Restoran Olamita menjagokan sejumlah menu olahan ikan, baik air tawar maupun laut. Salah satu cara yang paling populer adalah membumbuinya dengan sambal bumbu dari cabai merah (bala rica).
Oleh
Wisnu Dewabrata
·4 menit baca
Pada dekade 1980-an, penyanyi Eddy Silitonga memopulerkan lagu berbahasa Gorontalo, ”Binde Biluhuta”, berkisah tentang salah satu kuliner khas asal daerah berjuluk ”Negeri Serambi Madinah” itu.
Binde atau juga ditulis Binthe Biluhuta adalah santapan lezat khas Gorontalo berupa sayur jagung siram. Bahan-bahannya terbilang sederhana, tetapi kaya gizi. Ada sejumlah sayuran seperti daun pepaya, kemangi, dan daun bawang, serta tentu saja jagung manis pipilan.
Sebagai pemberi tekstur sekaligus cita rasa gurih, Binde Biluhuta ditambahi parutan daging kelapa. Selain itu, juga ada satu lagi bahan yang tak kalah penting dan harus ada, suwiran daging ikan asap. Bahan bumbu sayuran ini juga tak rumit. Hanya bumbu dasar bawang merah dan putih, garam, dan merica.
Selain sederhana, dari sejarahnya hidangan ini juga dikenal egaliter. Dia bisa dan biasa dinikmati beragam kalangan, mulai dari para raja hingga rakyat jelata. Binde Biluhuta kabarnya sudah dikenal sejak abad ke-15.
”Kalau orang Gorontalo sekarang biasa menikmatinya untuk sarapan,” ujar Ihsan Averroes Wumu, Rabu (24/2/2021), saat ditemui di Restoran Olamita. Restoran miliknya itu berada di kawasan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, dan berspesialisasi menyajikan aneka olahan ikan laut bakar dan juga makanan khas Gorontalo.
Setidaknya sejak lima tahun terakhir, Ihsan konsisten menghadirkan sejumlah menu khas tradisional daerah asal orangtuanya itu, terutama hidangan beragam menu olahan dan berbagai jenis ikan laut. ”Olamita” sendiri berarti seruan pujian untuk masakan atau hidangan yang lezat. Seperti ketika mendiang pakar kuliner Bondan Winarno berucap, ”Maknyus!”
Untuk menu Binde Biluhuta, Ihsan memberi sentuhan istimewa, yakni suwiran ikan cakalang fufu. Ikan cakalang asap yang memang terkenal kelezatannya asal kawasan Indonesia timur. Namun, Ihsan menyebut daging ikan asap yang digunakan bisa dari jenis ikan lain, tak harus cakalang.
Untuk meningkatkan level kelezatan saat dinikmati, orang bisa menambahkan sambal ulek dengan derajat kepedasan sesuai selera masing-masing. Air perasan jeruk nipis dan kecap manis pun sah-sah saja jika ingin ditambahkan demi memberi petualangan rasa di lidah.
Olahan serba ikan
Selain menu andalan sayur jagung siram kuah tadi, Restoran Olamita juga menjagokan sejumlah menu olahan ikan, baik air tawar maupun laut. Semuanya bisa dimasak dengan beragam cara. Salah satu cara yang paling populer adalah membumbuinya dengan sambal bumbu dari cabai merah (bala rica).
Menu ikan berbumbu bala rica pertama yang disajikan berbahan baku bagian rahang ikan tuna. Panjangnya sekitar 30 sentimeter dengan berat kira-kira 600 gram. Rahang ikan tuna itu menurut Ihsan memang sengaja dia datangkan dari sejumlah lokasi, seperti Gorontalo, Bitung, dan Ambon.
Rahang ikan tuna tadi berasal dari ikan-ikan tuna tangkapan berukuran raksasa, dengan berat 60-100 kilogram. Ikan-ikan tuna sebesar itu biasanya menjadi standar bahan utama membuat sushi atau sashimi oleh para chef di hotel-hotel berbintang lima kelas internasional.
Saking besarnya, jangan heran jika pada bagian rahangnya saja masih terdapat banyak kandungan daging. Dengan isi daging ikan yang melimpah itu, rasanya satu porsi nasi panas tak akan cukup untuk mendampinginya. Apalagi ditambah cocolan sambal bumbu rica pedas menggelora, yang membuat orang seolah tak bisa berhenti menyuap walau wajah sudah basah oleh keringat dan lidah terbakar kepedasan.
Tak hanya menu ikan laut, pada menu selanjutnya, Restoran Olamita juga menawarkan sensasi kelezatan berbeda dari olahan hidangan daging ikan air tawar. Mujaer Bilenthango, yang juga tak kalah menggoda.
Selain dilengkapi sambal bumbu (rica), teknik memasak sajian ini juga berkontribusi memberi sensasi rasa unik. Sebelum dimasak ikan mujair terlebih dahulu dibelah dan dibersihkan bagian dalamnya.
Hanya bagian kulit luar ikan yang kemudian digoreng di atas wajan, yang terlebih dahulu dialasi dengan daun pandan. Sementara bagian atas atau perut dalam ikan dibaluri sambal bumbu. Minyak panas hanya disiram-siramkan ke atasnya hingga matang tanpa ikan perlu dibolak-balik.
Tak hanya pedas gurih, aroma wangi yang samar dari daun pandan lumayan memberi sensasi rasa menarik. Selain itu, lagi-lagi, cita rasa pedas membakar kembali membangkitkan nafsu makan. Terutama ketika Mujaer Bilenthango bertemu seporsi nasi panas lainnya.
Sebagai penambah hidangan ringan bertekstur, Restoran Olamita juga menawarkan gorengan perkedel jagung, Perkedel Binde, nan gurih dan berukuran besar. Tak jarang Perkedel Binde juga terlebih dahulu dinikmati para tamu sambil menunggu menu pesanan mereka matang dimasak dan disajikan.
”Kami memang baru memasak berdasarkan order. Bagi para pelanggan kami, mereka biasanya sudah paham. Jadi beberapa saat sebelum datang ke sini, mereka sudah telepon agar dimasakkan. Sampai di sini tak lama masakan matang. Kami memang berusaha menjamin masakan yang disajikan selalu fresh,” tutur Ihsan.
Menu terakhir yang juga menjadi andalan sebetulnya merupakan hasil kreasi Ihsan sendiri. Bahan bakunya divariasikan dengan menggunakan kepala ikan salmon, yang besarnya lumayan, seberat 250-300 gram. Kepala ikan salmon segar itu diolah menjadi Kuah Asam Kepala Salmon.
Keunikannya, cita rasa daging salmon yang gurih terasa kontras berpadu padan dengan rasa asam dari kuah serta irisan tomat yang berlimpah. Cocok dinikmati dan diseruput kuahnya selagi panas. Tekstur kulit kepala ikan salmon yang tebal dan kenyal juga lumayan memberi sensasi tersendiri saat dikunyah.
Jika disimpulkan, semua menu hidangan andalan khas Gorontalo tadi memang lezat.