Indah, megah, dan mengharukan terasa di kalbu ketika menyaksikan pergelaran baju dari batik Kudus karya Denny Wirawan di rumah adat Kudus Yasa Amrta di Kudus, Rabu (6/9/2023) lalu. Akhirnya batik Kudus jadi tuan rumah.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO
·5 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Semua model berpose pada pergelaran busana berjudul Sandyakala Smara di rumah adat Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023). Pergelaran busana yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation dengan karya terbaru 2023-2024 dari desainer Denny Wirawan tersebut mengeksplorasi keindahan kain Indonesia. Semua karya rancangannya yang bertema batik Kudus ini mengangkat beragam latar belakang budaya.
Indah, megah, dan mengharukan terasa di kalbu ketika menyaksikan pergelaran busana batik Kudus karya Denny Wirawan di rumah adat Kudus Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023). Akhirnya batik Kudus menjadi tuan di rumah sendiri.
Selama ini batik Kudus yang kaya pengaruh budaya Nusantara, Tionghoa, dan Eropa seolah tersingkir dari rumahnya. Seperti karya luar biasa artisan pembatik di daerah lain, batik Kudus selama puluhan tahun merana. Kejayaannya pada era 1930-an hingga 1950 sirna ditelan zaman ketika tahun 1980-an mesin pencetak batik ”melumpuhkan” tangan artisan pembatik Kudus.
Mereka tak berdaya melawan mesin yang dengan cepat memproduksi tekstil ala batik Kudus dengan harga murah. Sebagian artisan beralih pekerjaan, sisanya berdiam diri karena tak mampu melawan kondisi.
Upaya mengembalikan keberadaan batik Kudus mulai dilakukan Bakti Budaya Djarum Foundation sejak tahun 2010. Lima tahun kemudian, lembaga tersebut menggandeng desainer Denny Wirawan untuk memberdayakan artisan batik dan menunjukkan hasilnya kepada khalayak dalam pergelaran busana. Setidaknya empat kali desainer asal Surabaya itu memamerkan karya dari batik Kudus.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Model membawakan busana rancangan Denny Wirawan yang berjudul Sandyakala Smara di rumah adat Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023).
Cara Denny memamerkan batik Kudus selalu mengesankan. Namun, pergelaran pada pekan lalu di Kudus memberi kesan lebih dalam. Ditampilkan di depan rumah khas Kudus, seolah menjadi proklamasi: rumah Kudus untuk bernaung batik Kudus.
Denny mempresentasikan 70 baju pada koleksi bertajuk Sandyakala Smara dalam tiga bagian. Di babak ”Mahajana”, ia membuat setelan klasik, atasan khas peranakan berupa kebaya dan cheongsam untuk melengkapi kain panjang batik Kudus warna dan motif berwarna kalem dan sogan (kecoklatan).
Kebaya putih panjang dan longgar di badan berhias renda menjadi padanan bagi kain-kain warna hijau muda, biru muda, dan kecoklatan. Motif bunga peony, anyelir, dan anggrek menghiasi kain batik dari katun.
”Mayoritas busana peranakan tahun 1930-1950 itu panjang seperti di foto tahun itu. Nyonya dari Eropa memakai kebaya panjang di bawah lutut. Saya kembangkan kebaya dan cheongsam yang menjadi turunan dari busana peranakan,” tutur Denny, Kamis (14/9/2023).
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Model membawakan busana rancangan Denny Wirawan yang berjudul Sandyakala Smara di Rumah Adat Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023). Pagelaran busana yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation dengan karya terbaru 2023-2024 dari desainer Denny Wirawan tersebut mengeksplorasi keindahan kain Indonesia. Seluruh karya rancangannya bertema batik kudus ini mengangkat beragam latar belakang budaya.
.
Kebaya dan cheongsam tak banyak detail demi memperlihatkan keindahan kain batiknya. Selain itu, ada kebaya warna pastel, coklat muda, biru muda berhias bordir bermotif flora dengan hiasan payet. Guna memberi tampilan berbeda, di beberapa kebaya berbahan brokat, Denny menutupnya dengan kebaya panjang yang berfungsi sekaligus sebagai luaran untuk dipakai di kesempatan berbeda.
Untuk menutup ”Mahajana”, ia tampilkan kebaya pendek putih berhias ikat pinggang senada. Bagian bawah kebaya melebar pas dengan kain batik kehijauan dengan gambar bunga besar yang indah. Denny memasangkan selendang putih tipis jadi tudung kepala yang menjuntai, menambah keanggunan pemakainya.
Setelah era busana klasik, para model muncul memakai gaun batik dalam warna lebih ceria. Ada oranye, merah, biru cerah dengan kombinasi motif flora warna putih dan merah, kuning.
Koleksi ”Asmaradana” itu merupakan busana siap pakai dan untuk gala (pesta). Bajunya banyak berpotongan longgar agar bisa mengekspos keindahan si batik. Selain terusan, Denny membuat luaran pendek dan panjang buat lelaki dan perempuan, celana lebar dan luaran model cheongsam untuk perempuan.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Model membawakan busana rancangan Denny Wirawan dalam pergelaran berjudul Sandyakala Smara di rumah adat Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023).
Untuk tampil di pesta, ada gaun berbuntut, setelan celana panjang, dan atasan panjang yang tampak rapi dan anggun. Kesan glamor begitu kentara, misalnya pada terusan sedengkul warna merah menyala dengan bahu terbuka.
Bagian ketiga, ”Layar Sutera” membawa hadirin ke era kekaisaran Tiongkok. Koleksi bagian ini mayoritas baju model kimono untuk perempuan dan lelaki yang menampilkan batik Kudus yang kaya motif fauna, seperti burung hong, naga, kupu-kupu, hingga merak ditambah motif bunga.
Pada tampilan lain, Denny membuat rok lebar tumpuk berwarna hitam bermotif flora dengan pita besar warna hijau menghiasi bagian dada, memberi kesan mewah. ”Pita besar itu untuk mendramatisasi tampilan,” ujar Denny yang alumnus Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budihardjo, Jakarta, itu.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Model berjalan di sekitar taman yang menjadi area pergelaran busana Sandyakala Smara di rumah adat Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023).
Centil dan anggun
Tampilan semua busana karya Denny diperindah dengan aksesori karya EPAJewel. Eliana Putri Antonio, pemilik EPAJewel, membuatkan tusuk konde, jepitan rambut, bros, hingga mahkota dari kuningan dengan detail ukiran rumit berbentuk bunga, daun berhias swarovski dan giok, serta kipas bulu berbentuk bulat untuk para model.
”Aku membuat sekitar 200 aksesori dari kecil sampai besar dan semua buatan tangan. Oleh karena aksesori ini untuk busana peranakan, musti bikin yang sesuai. Ada yang memberi kesan megah, tetapi juga ada yang membuat centil pemakai kebaya klasik seperti para noni zaman itu,” tutur Eliana.
Perempuan yang belajar desain di Tokyo Designer Gakuin, Jepang, tersebut butuh waktu sekitar dua tahun untuk membuat semua aksesori tersebut.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Model membawakan busana rancangan Denny Wirawan yang berjudul Sandyakala Smara di Rumah Adat Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023). Pagelaran busana yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation dengan karya terbaru 2023-2024 dari desainer Denny Wirawan tersebut mengeksplorasi keindahan kain Indonesia. Seluruh karya rancangannya bertema batik kudus ini mengangkat beragam latar belakang budaya.
Menantang diri
Selain katun, Denny juga memakai santung, organza, sutra Garut, dan sutra dari Thailand yang merupakan serat asli untuk dijadikan kain batik. Ia menantang diri membuat batik dari bahan tak biasa itu. ”Pilihan bahan sesuai kebutuhan desain baju aku yang berciri tailored, tapi memang tak mudah buat artisan batik membuat batik dari bahan tebal,” katanya.
Benar saja, bahan yang tadinya kaku ketika dibatik dan melewati banyak proses berubah menjadi lemas. Kain organza menjadi lembut, tak lagi kaku. Warna batik pun tak bisa masuk dengan baik ke dalam sutra Garut. Mestinya berwarna biru, yang muncul malah hitam.
”Sempat stres, tapi enggak boleh menyerah. Saya musti pikirkan cara agar yang bisa dipakai tetap dipakai. Yang rusak banget, ya, sudah,” ujar Denny.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Model membawakan busana rancangan Denny Wirawan dalam pergelaran berjudul Sandyakala Smara di rumah adat Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023).
Tak kurang dari 200 kain batik untuk pergelaran itu dibuat secara khusus. Denny melibatkan Agam Riadi yang merupakan kolektor batik dan desainer interior, Intan Prisanti, dan Desire Siregar. Dua nama terakhir adalah desainer tekstil alumnus Institut Teknologi Bandung.
Agam memberi saran dan menerjemahkan keinginan Denny tentang motif yang diinginkan, Intan dan Desire membuat motif dan peletakan motif pada kain yang akan dibatik. Menurut Denny, pihaknya mendesain sesuai motif asli batik Kudus karena tak bisa memakai batik Kudus masa kini yang diberi tambahan motif baru. Pembatik beralasan itu sesuai permintaan pasar.
Melahirkan karya indah serta mengembalikan marwah batik Kudus memang perlu waktu panjang, kerja keras, dan banyak pengorbanan.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Denny Wirawan menyapa tamu undangan setelah pergelaran busana karyanya yang berjudul Sandyakala Smara di rumah adat Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023). Pergelaran busana yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation dengan karya terbaru 2023-2024 dari desainer Denny Wirawan tersebut mengeksplorasi keindahan kain Indonesia. Semua karya rancangannya yang bertema batik Kudus ini mengangkat beragam latar belakang budaya.