Penuaan Penduduk Bayangi Ekonomi ASEAN+3 dan Indonesia
Jangan sampai penuaan penduduk hanya ”dibaca” sebatas angka atau nilai ekonomi, tetapi juga dengan hati.
Saat ini kawasan ASEAN+3, termasuk Indonesia, berada di titik puncak perubahan demografi yang signifikan. Penduduk produktif atau usia kerja perlahan-lahan berkurang sehingga memperlambat laju pertumbuhan ekonomi.
ASEAN+3 terdiri atas 10 negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, ditambah China dan Hong Kong serta Jepang dan Korea Selatan. Jepang telah mengalami penuaan penduduk, sedangkan China mulai mengalaminya.
Selanjutnya akan menyusul Thailand. Adapun Kamboja, Indonesia, Laos, dan Filipina berada dalam transisi awal dengan tingkat kelahiran yang masih tinggi kendati sudah mulai menurun.
Hal itu mengemuka dalam laporan Lembaga Penelitian Makroekonomi ASEAN+3 (AMRO) yang dirilis di Singapura, Senin (8/4/2024). Laporan tahunan itu bertajuk ”ASEAN+3 Regional Economic Outlook 2024: Navigating Tomorrow”.
AMRO menyebutkan, bonus demografi yang besar—yang timbul dari pesatnya pertumbuhan populasi usia kerja—sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi ASEAN+3 dalam beberapa dekade terakhir. Namun, kemajuan ini perlahan-lahan berkurang karena hampir semua negara anggota mengalami penuaan populasi kendati dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Jepang, China, dan Korea Selatan dianggap berada dalam transisi akhir. Fase tersebut mencerminkan populasi usia kerja telah lama menurun dan rasio ketergantungan penduduk lanjut usia (lansia) terus meningkat pesat. Rasio ketergantungan lansia menunjukkan perbandingan jumlah penduduk lansia terhadap jumlah penduduk usia produktif
AMRO mencatat, puncak populasi dan penduduk usia kerja di Jepang sudah berakhir masing-masing pada 2009 dan 1991. Jumlah penduduk berusia tua atau di atas 65 tahun per 2021 sudah mencapai 29,8 persen dari total jumlah penduduk dengan rasio ketergantungan lansia sebesar 51.
Di China, populasi dan penduduk usia kerja telah memuncak masing-masing pada 2021 dan 2009. Jumlah penduduk berusia tua per 2021 sudah mencapai 19,6 persen dari seluruh populasi dengan rasio ketergantungan usia tua sebesar 19. Pada 2050, rasio ketergantungan lansia tersebut diperkirakan meningkat menjadi 32,5.
Adapun Thailand, populasi penduduknya akan memuncak pada 2029. Bonus demografi negara berjuluk ”Negeri Gajah Putih” itu sudah tuntas sejak 2012. Per 2021, jumlah penduduk berusia di atas 65 tahun sudah mencapai 14,5 persen dari total jumlah penduduk dengan rasio ketergantungan lansia sebesar 20,8. Pada 2050, rasio ketergantungan lansia tersebut diperkirakan meningkat menjadi 34,6.
Baca juga: Tren Populasi yang Menyusut dan Kecemasan Dunia
Penuaan yang cepat memicu kekhawatiran fiskal di tengah kebutuhan belanja prioritas, seperti pangan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur. Hal itu lantaran bakal ada kenaikan biaya layanan kesehatan, jaminan atau asuransi, dan kewajiban pensiun.
Group Head and Principle Economist AMRO Allen Ng mengatakan, penuaan penduduk merupakan salah satu dari tiga tren sekuler utama di kawasan ASEAN+3. Dua tren sekuler lain adalah konfigurasi ulang perdagangan global dan perubahan teknologi yang semakin pesat.
”Penuaan penduduk menghadirkan tantangan penting dan risiko bagi kawasan ASEAN+3. Namun, hal itu juga menciptakan sumber pertumbuhan dan peningkatan produktivitas baru,” ujarnya melalui siaran pers.
Untuk itu, upaya-upaya menyeimbangkan risiko dengan peluang tersebut akan membantu ASEAN+3 mengamankan pertumbuhan yang berkelanjutan, berketahanan, dan inklusif dalam jangka panjang. Salah satunya melalui pemanfaatan teknologi dan terobosan inovasi di sektor-sektor produktif penopang ekonomi sebuah negara.
Tidak hanya itu, lanjut Allen, kawasan ASEAN+3 juga tengah berhadapan dengan tantangan populasi agar hidup lama dan lebih sehat. ”Beradaptasi agar berumur panjang dan memungkinkan masyarakat kita untuk menua secara produktif akan menjadi hal yang sangat penting bagi masa depan kawasan ini,” katanya.
Penuaan di Indonesia
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? AMRO menyebutkan, puncak populasi Indonesia bakal terjadi pada 2060, sedangkan puncak bonus demografi pada 2029. Per 2021, rerata pertumbuhan penduduk usia kerja sebesar 1,45 persen dan jumlah penduduk lansia mencapai 6,8 persen dari total populasi.
Dalam satu dekade, 2012-2022, rasio ketergantungan lansia di Indonesia dari 12,01 menjadi 16,01. Ini berarti, pada 2022, sebanyak 100 penduduk usia produktif menanggung 16 orang lansia. Dengan kata lain, satu orang lansia didukung enam penduduk usia produktif dari sebelumnya delapan penduduk usia produktif.
Beradaptasi agar berumur panjang dan memungkinkan masyarakat kita untuk menua secara produktif akan menjadi hal yang sangat penting bagi masa depan kawasan ini.
Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyebutkan, pada 2045, jumlah orang lansia di Indonesia akan meningkat menjadi 19,9 persen dari total penduduk. Kemampuan penduduk usia produktif mendukung seorang lansia juga berkurang menjadi lima orang.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Maliki menyatakan, Indonesia diprediksi mengalami penuaan populasi lebih cepat dibandingkan Jepang. Indonesia membutuhkan waktu sekitar 21 tahun untuk mencapai peningkatan dari 7 persen penduduk 65 tahun ke atas menjadi 14 persen. Sementara Jepang membutuhkan waktu sekitar 25 tahun (Kompas, 6/10/2023).
Baca juga: Memaksimalkan Potensi Bonus Demografi Kedua
Bagi Indonesia, penuaan penduduk dunia, termasuk di kawasan ASEAN+3, dan di dalam negeri juga bakal berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. Penuaan penduduk di sejumlah negara mitra dagang utama Indonesia, seperti China, misalnya, mulai sedikit berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi negara itu.
Banyak kalangan yang menyebut era keajaiban China mulai surut. Hal itu berpotensi memengaruhi kinerja ekspor Indonesia ke depan.
Vice President for Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani menilai, kondisi ekonomi China tengah berada di titik jenuh. Sejumlah indikatornya, antara lain, pembangunan infrastruktur sudah tidak tumbuh signifikan, banyak investor yang memindahkan lokasi industri dari China, dan krisis properti. Daya beli masyarakat juga mulai turun akibat penuaan penduduk.
Era pertumbuhan ekonomi tinggi China memang diperkirkan bakal berakhir. Namun, bukan berarti ekonomi China ke depan akan terpuruk terus-menerus. Ekonomi China tetap akan tumbuh, hanya saja tidak setinggi beberapa tahun sebelumnya.
”Seperti Jepang, setelah puluhan tahun membangun ekonomi dan merasakan bonus demografi, China akan memasuki era steady-state economy. Ekonomi negara tersebut berada dalam keadaan stasioner atau tidak banyak berubah,” katanya.
Baca juga: Era Keajaiban China Diperkirakan Berakhir, Bagaimana Nasib RI?
Di dalam negeri, penuaan penduduk akan menambah biaya fiskal negara dan pengeluaran penduduk usia produktif. Selain itu, penuaan populasi juga akan merembet ke sejumlah sektor lain. Salah satu sektor yang paling krusial adalah pangan.
Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2023 Tahap I, Badan Pusat Statistik menyebutkan, proporsi petani pengelola usaha pertanian perorangan berusia 55-64 tahun meningkat dari 20,01 persen pada 2013 menjadi 23,3 persen pada 2023. Begitu juga petani berusia 65 tahun ke atas yang proporsinya meningkat dari 12,75 persen menjadi 16,15 persen dalam sepuluh tahun terakhir.
Baca juga: Petani Semakin Menua dan Alami Guremisasi
Jepang mengalami hal serupa dan berupaya mengatasinya melalui inovasi teknologi. Di kala persoalan itu mulai sedikit teratasi, Jepang mengalami kelangkaan tenaga kerja rumah sakit dan panti jombo. Seiring bergulirnya waktu, kelangkaan tenaga kerja merembet ke sektor konstruksi, jasa pengiriman barang, transportasi publik, dan pengajar di sejumlah strata pendidikan.
Kendati begitu, jangan sampai penuaan penduduk hanya ”dibaca” sebatas angka atau nilai ekonomi. Penuaan penduduk juga perlu ditangani dengan hati. Sektor penumbuh ekonomi di luar konsumsi rumah tangga perlu dipikirkan dan dikembangkan sejak sekarang, apalagi menuju Indonesia Emas 2045.
Saat ini Indonesia telah memiliki Strategi Nasional Kelanjutusiaan yang ada dalam Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2021. Strategi nasional itu mencakup lima pilar.
Kelima pilar itu adalah peningkatan pelindungan sosial, jaminan pendapatan dan kapasitas individu; peningkatan derajat kesehatan dan kualitas warga lansia; pembangunan masyarakat dan lingkungan ramah warga lansia; penguatan kelembagaan pelaksana program kelanjutusiaan; serta penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan terhadap hak warga lansia. Strategi itu perlu diterapkan secara optimal di era kepemimpinan baru nanti.
Strategi nasional kelanjutusiaan itu diharapkan bisa tetap terus dioptimalkan oleh pemerintah baru nanti, bahkan disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Sekali lagi, jangan sampai penuaan penduduk hanya ”dibaca” sebatas angka atau nilai ekonomi, tetapi juga dengan hati.