JAKARTA, KOMPAS – Layanan video digital mulai membidik generasi Z sebagai konsumen utama. Generasi Z yang sejak lahir akrab dengan teknologi diyakini akan lebih menyukai layanan video yang dapat dinikmati melalui gawai ketimbang televisi.
Generasi Z adalah mereka yang lahir mulai tahun 2000. Dibanding generasi Y atau milenial, generasi Z lebih akrab dengan teknologi karena mereka lahir setelah teknologi internet matang dikembangkan. Oleh karena itu generasi Z kadang disebut juga sebagai generasi internet.
“Pola perilaku generasi Z telah lama dipelajari pelaku industri teknologi. Saat ini, mereka konsumen utama teknologi,” kata pakar pemasaran digital Yuswohady, Rabu (19/9/2018). Bahkan survei Nielsen, menyebut generasi Z sebagai konsumen potensial masa depan.
Survei Nielsen pada 2016 menunjukkan, generasi Z terhubung ke internet hampir sepanjang waktu. Merujuk data yang sama, sebanyak 93 persen anak-anak dan 97 persen remaja mengakses internet melalui perangkat gawai.
Potensi pasar itu ditangkap industri teknologi Indonesia, salah satunya Telkomsel, yang baru saja meluncurkan platform layanan aliran (streaming) TV dan video berdasarkan permintaan (video on demand) yang dinamai OONA.
Saat ini sudah ada platform layanan video berdasarkan permintaan antara lain Netflix, Iflix, IMDb, Hooq, Cinema Box HD, Mega Box HD, Flipps TV, dan Tubi TV. “Kami membidik pasar lokal Indonesia, belum ada platform lain yang menyediakan ekosistem digital bagi pembuat konten lokal,” kata Direktur Utama Metranet, Wisnu Nugroho.
Berdasarkan data Litbang Kompas, pengguna internet Indonesia pada 2017 berjumlah sekitar 143 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 26,48 persen menyatakan tersambung ke internet selama lebih dari 7 jam per harinya. Adapun sebanyak 69,64 persen pengguna internet itu mengakses layanan video digital setiap kali tersambung internet.
Hal itu dibenarkan Yuswohady, generasi Y dan Z memang lebih menyukai video dari pada media berbentuk teks. “Terutama generasi Z sering kali lebih memilih membeli pengalaman ketimbang barang,” tambah Yuswohady.
Selain memenuhi permintaan pasar, kemunculan platform layanan video digital itu juga menjawab ketakutan media arus utama yang belakangan kepopulerannya tergerus media digital. Saat ini, mulai banyak media arus utama yang mengunggah konten tidak lagi hanya pada situs resmi media itu, tetapi menyebarkannya lewat berbagai platform.
Direktur utama Televisi Republik Indonesia (TVRI), Helmy Yahya, menyatakan, bisnis televisi kini membutuhkan platform layanan aliran video untuk “menitipkan” konten agar menjangkau generasi internet. Menurut dia, generasi muda cenderung lebih suka mengakses media lewat gawai yang ada di genggaman, dari pada menghidupkan televisi di rumah.
Senada dengan Helmy, Direktur Manajemen Visi Media Asia (Viva), David Burke, menyatakan konten digital adalah masa depan media berbasis video. “Suka atau tidak suka perubahan teknologi memaksa kita menuju ke arah itu,” kata David.(PANDU WIYOGA)