Hidup Baru Limbah Karton Susu
Karton-karton susu bekas ditolak petugas sampah karena tak laku dijual hingga terus menumpuk di gudang. Nia pun lalu berinisiatif mendaur ulang karton-karton susu bekas itu menjadi produk yang bermanfaat.
Tumpukan sampah yang kerap tak terurus mengilhami Kurniati Rachel Sugihrehardja (42) untuk ikut mencari solusi. Dari keisengan di pojok me time, lahirlah produk-produk berdaya guna tinggi dari karton-karton kemasan susu bekas yang diolahnya dengan terampil.
Awalnya sederhana. Nia, begitu Kurniati Rachel Sugihrehardja kerap disapa, risi karena petugas sampah di kompleks tempat tinggalnya kerap tak mengangkut sampah dari bak penampungan sampah miliknya.
”Tukang sampah datangnya suka-suka. Kadang tiap hari, kadang seminggu sekali. Kadang seminggu sekali juga enggak datang. Itu PR banget buat kita,” kata Nia saat dijumpai di rumah sekaligus bengkel kerjanya di Alam Sutra, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (14/2/2020).
Dari situ Nia lantas berupaya mengelola sampah rumah tangganya sendiri. Sampah-sampah organik dikubur di pekarangan rumahnya agar tak berbau. Sampah-sampah anorganik ia cuci lebih dulu sebelum disimpannya di gudang menunggu petugas sampah datang.
Karton-karton susu bekas yang sudah dibersihkan lalu aku bikin jadi sampul notebook.
”Wadah stirofoamkita cuci dulu sebelum dibuang biar enggak bau. Repot sih, tapi gimana lagi,” ujarnya. Begitu juga kotak-kotak susu segar bekas yang jumlahnya lumayan banyak.
Namun, masalah tak berhenti di situ. Karton-karton susu bekas ditolak petugas sampah karena tak laku dijual hingga terus menumpuk di gudang. Nia pun lalu berinisiatif mendaur ulang karton-karton susu bekas itu menjadi produk yang bermanfaat.
”Kebetulan, di rumah aku punya pojok me time, tempat untuk membuat segala hal kesukaanku. Bikin ini dan itu. Jadi awalnya iseng. Karton-karton susu bekas yang sudah dibersihkan lalu aku bikin jadi sampul notebook,” kata Nia yang memang seorang desainer.
Kala itu, tahun 2009, Nia membuat notebook dari karton susu bekas yang dilapisi kain batik. Notebook hasil karyanya itu kerap diberikan Nia sebagai kado untuk teman-temannya. Responsnya ternyata di luar dugaan. Banyak yang kemudian memesan secara khusus.
Karena pesanan yang datang terus bertambah, begitu juga dari sisi jumlah, Nia pun mulai serius mengelola usaha yang dia beri nama Bikinbikincraft. Dia juga mulai rutin mengikuti bazar, menggelar workshop, sekaligus menularkan pengetahuannya mengelola sampah.
Bergerilya
Seiring usaha yang terus bertumbuh, Nia makin serius memikirkan material utama karton susu bekas yang ternyata tidak mudah. Dia sempat bekerja sama dengan kedai kopi berjaringan internasional yang beroperasi di Indonesia, tetapi tak bisa diteruskan karena terbentur aturan. Dia lalu juga bergerilya ke kedai-kedai kopi lokal yang kala itu jumlahnya belum sebanyak sekarang.
Kenapa kedai kopi? ”Karena kedai kopi pasti pakai susu segar yang sesuai dengan yang aku pakai,” kata Nia. Dia memilih kemasan susu segar karena lebih berdaya tahan ketimbang kemasan susu bekas lainnya.
Untuk menambahi kekurangan material, Nia terus bergerilya ke tetangga, ibu-ibu di sekolah anaknya, juga memberi kesempatan kepada siapa saja untuk memberikan karton susu bekas milik mereka kepadanya. ”Ada tuh pada suatu masa aku dapat kiriman sampah karton-karton susu bekas yang luar biasa banyak jumlahnya, tetapi semuanya kotor. Jadi banyak lalat, berjamur, dan membuat gatal saat dicuci,” katanya.
Setelah melewati banyak kendala karena harus mengelola limbah dalam keadaan kotor, Nia lalu membuat prosedur standar: karton susu bekas harus lebih dulu dibersihkan sebelum sampai ke tangannya. Ini dimaksudkan Nia agar tumbuh kesadaran pada setiap individu bahwa sampah mereka adalah tanggung jawab mereka.
Ada tuh pada suatu masa aku dapat kiriman sampah karton-karton susu bekas yang luar biasa banyak jumlahnya, tetapi semuanya kotor.
Begitu juga dengan kedai- kedai kopi yang menjadi mitranya. ”Tetap enggak gampang karena kedai kopi juga ramai. Semua orang sibuk. Tetapi setidaknya sudah lebih baik. Ada kemajuan,” ujar Nia.
Karton-karton susu bekas itu lalu datang dalam kondisi bersih. Juga sudah dibuka dari bentuk awalnya yang kotak menjadi lembaran karton.
Nia lantas memprosesnya agar selain bersih, juga higienis menjadi banyak produk. Saat ini, beberapa produk yang masih terus diproduksi adalah notebook, pengikat gulungan kabel, kotak pensil, dompet, dan tas. Kisaran harganya Rp 165.000-Rp 495.000. Beberapa produk hanya bisa dipesan khusus, seperti stool.
Kontrol kualitas
Nia sadar betul, produk-produknya berbahan baku limbah. Agar respons konsumen terhadap produknya positif, kualitas produknya harus benar-benar bagus. Ada kesalahan sedikit saja, Nia tak akan menjualnya. ”Kalau enggak, siapa yang tertarik mau beli?”
Setelah material bersih dan higienis, Nia menerapkan kontrol kualitas ketat. Salah satunya adalah pengerjaan yang rapi. Ini terlihat dari produk- produk karya Nia.
Desainnya simpel, tetapi manis. Nuansa Indonesia muncul dalam produk Nia melalui sentuhan batik. Penggunaan batik itu dimaksudkan sebagai pemberi ciri kelokalan. Argumen itu pula yang dia sampaikan saat produknya masuk daftar kurasi untuk mengikuti pameran New York Now sekitar tiga tahun lalu.
Saat itu, kurator dari New York Now mempertanyakan kenapa Nia harus membungkus produk-produknya dengan batik. Seharusnya karton susu bekasnya justru harus ditampilkan, bukan ditutupi.
Gagal membawa produknya ke New York, Nia justru lalu menemukan teknik baru yang dia aplikasikan dalam produk seri terbarunya. ”Ini teknik yang aku temukan sendiri. Mengeluarkan urat-urat karton sehingga jadi bertekstur.”
Dengan teknik itu, Nia tidak perlu lagi membungkus produk-produknya barunya dengan batik. Sentuhan batik hanya diberikan pada gantungan tas dipermanis dengan tutup karton susu bekas. Nia juga menyematkan teknik jahit jelujur bermotif geometrik pada produk dompet. Tahun 2019, Bikinbikincraft menyabet gelar Juara 2 Asephi Emerging Award 2019-Indonesia Innovative Artisan.
Bertumbuh
Sebelas tahun berlalu, Nia tidak bisa lagi main-main dengan usahanya. Meski mengalami banyak jatuh bangun membesarkan Bikinbikincraft, Nia membuktikan semangatnya yang terus menyala.
Selama 11 tahun perjalanan Bikinbikincraft, Nia merasa banyak bertumbuh. Dia bahagia bisa menularkan semangatnya pada banyak orang. Orang-orang terdekatnya, termasuk anak dan suami, serta pegawai tetapnya yang kini berjumlah 4 orang, pun mulai bertanggung jawab pada sampah yang mereka hasilkan.
Bisa memberi dampak secara finansial bagi orang-orang yang terlibat dalam usahanya juga memberinya kebahagiaan yang lain.
Nia tak berhenti berinovasi. Selain karton susu bekas, Nia juga mulai menggunakan kantung kopi bekas. Dia juga terus coba menggali kemungkinan- kemungkinan baru agar produknya terus bertumbuh dan bisa mendaur ulang sampah sebanyak mungkin.
”Sekarang lagi coba-coba mengolah limbah plastik, termasuk dari tutup karton susu, buat ganti plastik yang aku pakai di notebook. Aku juga lagi belajar bikin kertas daur ulang untuk menggantikan kertas yang aku pakai dari serbuk teh, serbuk kopi, daun-daunan, kain perca, dan lain sebagainya,” kata Nia. Dia pun banyak menggandeng teman-temannya untuk berkolaborasi.
Akhir Maret, Nia berencana merilis jenama baru untuk Bikinbikincraft menjadi Popsiklus. Dia berencana memboyong usahanya ke Bandung, Jawa Barat, agar bisa menempati lahan lebih luas. Dengan begitu, ia berharap bisa memberdayakan lebih banyak orang bersama Popsiklus.