Industri Musik Bertransformasi dengan Layanan ”Streaming”
Generasi milenial dan generasi Z makin banyak menggunakan platform digital untuk mendengar musik secara daring (streaming). Sebuah laporan menyebut, mereka menghabiskan rata-rata 18 jam per minggu untuk streaming musik.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menikmati dan mendistribusikan musik secara daring menjadi keniscayaan. Cara ini dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, ditambah pandemi Covid-19 yang mempercepat digitalisasi. Musisi dan para pelaku industri musik sebaiknya memanfaatkan momentum ini untuk kolaborasi dan menjangkau audiens yang lebih luas.
Head of Music and Content Resso Indonesia Christo Putra mengatakan, milenial dan generasi Z semakin banyak menggunakan platform digital untuk mendengar musik secara daring (streaming). Mengutip laporan Global Web Index 2020, ia mengatakan, milenial dan generasi Z menghabiskan rata-rata 18 jam per minggu untuk streaming musik.
”Ini menunjukkan bahwa musik berperan besar di hidup mereka. Selama karantina mandiri, konsumsi media naik 28 persen di kalangan generasi Z dan 25 persen untuk milenial. Mereka kini menggunakan platform streaming lebih banyak dan lebih sering,” kata Christo pada pertemuan virtual, Kamis (17/12/2020).
Resso adalah aplikasi streaming musik dengan format seperti media sosial. Resso diluncurkan di Indonesia pada Maret 2020.
Aplikasi ini dikembangkan oleh ByteDance, perusahaan yang berbasis di Beijing, China. ByteDance juga pemilik dari aplikasi Tiktok. Resso dapat langsung terhubung dengan Tiktok yang belakangan turut memopulerkan sejumlah lagu.
Menurut Christo, platform digital punya peran signifikan dalam perkembangan musik pada 2020. Pandemi membuat para musisi membatalkan tur, konser, promo, dan aktivitas lain demi menjangkau audiens, seperti jumpa penggemar dan peluncuran album. Platform daring pun dimanfaatkan sebagai solusi.
”Industri musik terdampak karena pandemi. Musisi saat ini pun dituntut menggunakan platform digital. Musisi yang sudah melek teknologi akan diuntungkan. Misalnya, Weird Genius yang memanfaatkan platform digital untuk memopulerkan lagu ’Lathi’,” tutur Christo.
Adapun lagu ”Lathi” populer setelah sebuah video viral di Tiktok. Lebih lanjut, ”Lathi” memenangi tiga piala Anugerah Musik Indonesia 2020 di kategori Tim Produksi Suara Terbaik, Artis Solo Pria/Wanita/Grup/Kolaborasi Dance Terbaik, dan Karya Produksi Terbaik.
Pengamat musik Adib Hidayat mengatakan, pandemi memang telah menjadi pukulan luar biasa buat industri musik. Namun, platform digital membantu musisi tetap produktif. Ia memberi contoh musisi AS Taylor Swift yang tahun ini berhasil merilis dua album secara daring, yaitu album Folklore dan Evermore.
”Pandemi masih akan berlangsung. Aplikasi streaming musik interaktif akan jadi andalan publik untuk bereksplorasi,” ucap Adib yang juga Editor in Chief Billboard Indonesia.
Platform streaming tidak hanya untuk distribusi musik baru. Menurut Adib, musisi sebaiknya memanfaatkan platform tersebut untuk membaca algoritma. Dengan membaca algoritma, musisi bisa mengetahui hal yang menarik bagi publik saat ini, termasuk jenis musik yang digemari.
”Bukan berarti musik yang dihasilkan harus mirip dengan algoritma chart musik. Setidaknya musisi bisa mendapat gambaran soal tren, kemudian bisa menghasilkan karya yang unik,” ucap Adib.
Ia menilai, hingga ujung 2020, pop masih jadi musik yang universal. Siapa pun dapat menerima pop karena musiknya cenderung menyenangkan dan menarik. Corak musik yang sama diperkirakan masih akan tren pada 2021. Musik yang punya ciri khas diperkirakan juga akan digemari, misalnya musisi Woro Widowati dengan lagu berbahasa Jawa.
Menurut pendiri Indomusikgram, komunitas musik yang berasal dari Instagram, Christian Bong, selera musik orang pada 2021 akan semakin beragam. Publik diprediksi akan semakin jujur dengan preferensi musiknya tanpa khawatir dicap tidak keren.
Normal baru
Christian menilai bahwa distribusi, promosi, hingga menjangkau audiens secara daring akan menjadi normal baru di industri musik. Hal ini tidak akan hilang walau pandemi sudah selesai di masa depan.
”Dulu musisi harus melakukan pertemuan fisik, baik untuk peluncuran album, konser, maupun jumpa fans. Platform daring akan mendorong adanya kampanye (musik) mikro yang berjalan mandiri,” kata Christian.
Adib menambahkan, musisi mesti memanfaatkan digitalisasi musik sebaik mungkin. Platform daring dinilai membuka peluang kolaborasi dengan banyak pihak, termasuk musisi dari beragam genre. Platform daring juga baiknya dimanfaatkan untuk menjangkau audiens yang lebih luas. ”Harapannya ada kolaborasi dan ekosistem musik berjalan,” ucapnya.