Raksasa teknologi mengintegrasikan produk-produk mereka, semuanya demi menjaga dominasi pasar. Terbaru, fitur percakapan (chat) Instagram akan digabungkan Facebook Messenger.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·4 menit baca
Selama akhir pekan ini, Facebook menggelar uji coba fitur baru secara terbatas bagi sebagian pengguna Instagram. Fitur percakapan singkat Instagram Direct akan diintegrasikan dengan Facebook Messenger. Ini adalah contoh terbaru bagaimana para raksasa teknologi mengintegrasikan berbagai layanan dan produknya menjadi satu demi meningkatkan dominasi mereka.
Mulai Jumat (14/8/2020) secara acak sejumlah pengguna akun Instagram mendapat notifikasi pada aplikasi mereka, baik di iOS maupun Android, bahwa pengguna dapat menggunakan Facebook Messenger untuk berkomunikasi di Instagram.
Dalam laman notifikasi itu disebutkan bahwa ada sejumlah keunggulan apabila menggunakan Facebook Messenger, antara lain tampilan yang lebih berwarna, memberikan stiker emoji, menggunakan fitur ”reply” untuk mengutip pesan tertentu, dan bercakap dengan kawan yang menggunakan Facebook.
Apabila pengguna setuju untuk memperbarui Instagram, tombol Instagram Direct bergambar pesawat kertas di pojok kanan atas digantikan ikon Facebook Messenger.
”Sejumlah kecil pengguna dapat mendapat update terbaru untuk mencoba bentuk baru sistem pesan singkat di Instagram. Kami berharap mereka senang dengan update ini, dan kami berharap dapat menggelar uji coba ini di seluruh dunia,” tulis keterangan resmi Facebook yang mengonfirmasi fitur ini kepada The Verge.
Namun, melihat pembicaraan di Twitter, pembaruan ini juga telah digelar di sejumlah negara lain, seperti India dan Taiwan. Sejumlah pengguna cenderung tidak menginginkan fitur ini.
Jaringan percakapan terbesar di dunia
Integrasi Instagram dengan Facebook sudah direncanakan sejak lama, setidaknya akhir 2018. Di laporkan New York Times, CEO Facebook Mark Zuckerberg bahkan berkeinginan menggabungkan Facebook, Instagram, dan Whatsapp menjadi satu.
Ketiga platform ini tidak serta-merta dijadikan satu aplikasi, tetapi diintegrasikan dari segi infrastruktur. Dengan hal itu, diharapkan para pengguna aplikasi ini bisa saling bercakap lintas platform dan membuat jaringan percakapan terbesar di dunia.
Whatsapp adalah layanan teks singkat paling populer di dunia dengan jumlah pengguna mencapai 2 miliar orang. Menyusul di posisi kedua adalah Facebook Messenger dengan 1,3 miliar pengguna. Lalu ada WeChat dari China dengan total pengguna 1,2 miliar orang.
Integrasi Facebook dan Whatsapp pun sudah dalam proses. Pada Juli, publikasi khusus Android, AndroidPolice, melaporkan, jika menilik kode pemrograman aplikasi Facebook Messenger, aplikasi tersebut memiliki fitur untuk terkoneksi dengan pengguna Whatsapp.
Bukan cuma Facebook
Integrasi berbagai layanan terpisah yang dimiliki menjadi satu platform tidak hanya dilakukan Facebook akhir-akhir ini. Google juga telah memasukkan aplikasi video konferensinya, Meet, ke dalam layanan surelnya yang sudah populer, Gmail.
Bahkan, untuk segmen bisnis atau enterprise, Google akan membuat sebuah aplikasi yang akan menggabungkan seluruh layanan enterpise-nya, G Suite. Dalam aplikasi tersebut, Gmail, Google Chat, Rooms, dan Meet akan menjadi satu.
Microsoft pun juga melakukan hal serupa. Microsoft Teams yang tergolong sebuah produk baru di-bundling bersama dengan Office 365 yang sudah populer. Tampaknya ini adalah taktik untuk memperkenalkan produk baru langsung kepada khalayak luas.
”Seperti Microsoft memanfaatkan dominasi Office 365 untuk mendorong pengguna mengadopsi Teams, Google juga melakukan hal yang sama untuk memanfaatkan popularitas Gmail untuk menawarkan layanan-layanan barunya,” kata Dieter Bohn, kolumnis teknologi The Verge.
Sebuah strategi yang menarik, tetapi bukannya tanpa risiko. Pada Juli, Slack menggugat Microsoft ke Uni Eropa atas dugaan perilaku antitrust melalui bundling Teams ke dalam Office 365. Menurut Slack, Microsoft telah menyalahgunakan dominasinya untuk membuat pengguna Office 365 menginstal dan menggunakan Teams.
”Kami ingin Teams dijual terpisah dari Office 365 sehingga produk milik Microsoft tersebut bisa bersaing secara adil terhadap produk kami,” kata kuasa hukum Slack, David Schellhase.
Bundling produk baru ke dalam layanan yang sudah populer pernah memunculkan masalah bagi Microsoft sebelumnya, yakni ketika Microsoft menyertakan Internet Explorer sebagai peramban dalam Windows 95.
Strategi tersebut membuat Microsoft menjadi pemenang dalam perang mesin peramban atau ”Browser War” pada akhir 1990-an. Bahkan, ketika 2004, data Net Marketshare menunjukkan Internet Explorer digunakan oleh lebih dari 80 persen pengguna internet.
Namun, praktik bundling ini mengundang gugatan dari para pesaingnya, seperti Netscape dan Opera. Dalam kasus tersebut, diputuskan bahwa Microsoft telah melanggar undang-undang antitrust AS dan Microsoft harus dipecah.
Setelah banding, Microsoft gagal dipecah dan hanya diminta memperbolehkan vendor untuk memasang software lain selain milik Microsoft. Akan tetapi, akibat persoalan hukum yang menjerat, Bill Gates yang saat itu menjabat sebagai CEO pun memilih mundur.
Apakah hal yang sama akan terjadi kembali pada Microsoft, Google, dan Facebook? Yang jelas, CEO dari Google dan Facebook telah dipanggil Kongres AS atas dugaan praktik antikompetitif pada akhir Juli lalu, sama seperti Bill Gates dua dekade sebelumnya.