Kereta panoramik pertama di Indonesia resmi beroperasi dari 24 Desember 2022 hingga 8 Januari 2023. Masih perlu banyak evaluasi untuk menyempurnakannya, tetapi kereta ini merupakan tonggak awal sebuah perubahan.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
Gunung, bukit, dan pepohonan seolah terbingkai dalam kanvas besar. Makin jauh obyek pandang, makin tebal pula awan kabut putihnya. Kabut itu pun seperti menyatu dengan suasana dingin dalam kereta panoramik yang bersuhu 23,9-24,5 derajat celsius pada Kamis (29/12/2022) siang itu.
Pemandangan menakjubkan hamparan sawah dan ladang luas berlatar gunung dan bukit ini baru tersuguh setelah melewati Stasiun Cirebon. Sebelumnya, lanskap ironi etalase gedung bertingkat bersanding rumah padat penduduk di pinggiran rel.
”Akhirnya,” ucap salah seorang dari 46 penumpang kereta panoramik rute Jakarta-Yogyakarta, Alfi Rafi (25) ketika hamparan sawah menyapa pandangannya.
Kekaguman lain muncul saat melewati terowongan yang bercahaya dari dua garis lampu LED di sepanjang dinding terowongan. Pantulan suara raungan kereta juga berdengung hingga mengetuk gendang telinga. ”Keren,” ujar sejumlah penumpang secara serempak sambil mengeluarkan gawai mereka untuk mengabadikan momen tersebut.
Walakin, keheranan bukan hanya milik para penumpang di kereta itu. Petani yang menggarap sawah pun sejenak berhenti untuk melihat kereta panoramik melintas.
Tidak hanya petani dan warga sekitar yang terdiam saat kereta panoramik melintas. Para penumpang eksekutif lainnya di bagian kereta belakang juga berhamburan melihat saat kereta berhenti di Stasiun Cirebon dan Purwokerto.
Ada yang berfoto dengan tulisan ”Panoramic”, ada juga yang masuk ke bagian dalam untuk memotret.
Sejak awal diujicobakan pada pertengahan tahun 2022, kereta panoramik ini mengundang penasaran. Antara ragu tapi ingin berkecamuk. Sejenak yang terlintas adalah Glacier Express dengan pemandangan pegunungan Alpen dari Andermatt ke Zermatt, Swiss, yang berselimut salju.
Di Indonesia, walau dioperasikan saat musim hujan, panorama yang dihadirkan berbeda meski tetap berhasil menyihir penumpang dengan pepohonan, sungai, perbukitan, dan hamparan lahan pertanian.
”(Kereta panoramik Swiss) salah satunya yang menjadi inspirasi,” ungkap Vice President Public Relations PT Kereta Api Indonesia (KAI) Joni Martinus.
Joni menambahkan, kereta ini hasil modifikasi kereta kelas eksekutif oleh Balai Yasa Surabaya Gubeng. Interiornya memiliki ciri khas yakni berada pada bagian kacanya.
Pada atap, terdapat 12 kaca setebal 20 milimeter yang berdimensi 2,2 meter x 0,45 meter dengan kemiringan 35 derajat. Kaca bagian atap ini dapat ditutup secara otomatis menggunakan remot sehingga penumpang tidak akan merasa silau ketika mengambil perjalanan siang.
Bagian samping kereta juga memiliki 12 unit kaca sepanjang 2,2 meter berlebar 1 meter dengan tebal 20 milimeter yang sayangnya pada kursi bernomor genap pandangannya terhalang sekat antarkaca sehingga mengganggu penglihatan.
Kereta panoramik rencananya akan diubah jalurnya menjadi Bandung-Surabaya dengan KA Argo Wilis. Ini untuk menyajikan pemandangan alam yang lebih indah.
Kursi penumpang yang berwarna merah bata tak jauh berbeda dengan kelas eksekutif, tetapi meja makan dan sandaran kakinya dimodifikasi lebih nyaman. Toiletnya pun lebih luas, harum, berbahan keramik, dan bernuansa putih bersih.
Para penumpang juga memperoleh makan siang, makanan ringan, air mineral, dan beberapa obat-obatan yang sudah termasuk dalam tiket seharga Rp 1 juta. Harga ini lebih kurang mirip dengan harga tiket Glacier Express Classic untuk kelas dua. Semula ada tiket panoramik yang dijual Rp 750.000, tetapi ludes. Kompas juga sempat kesulitan memperoleh tiket karena tingginya animo penumpang.
”Dengan harga Rp 1 juta untuk menikmati pemandangan saat perjalanan dan akomodasi sudah cukup bernilai,” ujar Alfi yang membandingkan dengan fasilitas kelas eksekutif.
Saat ini, kereta panoramik baru tersedia pada dua rangkaian kereta, yaitu rute Jakarta-Yogyakarta dan Yogyakarta-Jakarta dengan KA Taksaka yang berdurasi perjalanan sekitar 8 jam dengan jarak tempuh 512 kilometer. Kereta ini beroperasi hanya sepanjang momen Natal dan Tahun Baru yakni 24 Desember 2022-8 Januari 2023.
Pasca perjalanan di Natal dan Tahun Baru ini, evaluasi akan dilakukan. Sebab, beberapa kendala dan keluhan sempat muncul. Misalnya, selain kursi nomor genap yang terganggu sekat antarkaca, kursi bagian depan juga terlalu tak banyak bisa menikmati pemandangan karena tertutup dinding bagian depan kereta. Adapun muncul wacana perubahan jalur Bandung-Surabaya dengan KA Argo Wilis untuk menyajikan pemandangan lebih indah.
Malam hari harusnya ada bintang, tetapi karena akhir tahun, langit yang indah itu cukup sulit ditemukan.
Namun, untuk perjalanan malam hari, tampaknya tak akan jauh berbeda. Keluhan penumpang, yakni tak menemukan langit indah berbintang, sulit terakomodasi. Selain itu, keamanan juga perlu ditingkatkan mengingat bagian rem sempat terlilit beberapa hari lalu.
Apapun alasannya, sebuah inovasi dalam pariwisata perlu terus ditingkatkan. Perjalanan yang menawarkan keindahan ini dapat menjadi suatu langkah konkretnya.
Bagaimana, penasaran mencoba sensasi Swiss di Tanah Jawa? (Z11)