Dimensi Rasa Chef Nando
Dari kecil pula, Chef Fernando Suryono Sindu terpapar beragam jenis makanan dari banyak negara karena sering bepergian bersama ayahnya yang bekerja di perusahaan penerbangan.
Sejak kanak-kanak, Fernando Suryono Sindu telah menemukan hasratnya pada dunia kuliner. Meskipun sempat ditentang oleh sang ayah, ia bertekad terus menekuni hasrat itu. Lahir dari kecintaan, ia membuktikan bahwa sepiring masakan adalah sebuah karya seni.
Ketika dihubungi pada Rabu (13/1/2021), chef bersapaan Nando ini sedang sibuk-sibuknya berkreasi menciptakan menu baru di Restoran Cork & Screw Country Club yang berlokasi di Senayan National Golf Club, Jakarta. Memakai masker rangkap, energinya meluap-luap untuk melahirkan inovasi menu yang disebutnya sebagai extraordinary.
Tak hanya untuk Cork & Screw Country Club, menu -menu juga ia siapkan untuk restorannya yang masih sama-sama beroperasi di bawah bendera perusahaan jaringan bisnis restoran Union Group, yaitu Restoran Benedict di Grand Indonesia dan Pasific Place. Selain itu, Chef Nando juga aktif dari belakang layar untuk dua lagi restoran miliknya, yaitu SevenFriday Space di Plaza Indonesia dan Canting di Yogyakarta.
Selain menu makanan baru yang berbeda dari kebiasaan, pandemi juga menuntut chef alumnus The Culinary Institute of America, New York, Amerika Serikat, ini untuk bekerja di luar kebiasaan. Restoran-restoran yang berada di bawah tanggung jawabnya “dipaksa” untuk mengubah konsep dari restoran yang fokus melayani tamu yang makan di tempat berubah menjadi restoran yang memberi pelayanan ekstra dengan hantaran makanan ke rumah.
”Hal ini tidak biasa saya lakukan di restoran saya yang fokus di makanan casual fine dining. Biasanya, inovasi bagaimana caranya teknologi baru dengan rasa yang orisinal atau kita membuat makanan berbeda dengan presentasi baik. Tapi ini beda: membuat makanan yang enak, rasa sedikit berbeda, tapi visi sama,” ujar Chef Nando yang meraih Best Eats Chef of the Year 2019.
Sempat terpuruk di bulan pertama pandemi, restoran seperti Benedict serta Cork & Screw Country Club pelan-pelan bangkit dengan inovasi pelayanan di bidang hantaran makanan. Pengalaman bangkit melawan pandemi itu kemudian juga dibagikan Chef Nando untuk memberi semangat bagi sesama pelaku kuliner ketika ia menjadi pembicara di beberapa kesempatan.
”Saya ingat pesan dari chef mentor saya: you cook until the last plate you cook. Memasak dari hati, hasilnya akan banyak beda. Kita tidak mem-PHK orang satu pun. Mereka melihat kita berusaha berbuat yang terbaik. Gaji 50 persen waktu di awal pandemi, tapi mereka memberikan dirinya 100 persen. Saya melihat itu fondasi ke depan untuk berkembang lebih baik lagi,” katanya.
Trik cerdik
Restoran pun harus berubah dari konsep casual fine dining yang menonjolkan keunggulan atmosfer restoran serta kualitas prima pelayanan menjadi mengusung makanan rumahan. ”Dari makanan lebih gourmet harus tiba-tiba berubah ke comfort food yang lebih sederhana. Resepnya susah dirumuskan, formulanya masih harus terus dicari,” tambahnya.
Agar racikan masakan yang biasa dicicipi di restoran tetap terasa lezat saat disantap di rumah, berbagai trik cerdik pun dilakukan. Menu favorit di Restoran Benedict, seperti homemade waffles and fried chicken, yang biasanya dibuat untuk satu orang dirombak takarannya bagi satu keluarga.
Baik wafel maupun ayam dimasak tiga per empat matang lalu dibungkus kantong kedap udara. Di dalam paket pengiriman diselipkan kartu cara memanaskan. Dengan cara ini, perpaduan unik rasa manis wafel dan gurih berempah daging ayam goreng tepung tetap terasa senikmat ketika disantap di restoran.
Wafel disajikan dengan tambahan telur yang direbus (poached) menggunakan teknik memasak ala Perancis kuno sous vide yang memberi efek meleleh pada kuning telur yang sudah sepenuhnya matang. Perpaduan sensasi creamy dari lelehan kuning telur, manis wafel, dan gurih ayam goreng tepung semakin diperkaya siraman sirop maple.
Hidangan juga dilengkapi saus southern gravy dan saus pedas sriracha asal Thailand. Dalam satu sajian, ada banyak cita rasa. ”Ini benang merah masakan saya: perpaduan asin, manis, kecut, crispy, creamy.... Harus ada semua di makanan saya. Saya suka spektrum makanan yang ramai dan wide,” kata Chef Nando.
Karena dimakan di rumah, harga menjadi tidak terlalu mahal. Konsumen tidak lagi dibebani biaya pelayanan di restoran. Hasilnya, hampir semua makanan yang dijual dengan konsep pesan-antar laris manis. Penjualan menu spesial feast at home berupa kalkun pada Natal lalu bahkan melonjak di atas ekspektasi.
Inovasi lain yang tak kalah sukses adalah menghadirkan menu rantangan berisi masakan Indonesia. Satu paket rantangan, antara lain, berisi ayam bakar rujak, cumi oseng mercon dengan sambal belimbing wuluh, oncom leunca, terong raos, tempe mendoan, tahu goreng, sambal dadak, nasi liwet dengan teri dan pete.
Bagi sebagian klien fanatik dari kalangan tertentu, menu hantaran ke rumah tetap tak memuaskan kerinduan pada jamuan yang menghadirkan sosok Chef Nando. Karena itu, usaha jamuan privat yang sudah dirintis Chef Nando sejak pertama kali pulang ke Tanah Air justru semakin menemukan peminatnya pada masa pandemi.
Saking tingginya permintaan, ia menyanggupi maksimal hanya lima jamuan privat per bulan. ”Selain rasa, mereka pengin dapat dimensi satisfaction yang lain. Saya yang masak sendiri. Jadi, makanan itu banyak sekali yang experimental cooking. Semakin lama kita bercerita, semakin interesting makanan yang akan dimakan itu,” ujar Chef Nando.
Masakan Indonesia
Kerendahan hati untuk menerima masukan juga menjadi keunggulan Chef Nando. Ia selalu menyediakan diri untuk kritik dari konsumen. ”Apalagi istri saya, mulutnya sangat pedas. Kalau ngomongin makanan Indonesia, dia paling gawat. Dia bisa bilang enggak enak. Saya lihat apa yang salah,” ujarnya.
Masakan Indonesia mendapat tempat istimewa di hati Chef Nando yang pernah bekerja di restoran berbintang Michelin di Amerika Serikat. Ketika pulang ke Tanah Air tujuh tahun lalu, almarhumah ibunya sempat memberi amanah agar ia belajar masakan Indonesia. Ia pun lantas jatuh cinta lagi pada masakan Tanah Air.
”Mama bilang kepada saya: kamu jago masak, Mama akui. Tapi, Mama suruh kamu bikin sop buntut aja enggak bisa. Kamu itu orang Indonesia, kamu punya kulit orang Indonesia, tapi kamu enggak bisa bikin masakan Indonesia. Di situ saya mikir, tapi saya masih mikir makanan Indonesia gampanglah. Actually saya lakukan itu karena saya tahu masakan Indonesia itu rumit banget,” ucapnya.
Chef Nando kemudian kembali belajar masakan Indonesia dari beragam sumber, mulai dari buku, pesan makanan lewat hantaran daring, hingga berelasi dengan pemilik restoran. Beberapa waktu lalu, Cork & Screw Country Club berkolaborasi menghadirkan dua versi menu laksa betawi lewat kelezatan klasik ala Rumah Makan Betawi Soto H Ma’ruf sekaligus sentuhan modern Chef Nando.
”Di Amerika, belajarnya teknik, bukan rasa. Kalau ngomongin, rasa harus belajar dari orang Indonesia. Makanan Indonesia sudah punya kelas. Kita yang perlu reinvented agar bisa lebih keren lagi dari apa yang sudah ada. Sebagai chef mesti berani take a risk, orang pelan-pelan akan mengerti,” katanya.
Sejak usia 9 tahun, Chef Nando sudah mulai masuk dapur. Ingatannya tentang rasa masakan sangat kuat dan membekas. Rasa saat pertama kali menyantap makanan legendaris, seperti Bakmi Boy, di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan, masih terkenang hingga sekarang.
”Salah satu menu ikonik Mama saya. Papa dan Mama saya pacaran makan Bakmi Boy. Ada spesifik makanan yang sampai sekarang masih ingat pertama kali saya merasakan,” ujarnya.
Dari kecil pula, ia terpapar beragam jenis makanan dari banyak negara karena sering bepergian bersama ayahnya yang bekerja di perusahaan penerbangan. ”Saya punya angan-angan punya restoran di Amerika Serikat dengan menu makanan Indonesia. Ingin dikenal sebagai chef Indonesia yang punya restoran Indonesia, tapi juga cinta makanan Indonesia dan membawa makanan Indonesia ke luar negeri,” ujarnya.
Lewat masakan Indonesia, Chef Nando bertekad menebarkan spektrum rasa yang tak hanya enak, tetapi juga berseni.
Fernando Suryono Sindu
Pendidikan:
- Associates in Occupational Studies, Culinary Arts di The Culinary Institute of America, New York. (Maret 2008-November 2009)
- Bachelor of Science, Computer Science di Massey University, Selandia Baru. ( Januari 2005-Juni 2007 )
- Bachelor of Science, General Science di Windsor University, Kanada. (September 1999-December 2003)
Pekerjaan, antara lain:
- Executive chef di Cork And Screw Country Club, Jakarta (September 2018-sekarang)
- Chef proprietary di SevenFriday Space, Jakarta (Juli 2017-sekarang)
- Chef proprietary di Restoran Benedict Restaurant Jakarta (Januari 2015-sekarang)
- Chef proprietary di Restoran Canting Yogyakarta (Juli 2014-sekarang)
- Chef owner Restoran Umabo Jakarta (Desember 2013-2016)
- Kitchen consultan/owner di HFS PTE LTD, Singapura (Juni 2011-Februari 2015)
- Executive Am Sous Chef di Boqueria Soho, New York (Maret 2010-Mei 2011)
- Line cook di Oceana, New York (November 2009-Februari 2010)