MK Tutup Peluang Panggil Presiden Jokowi di Sengketa Hasil Pilpres
›
MK Tutup Peluang Panggil...
Iklan
MK Tutup Peluang Panggil Presiden Jokowi di Sengketa Hasil Pilpres
MK tutup peluang panggil Presiden untuk bersaksi di sengketa pilpres. Selain fakta sudah dipahami, juga tak ada waktu.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi menyebut sidang pemeriksaan pihak-pihak terkait dalam sengketa hasil pemilu presiden sudah selesai. Karena itu, opsi pemanggilan Presiden Joko Widodo untuk dimintai keterangan dalam dugaan cawe-cawe selama kampanye Pilpres 2024 sudah tertutup. Juru Bicara Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan, tidak ada lagi pihak-pihak yang akan dipanggil lagi karena semua fakta sudah dapat dipahami.
”Tidak ada lagi pihak-pihak yang akan dipanggil karena semua fakta sudah dapat dipahami dan waktu juga tidak memungkinkan,” kata Enny saat dihubungi, Senin (8/4/2024).
Ia menjelaskan, proses pembuktian perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pilpres telah selesai. Delapan hakim konstitusi yang memeriksa dan mengadili perkara itu sudah bisa menangkap fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, yang dinilainya transparan kepada publik itu.
”Tinggal menunggu kesimpulan dari pihak masing-masing. Saat ini hakim sedang mendalami semua fakta tersebut untuk membuat legal opini,” katanya.
Keterangan sangat penting
Sebelumnya, pengajar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Herlambang Perdana Wiratraman mengatakan, MK sesungguhnya memiliki kewenangan untuk memanggil Presiden Joko Widodo dan meminta keterangan untuk pemeriksaan perkara PHPU Pilpres 2024. Alasan tidak memanggil Presiden sebagai simbol kepala negara dianggap mengada-ada.
”Tapi, sepertinya majelis hakim konstitusi tidak memberi jalan (untuk pemanggilan Presiden),” ujarnya (Kompas.id, 8/4/2024).
Ia menambahkan, keterangan Presiden Jokowi sesungguhnya sangat penting dalam pemeriksaan sidang sengketa hasil pilpres yang ditangani MK.
Keterangan Presiden Jokowi sesungguhnya sangat penting dalam pemeriksaan sidang sengketa hasil pilpres yang ditangani MK.
Sebelumnya, dalam sidang pemeriksaan dengan agenda mendengarkan keterangan dari empat menteri Kabinet Indonesia Maju, yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini, Jumat (5/4/2024), Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, kurang elok jika presiden sebagai kepala negara yang juga simbol negara dihadirkan dalam persidangan.
Kurang elok
Menurut Arief, MK sudah menganggap pemeriksaan saksi dalam PHPU pilpres selesai pada Jumat itu. Setelah libur Idul Fitri, rapat permusyawaratan hakim dijadwalkan berlangsung 16-19 April 2024. Adapun putusan hakim, menurut rencana, dibacakan pada 22 April.
Saat ditanya apakah pernyataan Arief itu merupakan sikap dari lembaga MK, Enny Nurbaningsih meminta agar hal tersebut ditanyakan langsung kepada yang bersangkutan.
Dihubungi terpisah, Arief Hidayat mengatakan, pernyataannya di sidang sesuai dengan risalah persidangan yang diunggah di situs mkri.id adalah pemanggilan presiden sebagai Kepala Negara Republik Indonesia terlihat kurang elok. Sebab, Presiden berperan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
”Kalau hanya sekadar kepala pemerintahan, akan kami hadirkan di persidangan ini. Namun, karena presiden sebagai kepala negara, simbol negara yang harus kita junjung tinggi oleh semua stakeholder, kami memanggil para pembantunya, dan pembantunya ini yang berkaitan dengan dalil pemohon,” kata Arief di persidangan, Jumat lalu.
Arief menegaskan bahwa sikap itu muncul dari pertanyaan hakim karena hakim memiliki independensi. Ia juga mengatakan bahwa selama persidangan dirinya juga melakukan pendidikan politik dan hukum dengan benar kepada publik yang menyaksikan jalannya persidangan.