”Jayakarta Loe Gue Run 2020” digelar dalam rangka puncak Hari Ulang Tahun Ke-70 Komando Daerah Militer Jaya yang jatuh pada 24 Desember 2019. Ada pesan kehidupan yang ingin disampaikan dalam lomba lari itu.
Oleh
Prayogi dwi sulistyo
·3 menit baca
Olahraga lari tidak hanya menyehatkan badan, tetapi juga menjadi sarana untuk menyampaikan pesan kehidupan kepada orang lain. Seperti yang dilakukan pada lomba lari bertajuk ”Jayakarta Loe Gue Run 2020” di Monumen Nasional, Jakarta, Minggu (26/1/2020).
Ada tiga kategori yang diperlombakan dalam kegiatan ini, yaitu jarak 10 kilometer (K), 5K, dan 2,5K khusus untuk kaum disabilitas pengguna kursi roda. Kegiatan yang diikuti 3.000 peserta tersebut menyuarakan pentingnya kepedulian pada lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Kegiatan ini merupakan acara puncak peringatan Hari Ulang Tahun Ke-70 Komando Daerah Militer Jaya (Kodam Jaya) yang jatuh pada 24 Desember 2019. Melalui kegiatan ini, TNI diharapkan semakin dekat dengan masyarakat.
Para peserta antusias mengikuti kegiatan ini. Beberapa di antara mereka berusaha mengejar catatan waktu terbaiknya dan menjadi juara. Namun, ada juga yang berlari dengan santai.
Salah satu peserta kategori 10K, Willy Sanjaya (44), mengaku gembira dapat mengikuti kegiatan ini. Bagi Willy, kegiatan ini dapat menyatukan TNI dan masyarakat.
”Dulu TNI bersatu dengan masyarakat untuk mengusir penjajah. Di masa sekarang, TNI bersatu dengan masyarakat melalui olahraga agar tubuh menjadi sehat,” ujar pendiri komunitas lari Run for Indonesia itu.
Menurut Willy, lari merupakan olahraga yang menyenangkan dan dapat mengurangi stres. Ketika orang menjalani aktivitasnya dengan bahagia, segala yang dilakukan dapat berdampak positif.
Olahraga ini sangat mudah dilakukan siapa saja. Lari tidak hanya dapat dilakukan orang yang bertubuh normal. ”Olahraga ini juga dapat dilakukan kaum disabilitas yang beraktivitas dengan kursi roda,” ujarnya.
Kursi roda bukanlah penghalang bagi mereka yang ingin terus berolahraga. Bahkan, beberapa di antara mereka mulai menjadi atlet ketika menggunakan kursi roda.
Pemenang kategori wanita jarak 2,5K, Ndaru Patma Putri (28), misalnya. Ia menekuni olahraga tenis sejak kakinya lumpuh karena tertimpa puing-puing bangunan dalam bencana gempa bumi di Bantul, DI Yogyakarta, 2006.
Ia awalmua putus asa melihat kondisi tubuhnya yang cacat permanen. Namun, semangat hidupnya kembali tumbuh ketika masuk dalam komunitas tenis bagi kaum disabilitas.
Sejak saat itu, ia mulai menekuni tenis dan menjuarai berbagai perlombaan nasional. Ia juga terpilih mewakili Indonesia dalam ajang Asian Para Games 2018.
Setelah menjadi atlet profesional, Ndaru pun terus berlatih setiap hari dengan rutin berlari dan melakukan olahraga kebugaran. Ia berharap ada banyak kegiatan olahraga seperti lomba lari yang melibatkan kaum disabilitas.
”Dengan kegiatan tersebut, para kaum disabilitas tak lagi dipandang sebelah mata. Semangat hidup mereka juga dapat menginspirasi orang lain,” kata Ndaru.
Dengan kegiatan tersebut, para kaum disabilitas tak lagi dipandang sebelah mata. Semangat hidup mereka juga dapat menginspirasi orang lain.
Hal serupa dituturkan Mayor Artileri Pertahanan Udara Simon Edward Sirait. Ia tidak dapat menggunakan kakinya untuk beraktivitas karena terluka saat melakukan pengamanan di Jakarta pada 1995.
Meskipun begitu, ia tidak menyerah. Ia terjun dalam olahraga tenis untuk kaum disabilitas. Pada 2011, ia meraih medali perunggu Asean Para Games di Surakarta, Jawa Tengah.
Panglima Komando Daerah Militer Jayakarta Mayor Jenderal TNI Eko Margiyono mengapresiasi keterlibatan masyarakat yang antusias mengikuti kegiatan ini. Apalagi, kegiatan ini juga mengampanyekan pentingnya kepedulian pada lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan.
”Kami berharap masyarakat dapat semakin gemar berolahraga. Kami juga ingin kebiasaan membuang sampah pada tempatnya menjadi budaya di masyarakat,” ujar Eko.
Kami berharap masyarakat dapat semakin gemar berolahraga. Kami juga ingin kebiasaan membuang sampah pada tempatnya menjadi budaya di masyarakat.
Perlombaan ini, lanjut Eko, juga dapat menjadi sarana bagi kaum disabilitas untuk menyalurkan hobinya dalam berolahraga. Karena itu, ia ingin kegiatan yang baru pertama kali diadakan ini dapat berjalan rutin setiap tahun.