Tuntutan hidup memaksa karyawan kantoran di Jakarta menyerahkan diri pada pekerjaan. Namun, beberapa dari mereka mengambil jarak dari rutinitas lalu berolahraga saat malam. Amankah itu untuk kesehatan?
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·6 menit baca
Tiga lapangan bulu tangkis di kompleks Gelanggang Olahraga Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, Jakarta Selatan, penuh terisi, Senin (4/9/2023) malam. Di satu sudut lapangan, seorang pengguna lapangan yang mengenakan kemeja, celana panjang biru tua, dan sepatu kulit tampak masuk ke kamar kecil dan keluar dengan berganti pakaian olahraga. Di tepi lapangan, beberapa tas kerja tergeletak berdampingan dengan raket dan shuttlecock.
Malam itu, mayoritas pengguna lapangan bulu tangkis di GOR tersebut adalah karyawan yang berkantor di kawasan Kuningan dan sekitarnya. Selepas jam kerja, mereka tidak bergegas pulang untuk beristirahat. ”Kesibukan” baru para karyawan kantoran pun dimulai di arena bulu tangkis. Suara raket memukul kok terdengar bersahutan diselingi canda riang tawa. Tiada wajah letih, kendati beberapa jam sebelumnya mereka masih dijejali setumpuk pekerjaan di kantor.
”Tidak capek ke sini sehabis pulang kerja. Justru saya ke sini (olahraga) supaya sehat dan bisa rehat sejenak dari pekerjaan,” ujar Aidil Azmi (43), salah seorang karyawan swasta yang tengah bermain bulu tangkis bersama rekan-rekannya.
Karyawan kantoran di Jakarta berolahraga bulu tangkis seusai jam kerja di Gelanggang Olahraga Soemantri Brojonegoro, Senin (4/9/2023) malam. Aidil Azmi (bertopi), adalah salah satu karyawan kantoran di Jakarta yang menyadari pentingnya tetap berolahraga di tengah-tengah kesibukan kerja.
Waktu yang dimiliki Aidil, seperti kebanyakan karyawan kantoran di Jakarta lainnya, untuk berolahraga amat terbatas. Saban hari, konsentrasi serta perhatian para karyawan kantoran itu hampir seluruhnya tercurah pada pekerjaan. Sejak fajar menyingsing, Aidil sudah bersiap berangkat menuju kantor. Di kantor, dari Senin hingga Jumat, ia bertugas sejak pukul 07.00 hingga 16.00.
Tidak jarang karena banyaknya tugas yang harus diselesaikan, Aidil terpaksa lanjut bekerja hingga beberapa jam setelahnya. Di tengah tumpukan pekerjaan itu, Aidil merasa waktunya untuk menjaga kesehatan dengan berolahraga nyaris tidak ada. Padahal, ia tergolong orang yang tidak betah berlama-lama duduk di depan layar komputer.
”Kerjaan kalau diikuti terus tidak akan ada habisnya. Kalau sudah begitu, kesempatan untuk olahraga sedikit sekali, cuma ada di akhir pekan. Itu pun akhir pekan sudah waktunya bersama keluarga dan beristirahat supaya ada tenaga untuk kerja di hari Senin,” ujarnya.
Aidil merasa beruntung pihak kantor punya kepedulian memfasilitasi para karyawan untuk berolahraga. Tidak semua perusahaan di Jakarta bersedia membiayai sewa lapangan bagi karyawannya. Kesempatan itu dimanfaatkan Aidil dengan bermain bulu tangkis dengan rekan-rekannya setiap Senin malam setiap pekan.
Selain bulu tangkis, karyawan juga dibebaskan memilih berolahraga tenis meja, tenis lapangan, atau sepak bola mini. Namun, tidak semua karyawan tertarik mengikuti kegiatan itu dan lebih memilih segera pulang. Kelelahan setelah bekerja sejak pagi hingga sore menjadi alasan bagi sejumlah karyawan untuk tidak berolahraga setelah jam pulang kerja. Tidak sedikit karyawan yang kurang beruntung bisa berolahraga karena banyaknya tugas dalam pekerjaan mengharuskan mereka untuk lembur.
Prinsip itu tidak berlaku untuk Aidil. Baginya, sesempit apa pun waktu yang tersedia mesti dimanfaatkan untuk menggerakkan tubuh. Kebiasaan menyisihkan waktu untuk berolahraga sudah dimulai Aidil sejak lebih dari 10 tahun lalu. Dengan kebiasaan ini, ia berharap tidak lekas terserang penyakit.
Karyawan beristirahat pada jam makan siang di Taman Bakrie, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (3/9/2019). Taman seluas 2.800 meter persegi yang dikelilingi gedung perkantoran tersebut menjadi tujuan para pekerja kantoran saat istirahat siang.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada 2019, merilis data penyakit yang paling banyak mengakibatkan kematian di Indonesia. Di peringkat pertama ada stroke dengan 131,8 kasus kematian per 100 ribu penduduk.
Penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian berikutnya adalah jantung (95,68 kasus kematian per 100.000 penduduk), diabetes (40,78 kasus kematian per 100.000 penduduk), dan tuberkulosis atau TBC (33,24 kematian per 100.000 penduduk).
Stroke, penyakit penyebab kematian tertinggi, bisa dicegah secara dini bila masyarakat rutin berolahraga. Rutin berolahraga dapat membantu menjaga tekanan darah agar tetap stabil. Ini karena naiknya tekanan darah menjadi salah satu pemicu terjadinya stroke.
Istirahat maksimal
Selain manfaat jangka panjang, Aidil merasa olahraga bisa membuatnya beristirahat malam lebih maksimal bila dilakukan beberapa jam menjelang tidur. Pengalaman serupa dirasakan Anto Raharjo (41), seorang karyawan swasta di Jakarta. Anto merasa kualitas tidur malamnya meningkat setelah berolahraga.
”Saat tidak berolahraga, badan rasanya kaku dan tidak enak. Setelah olahraga, badan terasa rileks. Saya kebetulan kerja di depan komputer hampir delapan jam sehari. Jadi, memang perlu diselingi aktivitas fisik,” katanya.
Untuk alasan tersebut, karyawan asal Bekasi, Jawa Barat, itu memilih mengorbankan waktu berkumpul bersama keluarga. Bagi Anto, hal itu tidak masalah karena ia menyadari pentingnya olahraga untuk karyawan yang sehari-hari di dalam kantor.
Ari Samiaji (kaus kuning) meluangkan waktu bermain tenis meja di Gelanggang Olahraga Soemantri Brojonegoro, Senin (4/9/2023) malam, selepas bekerja di kantor.
Selama menjadi karyawan di bidang teknologi informasi (IT), Anto merasa kegiatan kesehariannya lebih banyak diisi dengan duduk di depan komputer. Belum lagi dalam perjalanan berangkat dan pulang kerja ia harus duduk di atas sepeda motor selama kurang lebih satu jam.
Kebiasaan ”mencuri” waktu untuk berolahraga selepas kerja ini baru dilakukan Anto pada 2019. Sebelum itu, ia seperti kebanyakan pekerja lain, memilih pulang cepat untuk beristirahat di rumah. Pendiriannya berubah ketika membaca artikel kesehatan yang mengulas potensi penyakit bagi karyawan yang kebanyakan duduk sepanjang hari. Di sisi lain, ia mulai melihat rekan-rekannya banyak yang menderita sakit pada usia muda.
”Dulu sempat malas ikut olahraga. Tapi ini baru muncul kesadaran setelah melihat teman-teman juga. Selain itu, kegiatan ini bisa mengurangi stres karena pekerjaan yang menumpuk. Saya juga jadinya bisa sosialisasi dengan teman-teman di kantor,” ujarnya.
Andi Kurniawan, dokter spesialis kedokteran keolahragaan, mengapresiasi masih adanya karyawan di Jakarta yang mengupayakan waktu untuk berolahraga. Menurut dia, kegiatan itu sangat bermanfaat bagi karyawan meski dilakukan di malam hari.
Andi menyampaikan, berolahraga di waktu pagi, siang, atau sore hingga malam sama baiknya. Meski berolahraga di setiap pilihan waktu itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Saat memutuskan berolahraga di pagi hari, hal yang harus diperhatikan adalah melakukan pemanasan secara cukup dan lama karena otot-otot masih kaku setelah tidur malam yang panjang. Situasi ini berbeda dengan olahraga sore yang mana pemanasan bisa dilakukan dalam sekejap lantaran kondisi otot yang sudah mengendur setelah bekerja atau beraktivitas.
Olahraga pada pagi hari juga menekan risiko terpapar polusi karena kondisi udara relatif belum terlalu banyak terkontaminasi. Sementara bila olahraga dilakukan sore hingga malam, terlebih saat jam pulang kerja di mana banyak kendaraan berlalu-lalang, bisa mengganggu pernapasan karena polusi sedang berada dalam masa puncak.
”Pada prinsipnya olahraga malam itu bisa dilakukan asal jangan terlalu larut. Jangan sampai waktu olahraga bisa mengurangi jatah jam istirahat malam karena idealnya orang dewasa tidur selama tujuh hingga delapan jam,” ujar Andi.
Pendapat senada diungkapkan Staf Pengajar Program Studi Ilmu Kedokteran Olahraga, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Listya Tresnanti Mirtha. Menurut Listya, produktivitas pekerja berbanding lurus dengan kebugaran jasmaninya. Oleh sebab itu, sangat penting bagi pekerja untuk bugar karena mereka akan bisa bekerja secara produktif.
Namun, hal yang perlu digarisbawahi adalah pekerja lebih baik memulihkan kondisi fisik terlebih dulu seusai bekerja sebelum menyambungnya dengan olahraga. ”Kondisi kelelahan yang berlebihan setelah bekerja tentu saja dapat membahayakan tubuh bila langsung dilanjutkan dengan olahraga,” ujarnya.
Listya mengutip beberapa penelitian yang menemukan bahwa suhu tubuh paling tinggi terjadi antara pukul 14.00 dan 18.00 sehingga rentang waktu ini dapat menjadi pilihan saat yang paling siap dan efektif bagi tubuh untuk berolahraga. Namun, olahraga di atas pukul 18.00 tetap aman dilakukan, dengan catatan tidak berdekatan dengan waktu tidur dan juga jenis olahraganya bukanlah berintensitas berat seperti berlari, berenang beberapa putaran, lompat tali, bersepeda secara kompetitif, dan angkat beban berat.