema ”Fleurish 2024” pada koleksi terbarunya yang menggunakan aneka bahan, katun, jins dengan hiasan payet dari pernik yang bertahun-tahun tersimpan di gudang karena tak terpakai. Semua baju bersiluet feminin dengan model klasik.
Menurut Rinda, inspirasi pembuatan koleksi tersebut ia dapatkan dari bunga bermekaran. Ia melukiskan keadaan itu sebagai gambaran dunia sedang memulai kehidupan pascapandemi Covid-19.
Tak butuh lama untuk Rinda membuat 14 tampilan, apalagi sejak 2019 Rinda sudah membuat koleksi slow fashion. Kali ini, ia butuh satu bulan untuk membuat koleksi barunya.
Proses kreatif pembuatan baju dari bahan sampah tidak semudah membuat baju dari bahan baru. Untuk benar-benar mampu menciptakan baju ramah bagi Bumi yang nyaman dipakai, tidak berat di tubuh, Rinda membutuhkan waktu efektif tiga tahun. Di awal membuat baju dari bahan sampah, Rinda masih mendapat catatan dari pembeli bahwa bajunya berat, panas di badan.
”Butuh ketelitian. Riset dulu, eksperimen dan tes di awal. Kalau terlalu berat, enggak wearable,” ujar Rinda, Jumat (29/9/2023), di Jakarta, mengenai upayanya untuk mengatasi keluhan pelanggan.
Ia memulai usaha mendayagunakan sampah dengan memilah jenis dan warna kain yang ada di rumah produksinya. Tantangannya, bagaimana membuat baju dari bahan yang sudah ada, tetapi ketika disatukan, ditenun, dijahit menjadi baju tidak berat.
Ketekunan Rinda berbuah. Salah satu koleksi setelan yang dipakai penyanyi Alika berupa rok tutu dibuat berlapis-lapis, ditumpuk dari banyak bahan. Di landas peraga, Alika tampak nyaman memakainya. Rok pun bergerak-gerak saat ia berjalan, pertanda benda itu ringan.
Rinda menjelaskan, rok dengan bahan dilipit, hasil jahitan aneka jenis kain, di atasnya ditambahkan potongan jins bekas. Untuk atasan, kemeja warna biru dari contoh baju yang didesain ulang.
Baju lain, kemeja uniseks warna hitam dengan aksen tali putih dan hitam berbentuk kotak-kotak. Untuk memberi kesan keren, Rinda menambahkan pita-pita beludru dan payet di bagian kancing.
Siapa sangka kemeja itu terbuat dari aneka bahan sisa. Pita beludru dan payet semua dari bahan yang sudah lama tersimpan di lemari Rinda.
Sulaman tangan
Dua desainer muda, Adrie dan Iyo, panggilan akrab Iyonono, membuat koleksi yang tak kalah indah dengan sentuhan karya tangan berupa sulaman dan pembuatan kerajinan tangan untuk membuat pom-pom serta anyaman.
Adrie memamerkan 17 baju terusan, atasan pendek, rok, dan luaran, semua terbuat dari kain hasil daur ulang bernama perca marmer dengan kombinasi batik bulu asal Garut, Jawa Barat, kain tule, dan organza. Mode bajunya juga feminin yang tampak dengan jelas tak hanya pada potongan baju dengan model A (lurus), tetapi juga sentuhan aksen berupa sulaman tangan berbentuk segitiga.
Juara Lomba Perancang Mode Indonesia 2021 tersebut selalu menambahkan tambahan payet atau sulaman tangan. ”Perempuan Indonesia itu suka tampilan yang ada blink-blink-nya. Jadi, walau tidak banyak, unsur itu selalu ada di koleksi baju aku,” ujar Adrie yang pernah membawa baju daur ulangnya ke Paris dan Moskwa.
Pembuatan perca marmer Adrie agak rumit. Setelah memilah jenis dan warna kain sisa produk, ia mencacah bahan, lalu mencetak menjadi kain yang ketebalannya diatur sesuai kebutuhan. ”Kain perca marmer untuk dijual ke Eropa lebih tebal, tapi yang koleksi sekarang lebih tipis dan ringan sesuai iklim Indonesia,” ujarnya.
Ia, misalnya, membuat atasan bermodel u can see pendek dipadu rok lebar warna serba coklat muda. Kain batik bulu dengan bagian timbul di permukaan ia padu dengan perca marmer warna abu di sela rok. Bagian bawah atasan dihias sulaman tangan bentuk segitiga dengan payet.
Koleksi lain, rok lebar ber-layer dan atasan panjang warna merah tua dengan perca marmer warna kemerahan di bagian tengah blus. Lagi-lagi, ia menambah sulaman tangan dan payet. Memberi kesan elegan dan sedikit glamor. ”Semua bajuku harus ada sulaman. Kalau tidak, ibu-ibu yang bekerja di aku enggak ada kerjaan,” ujar Adrie yang merekrut 20 ibu rumah tangga.
Iyo yang mendayagunakan kain sisa produk juga memberi sulaman tangan sebagai aksen yang membuat baju karyanya indah, unik, dan bergaya di 20 tampilannya. Ia membuat baju-baju berdesain klasik. ”Aku lebih banyak bermain di struktur kain karena aku punya pendidikan itu,” kata alumnus Jurusan Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta itu, Jumat (29/9/2023).
Pada pergelaran kemarin, ia membagi koleksinya menjadi tiga bagian dalam tema ”Bermain dengan Waktu”, yang menceritakan kehidupannya sejak kanak-kanak sampai dewasa. Ia membuat luaran, rok, blus, dan celana yang bisa dipakai baik lelaki maupun perempuan.
Mayoritas blus dan rok berpotongan A, lurus dengan lengan setali bersahaja, tetapi unik karena ada sulaman kain dengan rumbai dari kain atau benang pada atasan, terusan, ataupun rok. Pemasangan aplikasi dengan sulaman tangan yang menuntut kerapihan dan kombinasi warna tepat menjadi aksen baju sekaligus mengangkat kelas baju-baju tersebut.
Pada gaun pengantin warna putih, Iyo memberi aksen sulaman tangan yang halus dan rapi ke beberapa bagian gaun tersebut. Gaun pengantin yang sengaja dibuat bersahaja, tak ada blink-blink, justru indah dengan adanya tambahan sulaman berbentuk bulatan tersebut. Pembuatan semua sulaman pada baju dilakukan setelah baju selesai dijahit.
Ada pula blus berwarna abu-putih dari sulaman tangan. ”Perajinku ibu-ibu, harus meluruskan satu per satu kain menjadi bahan anyaman. Butuh ketelitian dan kecermatan. Sebab, kainnya itu lemes sehingga susah menganyamnya,” tutur Iyo tentang blus anyaman berwarna abu-abu yang unik itu.
Sama seperti Adrie, Iyo yang memajang bajunya di Sarinah (Jakarta), juga mal di Bali dan Serpong, Tangerang Selatan, mempekerjakan para ibu rumah tangga pada usaha mode yang dilakukan di Cirebon, Jawa Barat.