Galeri Soemardja yang merupakan galeri universitas tertua di Indonesia tak lantas memiliki wajah yang setua sejarahnya. Terletak di teras depan gedung kuliah Seni Rupa Institut Teknologi Bandung, galeri yang lahir sejak 1974 ini tampil modern dan tetap menjalankan fungsinya untuk memajukan seni rupa Tanah Air sebagai galeri akademik tanpa mereguk untung.
Dibandingkan galeri lain yang mengedepankan tujuan komersial untuk jual-beli karya, Galeri Soemardja memang menjalankan fungsi berbeda. Selain tidak bertujuan komersial, galeri ini pun saat ini lebih fokus ke riset atau penelitian. ”Galeri akademik jadi lebih nonprofit, tidak fokus ke penjualan. Kalau ada karya yang terjual, ya, bonus,” kata Michael Binuko, yang mengurusi data arsip dan dokumentasi di Galeri Soemardja.
Dalam satu tahun, galeri ini menyelenggarakan enam hingga tujuh pameran seni. Seperti pada awal Februari lalu, Galeri Soemardja menampilkan ”Zero Sum Game” yang adalah proyek pameran tunggal karya alumnus ITB, Maharani Mancanegara.
Maharani Mancanegara sebelumnya pernah meraih penghargaan Soemardja Award, yang merupakan agenda pameran rutin tahunan yang digelar galeri di ITB tersebut untuk karya-karya terbaik mahasiswa.
Karya-karya Maharani yang mengakrabi medium kayu dan menyoal tema sejarah segera dengan mudah dijumpai terpajang di dinding ruang pamer utama. Ruang pameran dengan pencahayaan hangat dan berbentuk hampir seperempat lingkaran itu jauh dari kesan tua dengan panel-panel yang mudah dilepas. Dalam ruang pamer itu, Maharani menampilkan pembabakan fabel ”Hikayat Wanatentrem” melalui rangkaian lukisan di atas kayu, sebuah cetakan buku, diorama menyerupai gunung, dan mural.
Pencahayaan yang pas dan penataan karya yang apik membuat pengunjung pameran betah berlama-lama menyaksikan karya seni yang disajikan. Kebanyakan dari mereka yang berpameran di galeri ini adalah alumni ITB meskipun ada pula seniman dari luar ITB.
Menurut Binuko, Galeri Soemardja justru membatasi pameran dari mahasiswa ITB, apalagi jika pameran tersebut menjadi bagian tugas kuliah. Pameran bagi kelompok khusus mahasiswa hanya digelar dengan syarat khusus. Kelompok mahasiswa tersebut harus berjumlah 40-50 orang dengan ukuran karya yang sudah ditentukan, antara lain 15 cm x 15 cm x 15 cm untuk karya patung.
Fokus riset
Mahasiswa ITB justru diharapkan bisa berpameran di lokasi lain sehingga lebih melek kantong seni dan ruang pamer yang cukup banyak bertebaran di kota Bandung.
Selanjutnya, Galeri Soemardja justru menjadi ruang pamer terbuka bagi pihak atau lembaga lain yang ingin menyewa tempat atau mengajukan programnya untuk menjadi program Galeri Soemardja. Syaratnya, pameran yang diselenggarakan tersebut harus berguna bagi kemajuan dunia seni rupa.
Galeri Soemardja juga memiliki dua kurator, yaitu Aminudin TH Siregar, yang saat ini sedang menempuh studi di Belanda, dan Danuh. ”Seniman tetap bisa pilih kuratornya sendiri. Tapi, biasanya kami tetap harus ngobrol tentang konten. Kalau mereka datang dengan proposal tanpa kurator, ya, kami yang kuratori. Ada juga yang tanpa kurator, tetapi ada wacananya, seperti pameran batik. Enggak bisa dipaksakan ada kuratorialnya,” kata Danuh, yang menjadi kurator galeri sejak 2013.
Prioritas utama galeri sebagai ruang pamer adalah pada seni murni, seperti patung, grafis, lukis, serta keramik dan intermedia. Namun, ruang pamernya pun tetap mewadahi seni eksperimental hingga seni baru. ”Belakangan ini, kami lagi mengurangi jumlah pameran. Lebih banyak ke riset tentang data seni rupa zaman dulu,” ujar Binuko.
Sebagai galeri universitas tertua, Galeri Soemardja memang memiliki kekayaan data perjalanan seni rupa, terutama berupa kliping, bundel majalah, dan katalog seniman, baik yang pernah pameran di galeri tersebut maupun di kantong seni lain yang pernah bekerja sama dengan Galeri Soemardja.
Katalog zaman lama ini menjadi salah satu yang langka dan tidak semua orang memiliki kenikmatan untuk mendapat informasi tersebut.
Ruang belajar
Ke depan, data yang dikumpulkan dari hasil riset tersebut diharapkan bisa diakses oleh mahasiswa ITB ataupun mahasiswa dari universitas lain. Karena karya-karya yang dipajang di ruang pamer lebih banyak diapresiasi oleh mahasiswa, galeri ini sekaligus menjadi ruang belajar bagi mahasiswa. Mereka juga bisa mengenal bagaimana sebuah karya dipamerkan di ruang galeri. Sebagian mahasiswa turut menjadi relawan untuk belajar cara memajang karya hingga proses pengurasian.
Para pegawai galeri yang umumnya adalah mahasiswa atau alumni yang ingin belajar atau mendalami seni di luar yang didapat di ruang kuliah turut berkantor di ruangan di lantai atas galeri serta di kantor utama di belakang galeri. Terpisahkan oleh pintu kaca, kantor utama galeri ini lebih menyerupai perpustakaan dengan banyak dokumen tua yang memang sedang diteliti ulang.
Kehadiran Galeri Soemardja cukup mencolok dengan hiasan patung yang bertebaran di halaman depannya dan menjadi bagian dari Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Galeri ini memperoleh namanya dari arsitek sistem pendidikan seni di Indonesia, Syafe’i Soemardja, yang juga Ketua Pelaksana Pendirian ITB.
Dengan luasan ruang pamer lebih dari 150 meter persegi, Galeri Soemardja terus menancapkan peran bagi perkembangan dunia seni rupa di Indonesia.