Jelajah Rasa Penebus Rindu
Gara-gara pandemi, badan boleh saja terpenjara di rumah, tetapi lidah bebas berkelana. Belakangan, bisnis jasa titipan, terutama makanan, meroket memenuhi rasa rindu lidah-lidah kaum di rumah saja.
Agenda melancong atau perjalanan mudik terpaksa terhenti diterjang pandemi. Pertemuan yang menghangatkan dan suasana baru yang menyegarkan pikiran jauh dari bayang. Seporsi penganan kesukaan atau kuliner khas pun mendadak diburu para perantau. Obat kangen, katanya…
Delapan bulan lalu, Evy Sofia mungkin tak mengira keisengannya mengunggah hasil perburuan lulur solo di Facebook akan berujung fantastis. Bagaimana tidak, berawal dari berburu lulur itu, ia menjalani bisnis jastip (jasa titipan) makanan khas Solo yang pengirimannya hingga ke sejumlah kota di Indonesia.
”Awalnya ada teman minta dicarikan lulur, bedak dingin dari Solo. Lalu saya posting di Facebook. Jadilah orang lain minta dibelikan juga. Lama-lama makin macam-macam, sampai akhirnya segala macam makanan,” cerita Evy, yang tinggal di Solo, Jawa Tengah.
Gejala permintaan jastip makanan dari Solo baru mulai intensif sejak bulan Ramadhan lalu. Evy mengira, hal itu karena banyak perantauan orang Solo tidak bisa mudik lebaran sehingga terpikir untuk ”mengimpor” sekeping kampung halaman yaitu, berupa makanan khasnya. ”Klien awal jaringan pertemanan, juga para pembaca novel saya. Yang dipesan makanan kering sampai yang basah,” kata Evy, yang juga seorang penulis novel ini.
Evy tak pernah menolak. Semua permintaan ”dijabanin” atau berusaha ia penuhi. Mulai dari sekadar abon sapi rambak, teh oplos, brongkos, timlo, sate buntil, ayam panggang klaten, cabuk, karak, dan sebagainya. Ia kian serius menjalani bisnis jastip yang kini dilabelinya Reina Store.
”Semua permintaan saya iya-in dulu, baru setelah itu saya berusaha carikan. Saya mencoba memudahkan urusan orang dulu. Semoga urusan saya juga dimudahkan. Sifat dasar manusia kan malas. Kalau bisa tinggal ngemplok (makan), ya ngemplok. Nah, bisnis saya ya memanjakan manusia yang sifat dasarnya malas tersebut. He-he-he!” selorohnya.
Di Bandung, Jawa Barat, pasangan Hans Christianto Kurniawan dan Leny Margiani juga tergerak memudahkan urusan orang melalui usaha jastip makanannya. Pandemi yang mematikan kawasan pariwisata membuat para pemilik usaha kuliner, khususnya di Bali, terkena dampak.
Dengan niat membantu, keduanya memasarkan aneka menu makanan pemilik usaha itu melalui jastipbali_frozenfood. ”Ternyata, prospeknya menjanjikan. Saya akhirnya putuskan menyeriusi dan keluar dari pekerjaan sebelumnya,” kata Hans yang pernah berprofesi sebagai chef dan pernah tinggal di Bali.
Saat memulai bisnis, hanya ada dua sampai lima restoran yang bekerja sama. Sekarang, total tempat makannya mencapai ratusan dengan jumlah menu mencapai 900 jenis yang bisa dipesan. Pesanannya di saat pandemi ini juga melonjak hingga ribuan pak makanan tiap pekan. Mayoritas konsumen tentu saja berasal dari Jabodetabek dan Bandung.
”Dulu per minggu sekitar 100 pak makanan. Kalau sekarang, terutama saat pandemi, jumlahnya meningkat tajam sampai ribuan pak setiap pekannya,” ujar Hans.
Sistem pra-pemesanan diterapkannya dengan menginfokan menu yang tersedia di tiap gelombang pengiriman. Cara ini efektif agar tak perlu menyetok barang demi menjaga kesegaran. Pesanannya dilakukan melalui Whatsapp. Ke depannya, Hans berencana membuat aplikasi khusus untuk memudahkan pemesanan.
Melalui layanan ini, menu Sop Ikan Makbeng, Nasi Pedas Bu Andika, Nasi Ayam Kadewatan, Warung Babi Guling Pak Malen, Warung Babi Bu Oka, hingga hidangan laut Menega yang biasanya bisa disantap saat berlibur di Bali, kini bisa dihadirkan di rumah dan mampu mengobati hasrat bervakansi ke ”Pulau Dewata”.
Sementara bagi Christine Granada, usaha jastip makanan yang dimulainya karena iseng justru memudahkan orang-orang di Jakarta yang ngidam makanan khas Medan. Langkah ini diambil setelah jasa merias yang menjadi profesinya sepi peminat saat pandemi. Sekitar Juli 2020, bisnis berlabel Nitipkk dihidupkannya lewat media sosial.
”Iseng aja awalnya. Kerjaan juga sepi. Aku orang Medan yang tinggal di Jakarta. Tadinya ngobrol sama teman di Medan, dia orang mau kerja sama bantu dari sana. Ya udah coba dijalanin dulu. Di rumah juga enggak ngapa-ngapain,” ujar Christine yang juga mengirim makanan dari Jakarta ke Medan dan kota lain.
Meski membuka sistem pra-pemesanan, Christine juga bergerak sesuai permintaan klien. Tak hanya oleh-oleh khas, seperti Bolu Meranti atau Bika Ambon, makanan basah, seperti soto kesawan, kari ayam, kari udang, kari sapi, hokkien mee, sate kerang, sate padang, hingga durian ucok, sanggup dipenuhinya. Baru tiga bulan berjalan, Christine mampu meraup keuntungan Rp Rp 3 juta-Rp 4 juta per bulannya.
Melesat
Jastip makanan ini sebenarnya bukan hal baru. Namun, masa pandemi rupanya memberi momentum tepat bagi pengusahanya. Makanjauh.id yang sudah ada sejak 2019 mengalami kenaikan omzet penjualan, yang terbilang signifikan, bisa mencapai 30 persen dari omzet di masa normal. Secara nominal, kisaran omzetnya di masa pandemi tadi bisa mencapai Rp 400 juta-Rp 500 juta per bulan.
Pengelola pemasaran Makanjauh.id, Nancy Oktavia C, menjelaskan, ada lebih dari 500 macam menu khas dari setidaknya 50 merek usaha kuliner yang tersebar di empat kota. Semua jenis kuliner tadi berkategori makanan-makanan khas, yang punya nilai cerita dan sejarah.
”Sesuai tagline kami, makan tanpa jarak, ada beragam menu pilihan yang bisa sekaligus juga mengobati kerinduan. Jadi tak semua jenis makanan kami layani pembeliannya. Kami mengkhususkan diri pada menu-menu yang memang punya cerita dan memori bagi penikmatnya,” ujar Nancy.
Selama ini, konsumen pelanggannya berasal dari kawasan Jabodetabek dan ada juga dari luar negeri, seperti Singapura. Beberapa macam menu khas yang dilayani pembeliannya seperti gudeg, sate klathak, ayam goreng, timlo, tengkleng, dan banyak lagi. ”Banyak menu dari daerah berbeda. Itu keunggulan kami,” ujar Nancy.
Dikemas khusus
Bagi sebagian besar pelaku usaha jastip makanan, ekspedisi dalam pengiriman memegang peranan tak kalah penting. Co-Founder dan Direktur Utama perusahaan rintisan logistik Paxel.co, Zaldy Ilham Masita, menuturkan, selama pandemi, jumlah transaksi meningkat. Namun yang menarik, kiriman dari luar kota ke Jakarta lebih besar daripada Jakarta ke kota lain.
”Rata-rata persentasenya 65 persen banding 35 persen. Sebanyak 65 persen dari luar daerah, 35 persen dari Jakarta. Bahkan, beberapa kota, seperti Bandung dan Surabaya, bisa dua kali ke Jakarta daripada sebaliknya,” ujar Zaldy.
Fenomena ini, menurut Zaldy, yang telah berkiprah di dunia logistik selama hampir 30 tahun, belum pernah terjadi sebelumnya. Biasanya, kiriman dari Jakarta lebih banyak ke kota lain di Jawa. Menurut Zaldy, yang juga Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, fenomena ini sangat bagus bagi dunia logistik Indonesia dan dapat membantu geliat ekonomi di daerah.
Sejak beroperasi pada 2018, sebanyak 80 persen produk yang ditangani Paxel didominasi kategori makanan. Dari angka tersebut, setengahnya merupakan frozen food atau makanan beku. Service same day delivery antarkota dan dalam kota yang dimiliki sangat membantu UMKM yang bergerak di bidang makanan melalui platform social commerce.
Saat ini, layanan Paxel sudah menjangkau seluruh kota provinsi di Jawa, Bali, dan Makassar. Bahkan, layanan paxel juga sudah masuk ke kota-kota tier kedua di Jawa, seperti Sidoarjo dan Cikarang. ”Rencananya, setiap bulan akan dibuka dua kota baru di Jawa untuk tier kedua dan tier ketiga. Mudah-mudahan, akhir tahun ini juga kita buka di Sumatera,” kata Zaldy.
Untuk menjaga kualitas produk makanan yang dikirimkan, pihaknya membangun infrastruktur cold chain. Walakin, para pelaku usaha juga diharap memahami proses pengemasan paket makanan secara khusus. ”Kebiasaan kirim makanan instan yang packaging-nya sangat sederhana, seperti kantong plastik, tidak bisa untuk pengiriman makanan antarkota,” tutur Zaldy.
Pengemasan yang layak, kata Zaldy, bisa meluaskan pasarnya ke sejumlah kota. Terbukti pada Evy, Hans, dan Christine. Mereka cukup serius dalam mengemas paket makanan yang dikirimkannya. Untuk makanan basah, mereka membekukan terlebih dahulu bahkan di-vacuum sendiri dan dikemas khusus. Ketersediaan lemari pendingin juga menjadi keharusan bagi mereka. Bahkan, seperti Hans juga menyediakan frozen truck untuk membantu pengiriman dalam jumlah besar.
Sementara itu, Vice President of Marketing JNE Eri Palgunadi juga menjelaskan volume pengiriman domestik meningkat selama pandemi ini. Meski untuk pengiriman makanan, diakuinya sempat menurun saat ada pembatasan sosial berskala besar yang mengakibatkan penerbangan tak beroperasi.
”Saat itu, pembatasan jalur udara menyebabkan kiriman makanan pun mulai menurun atau berkurang. Hal ini disebabkan kiriman makanan yang rata-rata memiliki batas waktu tertentu dan harus menggunakan moda transportasi udara,” ujar Eri.
Kini, pengiriman kembali naik meski masih terbatas untuk antar-Jawa yang dapat ditempuh dengan pengiriman sehari sampai.
John S Allen dalam bukunya berjudul The Omnivorous Mind: Our Evolving Relationship wih Food menjelaskan bahwa rasa, aroma, dan tekstur makanan dapat membangkitkan kenangan. Tidak hanya memori saat menikmati makanan itu, tetapi juga membawa pikiran berkelana tentang tempat, kejadian, hingga perasaan yang terhubung dengan seporsi makanan itu.
Tak mengherankan jika kemudian ada orang-orang yang rela membayar mahal demi menghadirkan seporsi makanan kesukaannya di masa kecil atau makanan yang dikirim langsung dari kampung halamannya. Padahal, makanan tersebut juga ada di kota tempatnya tinggal. ”Karena rasa masakan itu otentik dan aromanya khas. Hal ini nyatanya mampu membahagiakan bahkan mengobati rindu,” tutur Allen.
Makanan nyatanya memang tak hanya mengenyangkan, tetapi juga menghadirkan kehangatan serta beragam kenangan nyaman masa lalu. Boleh jadi lumayan manjur menghilangkan bosan, stres, bahkan kangen. Raga mungkin tak bisa ke mana-mana kini, tapi rasa selalu menemukan jalannya untuk menuntaskan rindu.