Saat Orang Madura Pulang Haji...
Warga Madura punya ”asajere” atau tradisi menyambut haji. Orang yang pulang haji diarak sepeda motor dan mobil. Lantas mereka syukuran sampai 40 hari. Siapa pun boleh datang untuk ”ngalab berkah”.
Warga Madura punya asajere atau tradisi menyambut haji. Orang yang baru pulang haji diarak sepeda motor dan mobil. Lantas mereka menggelar syukuran yang kadang sampai 40 hari. Siapa pun boleh datang untuk ngalab berkah, menyantap hidangan berlimpah, dan pulang dapat oleh-oleh pula.
Spanduk bertuliskan ”Selamat datang dari Tanah Suci Mekkah & Madinah H Moh. Rido’i -Hj Fatmawati, semoga menjadi ibadah haji yang maqbul dan mabru" masih terpasang di tembok teras rumah pasangan Rido’i (55) dan Fatmawati (48) di Kecamatan Pamekasan, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Senin (17/7/23) malam. Rido’i dan Fatmawati pulang haji pada 6 Juli 2023.
Ketika berangkat haji, mereka diantar keluarga dan para tetangganya yang jumlahnya puluhan orang. Saat pulang, mereka disambut meriah puluhan saudara dan tetangganya di Pamekasan dan drum band siswa SD di desanya dari ujung jalan menuju rumahnya. Jaraknya sekitar 1 kilometer.
Sesampai di rumah, ia tidak bisa langsung istirahat karena saudara, kerabat, dan tetangga yang ingin ngalab berkah sudah menunggunya. Tuan rumah menghidangkan nasi rawon, bakso, kurma, kue kering dan air zamzam.
”Kami juga ngasih oleh-oleh sendok dan handuk kecil bagi peziarah. Anak saya sedia 600 paket,” tutur Fatmawati.
Sejak hari pertama pulang ke rumah sampai 17 Juli, tamu terus berdatangan dan ini akan berlangsung sampai awal Agustus. Biasanya, tamu berdatangan hingga 40 hari sejak kedatangan orang yang pulang haji. Orang-orang Madura percaya, mereka yang pulang dari Tanah Suci membawa berkah hingga 40 hari kemudian. Tradisi ini disebut asajere atau menziarahi orang yang baru pulang haji.
Penyambutan Rido’i dan Fatmawati sebenarnya tergolong sederhana. Untuk warga yang status sosial-ekonominya lebih tinggi, pengantaran dan penyambutan bisa lebih ramai lagi. Melki Amirus Saleh, warga Pamekasan yang tinggal di pinggiran Jakarta, menceritakan, pernah ada penyambutan haji yang rombongannya mencapai 1-2 kilometer. ”Ramai sekali. Orang-orang naik sepeda motor atau mobil. Sebagian bawa trompet seperti orang merayakan Tahun Baru,” ujarnya.
Namun tak semua jemaah haji mau disambut arak-arakan seperti itu. Haji Khaerul Umam Ali Madhar (43), pengusaha Pamekasan yang berangkat haji dengan 14 anggota keluarganya, tidak berkenan disambut seperti itu. “Saya tak mau diarak, biar tak merepotkan banyak orang,” tutur haji Her saat ditemui di Jakarta pada Minggu (16/7/2023), menjelang melanjutkan perjalanan ke Surabaya.
Baca juga: Bagi pelari usia hanyalah angka
Hanya keluarga dekat yang menjemput di bandara Juanda. Mereka lantas naik mobil beriringan langsung ke gudang PT Bawang Emas di Kecamatan Pamekasan yang disulap sebagai tempat menerima para peziarah. Ia hanya menyediakan waktu tiga hari bagi peziarah dari biasanya 40 hari. Ia membatasi waktu untuk peziarah karena ia segera bekerja lagi, termasuk ke luar kota.
Peziarah yang telah menunggu ke gudang dan kantor baru Her yang berdiri di atas lahan seluas 2 hektar pada Senin (17/7/2023) siang mencapai 2.000 orang. Salah satunya Wakil Bupati Pamekasan Fattag Jasin. Mereka menyambut kehadiran Haji Her dan keluarga dengan cara memeluk dan menciumnya di tengah gudang didesain seperti pelaminan.
Jumlah peziarah terus bertambah hingga malam. Lantas disambung setelah subuh esok hari hingga malam lagi. Tak ada waktu istirahat bagi Her dan keluarga demi melayani para tetamu. Her dan istrinya, Serli Citra Dewi, menyambut di ruangan yang sengaja dipisah untuk tamu laki-laki dan perempuan.
Begitu memasuki ruang perempuan, para tamu langsung menyerbu Serli, hingga Syaiful, anggota Kodim Pamekasan dan seorang anggota Polri, meminta para tamu bersabar. Keduanya memberi kesempatan nyonya rumah mengucap syukur sudah tiba di rumah dengan selamat.
Setelah itu, antrean mengular tak henti sampai menjelang pukul 17.00. Syaiful lewat pengeras suara dalam bahasa Madura minta para tamu perempuan tak menyerobot antrean dan berdesakan. Usai bersalaman, tamu duduk saling mengobrol di atas karpet di depan ”pelaminan”. Her dan keluarga membuat tamu baik lelaki maupun perempuan kerasan di gudang yang disulap seperti gedung untuk pernikahan.
Gudang diubah jadi ruang tunggu tamu, menerima tamu, ruang makan tamu. Setiap ruangan seluas lebih dari 300 meter persegi itu berhias gorden putih dan hijau setinggi 8 meter dengan alat pendingin portable. Ruangan terasa sejuk di tengah udara Pamekasan yang panas. Di langit-langit ada beberapa lampu hias untuk penerang di malam hari.
Maklum acara akan berlangsung pagi sampai malam selama tiga hari berturut-turut. Jumlah tamu yang datang selama tiga hari diperkirakan 7.000 orang. Sekitar 3.000 orang merupakan karyawannya, sementara sisanya para kiai, pejabat, tokoh masyarakat, kerabat, dan tetangga.
Zainullah (41), kerabat Her yang menjadi ketua panitia, sudah menyediakan lima macam penganan mulai kurma nabi, cokelat, kacang pistachio, kue kering, kismis di dalam stoples cantik, dan air mineral bagi semua tamu. Para tamu juga akan mendapat satu kotak nasi lengkap dengan sayur, lauk, dan air zamzam. Untuk oleh-oleh, tamu mendapat sajadah.
Panitia membuat dapur besar untuk memasak nasi, lauk bagi tamu yang tak mendapat nasi kotak. ”Biasanya pemuka agama, kiai, atau pejabat tidak diberi nasi boks, tetapi kami ajak makan prasmanan,” jelas Zainullah sambil mengajak Kompas berkeliling tempat tersebut. Namun, jika stok nasi kotak habis, tamu lain bisa ikut bersantap prasmanan.
Untuk menyambut para peziarah, Her menggandeng pengelola acara (event organizer) milik Musarah yang biasa dipanggil Bunda Sarah. ”Kami menyiapkan tempat ini dan memasak,” ujar Sarah.
Ia menyiapkan 3.500 kotak dengan harga per boks Rp 20.000. Belum untuk kebutuhan memasak di dapur, membeli kurma nabi, dan penganan lain.
Jutaan
Berapa kisaran dana yang mesti dikeluarkan orang-orang yang baru pulang dari ibadah haji untuk menjamu tamu? Fatmawati dan Rido’i yang sudah menunggu 13 tahun untuk naik haji tak tahu berapa dana yang keluar untuk keperluan itu. ”Ndak tahu saya, yang ngurus anak dan saudara,” kata Rido’i.
Buat Rido’i, berapa pun dana yang keluar tetap wajar untuk dikeluarkan. Sebab, menjamu orang-orang yang mencari berkah sudah jadi tradisi di daerahnya.
Her juga tak bisa menjelaskan dana yang dia keluarkan untuk menghias gudang, membeli makanan untuk jamuan, oleh-oleh, dan lain-lain. ”Ya berapa yang dibutuhkan saja. Yang penting semua senang,” jawab Her singkat sambil tersenyum.
”Kalau tak mampu seadanya, mampunya air (putih) ya tak apa yang penting bisa kumpul dengan saudara. Bisa merasakan cinta mereka yang datang,” tambahnya.
Melki Amirus Saleh, warga Madura yang tinggal di pinggiran Jakarta, memberikan penjelasan yang lebih detail. Ia bilang, pak haji dan bu haji dari kalangan orang biasa setidaknya mengeluarkan uang Rp 50 juta-Rp 100 juta ketika pulang dari Tanah Suci. Untuk tokoh masyarakat atau yang kelas sosial-ekonominya tinggi, mereka bisa mengeluarkan hingga ratusan juta rupiah. Pokoknya, uang yang keluar bisa jauh lebih banyak dibandingkan untuk ongkos naik haji itu sendiri.
Uang itu antara lain habis untuk membeli bensin bagi sebagian penyambut yang membawa sepeda motor, sewa mobil, menjamu makan-minum selama 7 hari hingga 40 hari, dan oleh-oleh. ”Sepupu saya di Kecamatan Pegantenan, Pamekasan, yang baru pulang haji awal Juli lalu potong satu sapi untuk menjamu tamu. Lha sapi saja harganya sudah sekitar Rp 20 juta per ekor. Itu orang biasa lho. Kalau yang kaya, bisa potong empat sapi,” katanya.
Namun, tidak selamanya tuan rumah mengeluarkan uang. Para kerabat dan tetangga yang datang, lanjut Melki, ada yang membawa sembako untuk membantu tuan rumah sebagai tanda kasih.
Inilah yang terlihat saat penyambutan Her di gudang pabrik miliknya. Para karyawannya membawa satu tas berisi beras dan gula. Di antara mereka ada Isti (26) dan Sofi (31), dua karyawan Her. Mereka membawa sembako sebagai tanda ucapan terima kasih kepada bosnya yang memberi libur ke seluruh karyawannya agar bisa datang ke acara tersebut.
Akar tradisi
Tradisi asajere sudah berlangsung sejak lama dan cukup mengakar di Madura. Budayawan Madura, Zawawi Imron, menceritakan, ketika dia naik haji tahun 1970-an, ia sudah mendapat sambutan hadrah dari saudara dan tetangganya. Berhubung waktu itu belum banyak sepeda motor, begitu sampai di jalan menuju pesantrennya di Sumenep, ia turun dari mobil lalu diarak hadrah hingga 2 kilometer.
Ia memandang asajere seperti perayaan 17 Agustusan, cuma bentuknya dengan kesenian yang ada di desa itu. ”Di desa itu kan kekurangan tontonan. Jadi menghibur diri dengan naik sepeda motor. Saya kira itu jamak dan wajar,” ujar Zawawi, Selasa (18/7/2023).
Agar tak terjebak pada perilaku konsumtif dan ria, ia menyarankan Kementerian Agama agar mengingatkan kepada calon jemaah haji agar setahun sebelum berangkat haji, mereka mengaji kepada kiai soal apa dan bagaimana haji yang baik.
Menurut Zawawi, perlu penekanan kepada calon jemaah bahwa naik haji bukan hanya manasik, lempar jumrah, dan lainnya. Pulang dari haji mereka lantas mendapat predikat haji. Yang perlu ditekankan adalah bagaimana dengan berhaji seseorang dapat memperbaiki diri dan sikap mental agar menjadi ”fotokopi” dari kesempurnaan akhlak Nabi Muhammad SAW.
”Jadi namanya agama bukan hanya shalat, bukan hanya haji, melainkan bagaimana menghargai orang lain, menolong orang miskin, bagaimana membantu orang kekurangan itu bagian dari adab,” ujar Zawawi.
Di Madura, naik haji tampaknya tidak berhenti sebagai urusan ibadah, tetapi juga ada episode lanjutannya secara sosial dan kultural. Orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji sangat dihormati dan mendapat status sosial yang tinggi. ”Kalau shalat di masjid pun, pak haji selalu diberi tempat di depan,” ujar Melki yang juga magister ilmu susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.
Tradisi mengantar dan menyambut orang yang beribadah haji, menurut Melki, secara sosial dan kultural merupakan sebuah bentuk pengakuan atas status orang-orang yang telah menyempurnakan agamanya.
Mari ngalab berkah dari bapak dan ibu haji.