Ahmad Supandi, Sang Maestro Gambus Betawi
Dengan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta yang baru disahkan, Supandi berharap budaya Betawi lebih diperhatikan lagi.
Sekitar 31 tahun lalu, Ahmad Supandi (61) alias Haji Hendy mulai tertarik belajar musik tradisional Betawi saat mengantar anaknya belajar alat musik tabla di Menteng, Jakarta Pusat. Ia turut belajar tabla dan akhirnya menekuni musik gambus.
Gambus yang lekat dengan irama musik padang pasir pernah berjaya di tanah Betawi pada 1940. Musik gambus tak pernah ketinggalan mengiringi pesta, acara khitanan, hingga kegiatan keagamaan. Tumbuh kembang musik gambus di Betawi tak lepas dari imigran asal Hadramaut pada awal abad ke-19.
Baca juga: Jakarta Live Act, Upaya Memajukan Budaya Betawi dalam Industri Musik
Pada 11 Maret 1993, Ahmad Supandi membentuk grup musik gambus Betawi bernama Arrominiah. Sanggar Gambus Arrominiah berada di Jalan Mampang Prapatan 15, RT 007 RW 005, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Adapun nama Arrominiah berasal dari nama putrinya, Amira Rominia.
Saat itu, banyak pemuda di sekitar kampungnya termasuk musisi cukup kompeten. Sayangnya, bakat mereka tidak berkembang karena kurangnya wadah untuk mengeksplorasinya. Supandi melihat potensi itu. Ia kemudian mengumpulkan para musikus tersebut dan membentuk Gambus Arrominiah.
”Tahun 1998, saat terjadi kerusuhan, kami mulai tampil di stasiun televisi. Pada tahun itu juga terbentuk orkestra,” tuturnya, Senin (1/4/2024) siang.
Awalnya, Supandi dan rekan-rekannya bermain gambus di kalangan jemaah dan orang-orang Arab. Pada awal kariernya, gambus di kalangan masyarakat Betawi dianggap kampungan. Oleh sebab itu, ia berkomitmen mengubah citra gambus dengan berbagai inovasi serta berniat membumikan gambus di Indonesia.
Berbagai inovasi yang Supandi lakukan antara lain menyertakan penari saat tampil, seperti penari zapin. Kostum yang berbeda setiap manggung dan sesuai tema acara juga dinilai penting. Begitu pula etika para pemain menjadi perhatiannya. ”Tanpa inovasi, akan ditinggalkan masyarakat karena penonton akan jenuh,” ujar Supandi yang memiliki darah seniman dari ayahnya.
Baca juga: Kisah Penjaga Budaya Betawi yang Kian Terpukul Pandemi
Berdiri sejak 31 tahun lalu, saat ini generasi pemain Gambus Arrominiah kebanyakan diisi generasi ketiga dengan rata-rata usia berkisar 22-30 tahun. ”Banyak anak dari generasi pertama yang melanjutkan kiprah ayahnya. Seperti salah satunya anak saya. Jadi, bisa dibilang turun-temurun,” kata lelaki yang mengidolakan musisi Umm Kulthum dari Mesir dan Muhammad Rafi dari India itu.
Rata-rata setiap pemain di grup musik gambusnya bisa menguasai 3-4 alat musik. Berbeda dengan musik gambus pada umumnya. Ada beberapa alat musik dalam gambus Betawi yang dimainkan, seperti kendang galak, akordeon, dan marakas. Sementara kibor, suling, dan gitar bas merupakan alat musik tambahan.
Biasanya, pemain musik yang tampil berjumlah 8-15 orang. Jika diundang untuk orkestra, akan ada sekitar 120 pemain musik dan penari yang tampil.
Hingga saat ini, Gambus Arrominiah sudah mengeluarkan 10 album. Album pertamanya dirilis pada 1995 berjudul Ya Arhamarrohimin. Album terakhir dirilis pada tahun 2015 berjudul Marhaban yang berkolaborasi dengan penyanyi Cici Paramida.
”Lagu yang kami ciptakan itu menggunakan bahasa Arab dan mengandung banyak pesan moral. Seperti shalawatan,” ujar Supandi.
Tanpa inovasi akan ditinggalkan masyarakat karena penonton akan jenuh.
Bertahan
Selain melanglang buana di seluruh pulau di Indonesia, Gambus Arrominiah telah tampil di sejumlah negara, antara lain Belanda, Perancis, Belgia, Mesir, Yaman, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
”Penampilan kami yang paling berkesan adalah saat tampil di Den Haag, Belanda. Sebab, 90 persen penontonnya bule, yang belum tentu mengerti bahasa Arab dan Indonesia. Tetapi, mereka sangat antusias, menghormati dan menikmati musik Arrominiah,” tutur Supandi.
Tidak hanya menghadiri acara atau undangan, saat ini Gambus Arrominiah juga mengunggah karyanya di Youtube. Supandi telah menyiapkan banyak lagu untuk diunggah di akun Youtube-nya.
”Sekarang zaman sudah canggih. Ada medsos yang memudahkan agar para pemain musik dikenal masyarakat luas. Dulu, tak semudah itu. Jika ingin dikenal orang, setiap diundang acara, ya, harus menampilkan yang terbaik. Jika tak begitu, tak ada yang melirik,” ujarnya.
Baca juga: Yahya Andi Saputra, Sahibul Hikayat Betawi Ulung yang "Palu Gada"
Bagi Supandi, para musisi harus memiliki pasarnya sendiri. Ia bersyukur, meski sudah lama berkarier, hingga detik ini grup musiknya masih digemari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan masih seringnya ia diundang di sejumlah acara besar, seperti yang terakhir tampil di Festival Bedug 2024 yang digelar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (29/3/2024).
Supandi menekankan, jika musisi ingin selalu eksis, harus selalu berkembang mengikuti zaman. Pakem boleh dipegang, tetapi tidak boleh stuck, dan mau berinovasi.
”Meski gaya musik diubah, alat musiknya bisa tetap menggunakan musik tradisional Betawi. Panggung juga bisa diubah agar tidak monoton. Penyanyi dan pemain musik juga harus atraktif. Harus banyak melihat hasil karya orang lain dan juga harus banyak membaca,” katanya.
Menurut Supandi, dukungan pemerintah masih kurang maksimal terhadap budaya Betawi. Dengan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta yang baru disahkan, ia berharap budaya Betawi lebih diperhatikan lagi karena ada beberapa budaya yang hampir punah.
”Selain tanggung jawab masyarakat, pemerintah juga merupakan penanggung jawab utama sebagai wakil masyarakat, terutama Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta. Saya juga memohon agar Dinas Pariwisata DKI lebih mengutamakan musik tradisional saat menarik pariwisata di Jakarta, seperti contohnya di Bali. Nantinya, orang asing, kalau ke sini, bisa tertarik,” lanjutnya.
Ahmad Supandi
Lahir: Jakarta, 5 Juli 1962
Pendidikan: S-1 Ilmu Politik di Universitas Averus di Jakarta (1982-1986)
Piagam penghargaan:
- Penghargaan sebagai pengajar pada kegiatan pelatihan Seni Sastra Tradisi yang dilaksanakan pada 12-25 Maret 2019 di Satuan Pelayanan Latihan Kesenian Jakarta Selatan Unit Pengelola Pusat Pelatihan Seni Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
- Penghargaan sebagai tim juri dalam Lomba Cipta Lagu Betawi pada tahun 2013 oleh Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (DPD PAPPRI) DKI Jakarta