Hidangan fusion terutama tradisional dan internasional selalu menarik tak hanya untuk dinikmati, tetapi juga dipahami unsur-unsurnya. Kelezatan ala keduanya tercipta dari padu padan yang dinamis dan menarik.
Oleh
Wisnu Dewabrata
·5 menit baca
Yang namanya kolaborasi, apalagi dalam bentuk duet chef berkaliber internasional, pastinya berpotensi menghasilkan sejumlah kelezatan kuliner, yang unik sekaligus menarik. Tambah lagi tema yang diusung pun lumayan berisi, ”Farm To Table”, yang bertujuan mulia mempromosikan bahan makanan produksi lokal demi menjaga keberlangsungan lingkungan.
Dalam pergelaran kuliner, yang digelar Hotel Four Seasons Jakarta, Rabu (24/3/2021), kedua chef, Excecutive Chef Marco Violano dan Chef Mili Hendratno, juga saling memadukan kekhasan masing-masing. Kepiawaian serta ciri khas keduanya bersatu dalam sejumlah menu hidangan padu padan (fusion cuisine), yang secara cita rasa juga kerap mengejutkan.
Dalam acara undangan petualangan gastronomic di Alto Restaurant and Bar tersebut, kedua chef menyajikan tiga susun menu makan siang, yang disajikan secara cermat. Perpaduan terutama teknik memasak dua negara, Italia dan tradisional Indonesia, bahan baku dan bumbu-bumbu, baik lokal maupun internasional, membuat momen makan siang ini jadi amat berkesan.
”Beberapa bahan baku lokal yang kita pakai, seperti kepiting dari Surabaya dan gurita dari Gunung Kidul, Yogyakarta. Juga ada ubi dan singkong, yang kami jadikan bahan membuat salah satu elemen di menu utama (main course), Cassava Gratin,” ujar Chef Mili.
Pada menu permulaan (starter) juga digunakan buah sukun (breadfruit), yang dimasak tengan teknik confit. Pada menu sama berbahan utama daging gurita asap tersebut duo chef memadukan citarasa lokal Indonesia lewat kehadiran bumbu kecombrang dan daun kemangi.
Padu padan rasa aneka bumbu beraroma kuat tersebut semakin meningkatkan derajat kejutan dari daging gurita asap, yang sama sekali tak terasa kenyal saat diiris lalu dilumat dalam mulut. Menurut Chef Mili, teknik penyajian menu starternya ini tetap menggunakan pendekatan hidangan ala Italia.
”Daging guritanya terlebih dahulu saya rebus (hardboil) lalu setelah itu diasapi tak terlalu lama, sekitar dua atau tiga jam saja. Makanya tekstur dagingnya tak kenyal,” tambah Chef Mili.
Sementara itu pada menu sajian sup, Chef Marco tampak lebih dominan, dengan menghadirkan hidangan pasta Ravioli ala masakan rumah, yang diberi banyak pendekatan berani. Selain mengisi raviolinya dengan daging kepiting Surabaya, dalam menyajikannya pun sang chef mengadopsi pendekatan kuliner China, dan dinamai ”Jahe Emprit Consomme”.
Ketimbang menyajikannya dengan keju dan krim seperti layaknya hidangan pasta, Chef Marco memasukkan raviolinya ke dalam kuah kaldu (consommé) ayam dengan jahe dan lemon. Hasilnya lumayan mengesankan.
Nuansa Oriental sekaligus Eropa hadir berdampingan, lengkap dalam setiap gigitan ravioli serta seruputan kuah kaldu ayamnya. Cara penyajiannya pun lumayan demonstratif, sang chef menuang kuah kaldu panas dalam teko transparan ke piring berisi beberapa potong ravioli berbentuk donat, yang berisi daging kepiting.
”Saya memang terinspirasi kultur China di mana bahan seperti daging kepiting dan kaldu ayam bisa hadir dalam satu olahan. Raviolinya sendiri berbentuk donat dengan isian daging kepiting. Pemakaian jahe dan lemon juga mengikuti cara pengolahan kepiting Surabaya. Jadi semua bahan-bahannya juga perpaduan,” ujar Che Marco.
Dua kreasi menarik Chef Marco selanjutnya adalah menu Risotto Ossobuco Rendang dan Hydro Aged Veal Striploin Parmesan Butter Cheese. Risottonya sendiri terbuat dari bahan beras mewah medium grain asli Italia, Carnaroli. Beras itu dimasak dengan bumbu saffron serta keju parmesan dan mentega. Citarasanya bisa ditebak, aromatik dan sangat gurih serta berkrim.
Citarasa gurih berkrim dan aromatik tadi kemudian berpadu padan cantik dengan potongan daging olahan Ossobuco bercitarasa rendang, yang dilapisi lembaran emas food grade alias bisa dimakan. Tak seperti tekstur daging rendang konvensional, olahan daging paha sapi yang dipotong melintang khas Italia (Ossobuco) ini jauh lebih empuk dan bersari. Aroma rempah rendang dagingnya pun terbilang lembut dan terasa membaur (blending) dengan aroma saffron yang tak kalah eksotis.
Setelah dimanjakan dengan sejumlah kelezatan hidangan fusion, Chef Marco memuncaki sajiannya kali ini dengan menghadirkan menu utama steik daging sapi dry-aged yang dikeringkan selama 28 hari. Steik lezat tersebut juga didampingi sejumlah kreasi fusion menarik, yang tentu saja berbahan baku lokal.
Sebagai sumber karbohidrat, Chef Marco mempersiapkan pendamping gratin dari lapisan irisan umbi singkong, yang dipanggang setelah diberi taburan melimpah parutan keju parmesan, cheddar, susu, dan krim. Biasanya gratin sendiri terbuat dari kentang.
Dan, elemen kejutannya adalah penambahan bumbu saus cajun, yang pastinya bercita rasa pedas, serta acar bawang merah. Rasa pedas sendiri terbilang tak terlalu lazim mendampingi hidangan steak ala Barat atau Eropa, apalagi ditambah dengan rasa masam dari acar bawang merah.
Meski demikian, citarasa steik pedas ini menjadi lebih menarik ketika berpadu padan dengan citarasa gratin umbi singkong, yang terasa manis, agak gurih, dan renyah. Tak cukup di situ, steik pedas ala Cher Marco ini juga semakin diperkaya citarasanya dengan dua elemen pendamping lain, Mushroom Forestier dan Smoked Napa Cabbage.
Pada ujung makan siang mewah ini, kedua chef menyajikan hidangan penutup tak kalah menarik, yang terinspirasi Es Pisang Ijo khas Makassar. Dengan menggunakan pendekatan teknik pastry Eropa, keberadaan pisang diterjemahkan ke dalam bentuk cremeux alias sajian cuci mulut mirip mousse namun lebih berkrim.
Pisang creamy (cremeux) tadi melapisi cake Sumatra Pandan Sponge. Sebagai pelengkap, sebelum dinikmati sajian ini terlebih dahulu disiram dengan kuah santan. Sajian ini benar-benar memberi pengalaman baru dalam menikmati kudapan tradisional, yang seolah naik tingkat menjadi hidangan internasional berkat cara dan Teknik penyajiannya.
Menikmati menu-menu sajian fusion memang kerap memberi pengalaman serta rasa petualangan berbeda.