Kreatif dan Inovasi, Kunci Kesuksesan Paradise Property
Bisnis properti tak dapat dilepaskan dari kunci kesuksesan. Dari kreatif dan inovasi yang terdengar klise, Indonesia Paradise Property justru menekankan kunci kesuksesan lain yakni insting dan passion pendirinya.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Walaupun terdengar klise, kreatif dan inovasi terus-menerus tetap menjadi kunci kesuksesan bagi bisnis properti. Indonesian Paradise Property yang terus melebarkan sayap bisnisnya mendorong dua kunci kesuksesan itu sebagai modal utama.
Wakil Presiden Komisaris Indonesian Paradise Property (INPP) Agus Sulistyo, dalam kunjungan ke Kantor Redaksi Harian Kompas di Jakarta, Jumat (7/2/2020), tak sekadar menekankan kreatif dan inovasi, tetapi lebih dalam lagi pentingnya insting dan passion yang dimiliki pendirinya.
Pertemuan itu juga dihadiri oleh CEO dan Wakil Presiden Direktur INPP Anthony Prabowo Susilo, Chief Project Marketing INPP Reagan Halim, Chief Corporate Communication INPP Ami Hatta, dan Asisten PR INPP Belany Dwi Putri.
Anthony memaparkan cikal-bakal berdirinya INPP yang tak dapat lepas dari pendirian Plaza Indonesia sekitar 20 tahun lalu. Secara portofolio, total area mall berkonsep lifestyle dan menara perkantoran premium yang dibangun INPP mencapai lebih dari 240.000 meter persegi yang tersebar di Jakarta, Bandung, dan Bali.
Selain itu, INPP juga membangun bisnis perhotelan dari bintang dua ke bintang lima mewah yang tesebar di Batam, Jakarta, Yogyakarta, Makassar dan Bali. Kemudian, melebarkan sayap dengan membangun apartemen yang ikonik, seperti Keraton Private Residence, FX Residence, One Residence, 31 Sudirman Suites dan Beachwalk Residence.
Hingga tahun 2019, nilai capital market INPP mencapai Rp 9 triliun. Lebih dari lima tahun ini, pertumbuhan revenue melonjak 1,4 kali; pertumbuhan aset melonjak 4 kali; dan pertumbuhan pendapatan bersih 5,5 kali.
“Dalam 4-5 tahun terakhir, properti sedang masa sulit, terutama properti segmen menengah ke atas. Tetapi, kita tetap bisa bertahan dengan pertumbuhan income. Ambisi kami bukan lah menjadi yang terbesar,” ujar Anthony.
Hingga kini, jaringan bisnisnya melingkupi kawasan komersial Plaza Indonesia, The Plaza, 23 Paskal, FX, Park 23, Beachwalk Shopping Center, Cornerstone. Sementara, jaringan perhotelan yang digarap INPP seperti Keraton at The Plaza Hotel, Grand Hyatt, Sheraton, A Loft Hotels, Hyatt Place, Maison Autelia, Harris Hotel, Pop, dan Yello.
Terobosan
Mal Beachwalk Kuta menjadi salah satu terobosan kreatif dan INPP. Tak pernah terpikirkan, wisatawan yang ingin liburan lagi-lagi berkunjung ke mall. Pandangan itu diputarbalikkan oleh pendiri Paradise.
“Kemampuan dan visi dari owner kami (dahulu), pastilah ada orang yang sebenarnya golongan menengah ke atas dan anak-anak muda yang sebenarnya ingin datang ke Pantai Kuta, tetapi jalannya seram. Memang, pada waktu akan direalisasikan, tidaklah gampang,” kata Agus, sambil menunjukkan slide foto Beachwalk Kuta, Bali.
Menurut Agus, dirinya sampai lelah berkeliling ke para operator hotel di dunia untuk memberikan penilaian sebagai hotel bintang lima. Sebab, mandat dari pemilik INPP, bangunan yang dibangun haruslah berkelas bintang lima.
Penolakan demi penolakan dirasakan. Sampai akhirnya grup Sheraton mempercayai INPP. Di tingkat internal, perdebatan sempat pula terjadi untuk menerima kerjasama.
Agus dengan pemikiran konservatifnya menghadapi sikap pesimistis dari kalangan internal. Sebab, orang-orang yang ingin berwisata di Kuta, tidaklah mungkin ditarik pergerakannya untuk masuk ke dalam mal. Dengan pemikiran itulah, diciptakan terobosan konsep lifestyle mall.
“Bukan mal seperti pada umumnya berbetuk gedung tertutup dan orang berbelanja, melainkan bangunan yang bersifat terbuka. Kebanyakan, diisi dengan bentuk food and beverage dan barang-barang yang bersifat penunjang leisure,” ujar Agus.
Agus menekankan, kompetisi antara mal bukan berarti adu luas. Plaza Indonesia, misalnya. Hingga kini, tetap dapat bertahan di tengah gempuran pembangunan pusat perbelanjaan lain. Strategi yang tepat diterapkan secara jeli dengan memberikan peluang bagi specialty store. Alhasil mal tidak akan mati dalam kondisi seperti sekarang yang dikepung bisnis online. Jika tidak mempunyai brand kuat, bisnis belanja akan mati.
Anthony mengatakan, “Konsumen zaman sekarang sebenarnya mempunyai daya beli, tetapi rasa percaya dirinya tidak ada. Tahun politik dan krisis moneter membuat kepercayaan diri terhempas.” (OSA)