Algoritma Instagram Diduga Dorong Pengguna Melihat Foto Subyek Berpakaian Terbuka
Tidak semua foto yang diunggah influncer yang Anda ikuti akan ditampikan di laman home secara adil oleh Instagram. Diduga algoritma Instagram mendorong pengguna melihat foto subyek dengan pakaian terbuka.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Algoritma Instagram dinilai akan mengutamakan foto dengan subyek berpakaian terbuka untuk ditampikan kepada para pengguna. Tidak semua foto yang diunggah influncer yang Anda ikuti akan ditampikan di laman home secara adil oleh salah satu platform media sosial paling populer tersebut.
Temuan ini berdasarkan penelitian yang dilakukan Judith Duportail, Nicolas Kayser-Bril, Kira Schacht and Édouard Richard dari European Data Journalism Network dan AlgorithmWatch selama Februari-Mei 2020. Temuan ini dipublikasikan pada Senin (15/6/2020) pekan lalu.
Studi ini dilakukan dengan merekrut 31 partisipan sebagai pengguna yang mengikuti 46 influencer di bidang kebugaran, perjalanan, dan makanan. Sebanyak 31 influencer adalah perempuan, sedangkan sisanya, 15 orang, adalah laki-laki.
Peneliti akan memonitor jumlah dan faktor keterbukaan pakaian pada foto yang diunggah oleh para influencer selama Februari-Mei 2020 dan membandingkanya dengan foto yang terlihat di laman home milik partisipan. Faktor keterbukaan ini tidak ditentukan oleh peneliti, tetapi dengan aplikasi berbasis teknologi Google Vision API.
Apabila Instagram tidak memberikan keistimewaan terhadap foto berpakaian terbuka, proporsi keragaman foto yang muncul di laman feed para partisipan seharusnya sesuai dengan jenis foto yang diunggah oleh para konten kreator yang diikuti.
Namun, ternyata pantas diduga Instagram tidak secara proporsional menampilkan foto di laman home milik partisipan seperti yang diunggah oleh influencer. Foto yang tergolong berpakaian terbuka lebih sering ditampilkan di feed dibandingkan dengan foto kategori lain seperti pemandangan atau makanan.
Peneliti akan memonitor jumlah dan faktor keterbukaan pakaian pada foto yang diunggah oleh para influencer selama Februari--Mei 2020 dan membandingkanya dengan foto yang terlihat di laman home milik partisipan.
Dari studi selama Februari-Mei 2020 ini, diketahui bahwa dari seluruh postingan yang diunggah, pada konten kreator perempuan terdapat 17,6 persen foto yang dikategorikan berpakaian terbuka. Namun, dari sisi pengguna, foto berpakaian terbuka mengisi 28,4 persen konten yang tampil di laman home feed.
Hal yang sama juga terlihat pada konten kreator laki-laki. Dari seluruh foto yang diunggah influencer laki-laki, hanya 26,9 persen di antaranya adalah foto telanjang dada. Namun, foto berkategorikan telanjang dada ini memakan porsi 36,9 persen dari home feed yang tampil di pengguna.
”Analisis kami menunjukkan bukti kuat bahwa gambar yang menampilkan kulit lebih banyak akan cenderung lebih sering ditunjukkan ke pengguna,” kata Kayser-Bril.
Melalui laman Twitter-nya, Kayser-Bril menduga hal ini diduga karena persoalan machine-learning. Menurut dia, hal ini karena sebagian kecil pengguna menggunakan Instagram sebagai sumber foto erotis.
”Perilaku ini kemudian ditangkap oleh sistem dan diamplifikasi sebagai perilaku yang dianggap juga dilakukan seluruh pengguna yang lain,” kata Kayser-Bril.
Bantahan Facebook
Facebook, induk perusahaan Instagram, membantah temuan ini; menilai bahwa studi ini memiliki banyak kelemahan.
”Riset ini memiliki sejumlah kesalahan dan menunjukkan kesalahpahaman bagaimana Instagram bekerja. Kami meranking unggahan di feed Anda berdasarkan konten dan akun yang Anda tertarik; bukan pada faktor arbitrer seperti pakaian renang,” tulis Facebook.
Meski demikian, Kayser-Bril menilai bahwa temuan mereka tetap kokoh berdasarkan adanya parameter state of undress atau kondisi keterbukaan pakaian pada paten yang didaftarkan Facebook tahun 2015.
Dalam paten tersebut dinyatakan bahwa setidaknya tiga parameter— jender, etnisitas, dan keterbukaan pakaian dalam sebuah foto—dapat digunakan untuk menghitung metrik engagement atau interaksi pengguna.
”API 160 dapat memperkirakan state of undress dari orang dalam foto; dengan cara mendeteksi warna yang dikenal sebagai warna kulit,” cuplikan dari dokumen paten yang didaftarkan Facebook tersebut.