Lebih Baik Makan Sedikit daripada Banyak, tetapi Terbuang
Perilaku makan secukupnya mengurangi jumlah makanan yang dibuang di Indonesia. Setiap orang di Indonesia rata-rata membuang 6 kg makanan per tahun sehingga total makanan yang terbuang mencapai 1,6 juta ton per tahun.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
Kompas/Heru Sri Kumoro
Sukarelawan istirahat sembari menyantap makanan di sela-sela penyemprotan disinfektan ke sejumlah fasilitas umum di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Minggu (15/3/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Mulai banyak orang Indonesia yang sadar untuk tidak lagi membuang-buang makanan dengan mengubah perilaku makan. Mereka menakar dengan pas kuantitas makanan sehingga tidak ada yang berlebih. Tindakan ini bisa mengurangi jumlah makanan yang dibuang (food waste) di Indonesia.
Gina M Tyas (24), warga Tangerang Selatan, Banten, masih ingat pendidikan sewaktu menjadi anggota pengibar bendera di sekolah. Sebutir nasi yang terbuang diganjar hukuman push up sepuluh kali. ”Mantan anak Paskib pantang buang makanan. Kebiasaan sewaktu latihan masih terbawa sampai sekarang,” ujarnya, Minggu (22/11/2020).
Ketika nongkrong di luar rumah, dia memesan makanan sesuai kebutuhan. Jadi, tak ada makanan tersisa di piringnya.
Di rumahnya juga begitu. Ibunya memasak dua kali sehari untuk lima anggota keluarga dan lima kucing. Ibunya memasak setiap pagi dan sore hari. Nasi dingin yang tersisa pada sore hari diberikan ke kucing setelah dicampur dengan lauk. ”Jadi, semua yang dimasak itu habis, enggak ada yang tersisa,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Ketersediaan Pangan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian dalam sebuah diskusi pada Jumat (20/11/2020) menjelaskan, setiap orang di Indonesia rata-rata membuang 6 kilogram makanan per tahun sehingga total makanan yang terbuang mencapai 1,6 juta ton per tahun. ini didasarkan pada laporan Economist Intelligence Unit (IEU) tahun 2018, yang merupakan revisi pada publikasi sebelumnya.
KOMPAS/LASTI KURNIA (LKS) 09-03-2019
Makanan berlebih dari sebuah acara pesta pernikahan ditimbang, didata, dan dicek dulu kondisinya di salah satu titik distribusi Food Cycle Indonesia di daerah Kalibata, Jakarta, Sabtu (9/3).
Penelitian BKP tahun 2019 di Jabodetabek menunjukkan, total makanan yang dibuang di skala rumah tangga mencapai 113 kg per tahun atau 28 kg per orang per tahun. Yang paling banyak dibuang adalah sayuran 7,3 kg per orang per tahun, buah 5 kg per orang per tahun, beras 2,7 kg per orang per tahun, disusul sejumlah lauk-pauk, seperti tempe, tahu, daging, dan ikan.
Mubazir dan boros
Mengubah perilaku makan dengan menakar kebutuhan yang hendak dikonsumsi diyakini bisa menekan tindakan membuang-buang makanan. Selain itu, dengan mengonsumsi makan sesuai kebutuhan, seseorang bisa lebih berhemat dan tak bertindak mubazir dengan membuang sisa makanan yang tak dikonsumsinya.
Karyawan Swasta di Jakarta, Adrian (32), berpendapat, membuang makanan adalah tindakan mubazir dan boros. Dia makan hanya ketika sedang lapar. Jumlah makanan yang dipesan disesuaikan dengan kebutuhan perut.
KOMPAS/LASTI KURNIA (LKS) 09-03-2019
Makanan berlebih dari sebuah acara pesta pernikahan dikumpulkan oleh para kru dapur Hotel Ritz Carlton untuk disumbangkan pada Food Cycle Indonesia , Jakarta, Sabtu (9/3).
Ketika awal gajian, dia memesan makanan lewat ojek daring. Dia hanya memesan di toko makanan yang sudah dipercaya. Memasuki bulan tua, dia memasak sendiri di indekos.
”Masaknya juga tidak banyak-banyak. Sambalnya dari sambal botolan. Terus sayurnya juga sekali makan. Pokoknya beli bahan-bahan yang bisa diolah lama,” katanya.
Setiap orang di Indonesia rata-rata membuang 6 kilogram makanan per tahun sehingga total makanan yang terbuang mencapai 1,6 juta ton per tahun. ini didasarkan pada laporan Economist Intelligence Unit tahun 2018, yang merupakan revisi pada publikasi sebelumnya.
Yunita Dwi Rahmayani (25), warga Bekasi, Jawa Barat, menjelaskan, keluarganya punya prinsip tersendiri dalam membuat makanan. ”Lebih baik makan sedikit kalau kurang nambah daripada banyak makanan, tetapi terbuang. Itu prinsip ibuku,” katanya.
Di luar rumah, dia menghindari makan di tempat baru yang belum diketahui rasa makanannya. Jika mendapat makanan yang tak disukai, dia akan memberikan kepada temannya.
Yuni (23), warga Bengkulu, mengaku hampir tak pernah menyisakan makanan. Dia hanya menyisakan makanan jika dalam acara tertentu mengharuskannya sering makan. ”Misalnya, nih, pagi makan, siang makan, terus makan lagi. Yang sore itu biasanya bersisa.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK) 10-03-2019
Para remaja yang tergabung dalam Feeding Hands sedang menyiapkan paket makanan dari sisa katering di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Minggu (10/3/2019). Paket makanan tersebut akan dibagikan kepada anak asuh Yayasan Kemah Kasih di kawasan Pademangan, Jakarta Utara.
”Kalau sudah kenyang, ditinggal dulu. Nanti dimakan lagi pas lapar. Namun, kalau memang sudah tak sanggup atau nasinya sudah kering, baru nanti dikasih ayam,” ujarnya.
Isu food waste di Indonesia memicu lahirnya komunitas yang menyalurkan makanan sisa. Di Jakarta ada Food Cycle yang berdiri akhir 2017. Komunitas ini bekerja sama dengan penyelenggara pesta perkawinan atau wedding organizer (WO) Bridestory untuk menampung makanan berlebih yang akan disalurkan kembali kepada pihak yang membutuhkan.
Di Surabaya, Jawa Timur, ada bank makanan berkonsep wirausaha sosial besutan Eva Bachtiar, yakni Garda Pangan. Bank makanan ini bekerja sama dengan produsen pangan dan hospitality industries. Mereka menjemput bahan pangan dan makanan berlebih yang tidak terjual atau belum tersentuh, tetapi layak dikonsumsi.