Tak Semua Suka Gimik, Ganjar Bakal Perbanyak Kampanye Gagasan
›
Tak Semua Suka Gimik, Ganjar...
Iklan
Tak Semua Suka Gimik, Ganjar Bakal Perbanyak Kampanye Gagasan
Calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, menerima masukan dari banyak anak muda yang tak suka jika disuguhkan sekadar gimik politik.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, menghadiri dialog dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (30/11/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, akan terus mengintensifkan pemaparan program-program yang sesuai dengan kebutuhan generasi muda dibandingkan dengan menghadirkan gimik politik. Kampanye gagasan itu dianggap lebih menarik bagi kalangan muda. Ditambah lagi memberikan edukasi politik.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Ganjar Pranowo seusai berdialog dengan jajaran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (30/11/2023), mengatakan, dirinya menghormati materi kampanye pasangan calon presiden-calon wakil presiden lain yang mengedepankan gimik. Namun, anak muda harus diedukasi agar tidak terjebak pada demokrasi prosedural. Setelah ia menerima masukan dari sejumlah anak muda, mereka justru tersinggung jika sekadar diberikan gimik.
”Maka, perlu pencerdasan edukasi politik berdasarkan apa programnya untuk anak muda. Ketika saya ketemu anak muda, tidak semua anak muda suka gimik, kok,” ujar Ganjar.
Dalam berbagai kesempatan dan kegiatan, Ganjar secara konsisten mendengarkan dan menyerap aspirasi dari generasi muda. Mereka menginginkan agar bisa difasilitasi menuju ekonomi kreatif. ”Itu (kebutuhan) anak muda. Jadi, boleh pakai gimik, tetapi jangan menghilangkan substansi,” katanya.
Para peneliti dan pemerhati, lanjut Ganjar, juga telah mengingatkan, jika kampanye hanya dipenuhi dengan gimik politik semata, akan semakin mengarah pada demokrasi prosedural, bukan demokrasi substansial. Untuk mencapai demokrasi substansial, para kandidat dituntut bisa menyampaikan ide dan gagasannya serta kondisi dan solusi atas persoalan saat ini.
Optimalisasi penggunaan media
Ganjar menyampaikan, dirinya akan mengoptimalkan penggunaan media mainstream dan media sosial selama masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Ia menilai, media mainstream dan media sosial sangat efektif untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Ia menjelaskan, media mainstream sangat efektif untuk menyebarkan informasi akurat kepada publik karena memiliki aturan jelas yang wajib dipatuhi komunitas media. ”Ketika kita ingin menjangkau beberapa kawasan dengan media yang kredibel, media mainstream menjadi penting. Tugas kita mengedukasi publik karena teknologi maka ilmu berubah,” katanya.
Namun, Ganjar juga punya cara tersendiri dalam menyampaikan informasi yang relatif ringan kepada publik melalui media sosial. Ia yang sudah cukup lama aktif di media sosial mengungkapkan, media komunikasi yang dipilih dalam kampanye sangat perlu diperhatikan untuk menentukan target kampanye.
”Saya orang yang bermedsos cukup lama. Maka, saya relatif punya kelancaran komunikasi dengan mereka-mereka yang harus kita jangkau, tidak hanya sisi spasialnya atau areanya, tetapi juga intensitasnya. Itu saya set up sendiri dan dua media ini saya pakai,” ucap Ganjar.
Tantangan disrupsi media
Di sisi lain, Ganjar mengatakan, saat ini bisnis media mainstream memang tengah menghadapi disrupsi digital, dari konvensional menjadi digital. Dalam menghadapi tantangan ini, perusahaan media mainstreamtidak bisa berjalan sendiri. Untuk itu, pemerintah perlu mendukung upaya perusahaan media mainstreamuntuk bisa bertahan dan beradaptasi.
”Rasa-rasanya media perlu belajar. Maka perlu dukungan pemerintah agar media tetap bisa survivedalam proses berubah dari konvensional ke digital,” ujar Ganjar.
Ia pun mendukung agar perusahaan media terus mengembangkan kapasitas para jurnalis agar bisa beradaptasi dengan perubahan. ”Karena ada kompetitor, yakni medsos, hari ini rasa-rasanya kita butuh ilmu komunikasi kita berkembang agar media mainstream tetap bisa menjalankan bisnis medianya, tetapi yang media sosial juga harus diajarkan,” katanya.
Dalam menjaga kebebasan pers, Ganjar menegaskan, perlu adanya edukasi publik terkait kebebasan berekspresi yang tetap memperhatikan aturan serta batas kewajiban asasi sebagai warga masyarakat. Ia pun berpendapat, pemerintah perlu menghormati kebebasan pers dan kebebasan berekspresi warga negara.
Tak kalah penting, pemerintah perlu mendukung secara nyata perusahaan media dalam menghadapi tantangan disrupsi digital. ”Bentuk dukungannya, pemerintahnya enggak boleh baperan (bawa perasaan) kalau dikritik karena hal itu bagian dari kebebasan pers. Kedua, insentif yang bisa diberikan (kepada perusahaan media) ketika transisi ini terjadi,” ujar Ganjar.
Ketua PWI Hendry Ch Bangun mengatakan, situasi kemerdekaan pers saat ini terkadang terancam. Apalagi, sekarang pers juga sedang menghadapi krisis, baik secara etika, terlebih dari secara ekonomi. Sebab, hampir 90 persen penghasilan yang dulu diperoleh oleh pers sekarang justru jatuh ke media sosial atau platform yang mengelola informasi.
Untuk itu, PWI ingin meminta komitmen dari para capres mengenai upaya menjaga dan mempertahankan kemerdekaan pers. Ia menyebut, tiga capres sudah diundang untuk mengisi dialog dengan PWI, yang diawali oleh Ganjar pada Kamis ini. Capres nomor urut 1, Anies Baswedan, dijadwalkan hadir pada Jumat (1/12/2023). Adapun jadwal dialog dengan capres nomor urut 3, Prabowo Subianto, masih belum ditentukan.