Menyapa Pagi di Rumah Tika Bisono
Kicauan burung menambah semarak suasana pagi di rumah Tika Bisono. Pepohonan di halaman depan rumahnya mengembuskan kesejukan yang segera berganti kehangatan lembut ketika sinar mentari mulai meninggi. Persis seperti dalam lagunya, ”Pagi”.
"Burung-burung pun memberikan salam. Dalam kesejukan dan indahnya pagi. Seandainya suasana pagi ini. Kan sepanjang hari, betapa bahagia”.
Sepenggal syair lagu ”Pagi” yang pernah dipopulerkan Tika (57) pada 1990-an itu terngiang- ngiang ketika pagi-pagi tiba di rumahnya di Kelapa Dua, Cimanggis, Depok. Kali ini, Tika tidak muncul ”dari balik jendela kamar”, seperti lirik dalam lagunya, tetapi dari pintu besar berwarna coklat kehitaman.
Sesaat setelah kami duduk di kursi teras, ia langsung semangat bercerita tentang halaman depan rumahnya yang dipenuhi aneka pohon. Mulai dari pohon sawo, jambu biji, jambu air, jeruk nipis, sampai tanaman cabai, lengkuas, serai, dan tanaman hias lainnya. ”Gue ini orang hutan. Enggak bisa hidup kalau enggak ada ijo- ijoan,” kata Tika ceplas-ceplos.
Gue ini orang hutan. Enggak bisa hidup kalau enggak ada ijo- ijoan.
Dengan segera, Tika bercerita tentang masa kecilnya yang disebutnya hidup di tengah hutan. Ayahnya bekerja di sebuah perusahaan minyak, membawa mereka hidup di tengah hutan di Lirik, Riau, dan Pendopo, Sumatera Selatan. Kesenangan Tika pada tanaman dan bercocok tanam diturunkan dari sang ayah.
”Di depan rumahku dulu hutan tropis. Hutan itu dulu playground aku dan adik-adik. Makanya, aku nangis waktu lihat dari pesawat hutan tempat tinggalku dulu sekarang rusak,” ungkap penyanyi yang kemudian lebih dikenal sebagai psikolog ini.
Di rumahnya dulu, ia sempat mempunyai kebun binatang mini dengan hewan-hewan hutan yang lepas dan mampir ke rumahnya. Beberapa burung beo, merak, anak harimau, labi-labi, anjing, sampai buaya kecil dipelihara Tika bersama keluarganya.
Kebun binatang
”Ayahku bikin kandang yang besar banget buat mereka. Kalau pagi aku sapa satu-satu,” ungkap ibu dari Janis dan Julian ini. Anak keduanya, Janika, meninggal, karena demam berdarah.
Ketika keluarga mereka harus pindah ke Amerika Serikat karena ayah Tika dipindahtugaskan ke sana, hewan-hewan itu mereka lepaskan ke alam karena tidak ada keluarga lain yang bersedia melanjutkan merawat. ”Sekarang aku cuma punya my beloved Potter,” kata Tika yang juga memopulerkan lagu ”Ketika Senyummu Hadir”.
Yang disebut Potter adalah anjing berbulu coklat, tampak sedang meringkuk manis di atas bantal dalam kandang di salah satu sudut teras. Tika mengaku sebagai penyayang binatang.
Setiap tamu yang singgah pasti akan melihat di sudut teras lainnya, sesosok legendaris berambut njegrak dan tahi lalat dekat bibir tengah menghadap mikrofon. Tika sungguh mengagumi sang penyanyi, Rod Stewart, yang sempat menggelar konser di Jakarta tahun 2012 itu.
Setelah menyaksikan konsernya, Tika melihat banner bergambar sang penyanyi idola itu dan terdorong memilikinya. Setelah menghubungi panitia, ternyata mereka dengan senang hati mengirimkannya kepada Tika.
Setelah itu, ”Rod Stewart” pun dengan setia menyambut kedatangan tamu yang datang ke rumahnya.
Tika dan keluarga baru menghuni rumah itu setahun terakhir. Sebelumnya, sejak tahun 2000- an ia tinggal di perumahan tidak jauh dari rumahnya sekarang. Namun, dua tahun lalu, ia ingin mencari suasana baru. Sempat mengontrak di perumahan lainnya sebelum akhirnya membeli rumah yang dibangun di atas lahan 290 meter persegi ini.
”Yang penting ada tempat luas buat tanaman dan aku masih bisa lihat langit dari halaman rumah,” kata istri dari Thoersi Argeswara, penata musik film yang mengantongi banyak penghargaan ini.
Tika mengisi rumahnya dengan perabot-perabot lama yang membuat tampilan rumahnya klasik. Sofa dan kursi-kursi lama, lemari, bufet, hingga kitchen set yang umurnya sudah di atas 10 tahun menghuni sudut-sudut rumah itu.
Menurut Tika, sebulan sekali ia melapisi perabot-perabot kayunya dengan pelitur agar kayu-kayunya tetap awet.
Tika juga senang mengoleksi lukisan. Lukisan-lukisan itu dibuat oleh eyangnya, ia sendiri, dan kedua anaknya. Ada juga lukisan dan foto-foto berbingkai pemberian teman-temannya. Semua ia rawat baik-baik.
Lukisan-lukisan ini ia gantung di dinding berbagai ruangan, mulai dari ruang tamu, ruang makan, kamar tidur, hingga ke kamar kecil. Paling banyak ia tempatkan di dinding-dinding yang mengapit tangga ke lantai dua rumah serupa galeri. Lukisan-lukisan ini dijaga oleh bingkai kayu yang juga coba dirawat dengan baik oleh si empunya.
Tika dan keluarga paling suka berkumpul di ruang tengah di lantai dua rumahnya. Kadang-kadang juga di balkon teras lantai itu sambil memandang kebun luas di depan rumah.
Kata Tika, ia ingin membeli lahan itu dan menanaminya dengan pepohonan agar bisa mengembalikan kenangan akan ”rumah hutan” tempat ia dibesarkan.
Tidak terasa, siang pun datang. Tika harus segera berangkat ke kantor. Lagu ”Pagi” kembali terngiang.
”Tanpa terasa siang kan menjelang. Hari kan berganti. Aku pun berlalu...”.