Sejumlah pengusaha superkaya Indonesia memiliki klub sepak bola Eropa. Apa yang sebenarnya mereka cari?
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
KOMPAS
Lima Tahun Dimiliki Djarum, Como 1907 Balik ke Liga Italia Serie A
Prestasi sepak bola Indonesia memang belum mendunia. Namun, triliuner Indonesia sudah lama malang melintang jadi pemilik saham klub di Eropa. Meski sudah jelas punya motif bisnis, mereka juga ikut membawa nama Indonesia di panggung sepak bola dunia. Inilah fenomena para orang terkaya di Tanah Air memiliki klub sepak bola di Eropa.
Keberhasilan klub sepak bola Italia, Como 1907 naik ke kasta tertinggi liga Italia, Serie A, beberapa hari ini mendadak jadi buah bibir tak hanya di kalangan pecinta sepak bola, tetapi juga para pengusaha di Indonesia. Padahal, klub ini tidak setenar klub Eropa lain, macam Real Madrid, Manchester United, dan Juventus.
Bukan karena tim ini memiliki pesepak bola terbaik di dunia atau karena lokasi klub yang termasyhur karena keindahan Danau Como yang jadi destinasi wisata ”negeri piza” itu. Tetapi, karena klub ini dimiliki oleh grup Djarum, grup konglomerasi bisnis salah satu orang terkaya di Indonesia, yakni Hartono bersaudara.
Kepemilikan Grup Djarum pada Como 1907 bermula sejak 2019. Mengutip The Athletic, Djarum merogoh kocek 850,000 euro (Rp 14 miliar) dan membayar lunas seluruh utang sebesar 150,000 euro (Rp 2,6 miliar) untuk mengambil alih Como. Adapun saat itu Como sedang terjerembap di Serie D atau liga kasta keempat Italia akibat bangkrut dan gagal melunasi utang pada 2017.
Suntikan finansial dari Grup Djarum itu pun berdampak pada prestasi Como yang langsung naik ke Serie C atau kasta ketiga liga Italia pada tahun itu. Kini setelah lima tahun berselang, Como telah berhasil naik ke Serie A. Terakhir mereka bermain di Serie A pada musim 2002/2003 atau 21 tahun lalu.
Dari ditebus seharga sekitar Rp 14 miliar, kini, mengutip Transfermrkt per 14 Mei 2024, nilai valuasi Como 1907 telah meroket berkali lipat menjadi Rp 698,74 miliar.
Kendati klubnya baru bergabung di Serie A, kekayaan Hartono bersaudara langsung melejit jadi nomor wahid sebagai pemilik klub terkaya di Italia. Mengutip Bloomberg Billionaires Index per 13 Mei 2024, kekayaan Budi Hartono mencapai 22 miliar dollar AS sehingga menempatkannya di posisi ke-86 orang terkaya sedunia. Adapun familinya, Michael Hartono, tercatat memiliki kekayaan 20,4 miliar dollar AS yang membuatnya duduk di posisi ke-96 orang terkaya sedunia. Budi dan Michael tercatat sebagai orang terkaya ke-3 dan ke-4 Indonesia dalam daftar itu.
Jumlah pundi-pundi Hartono bersaudara ini melebihi kekayaan dari keluarga mantan Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi yang mencapai 6,8 miliar dollar AS. Berlusconi kini memiliki klub AC Monza setelah dikenal sebagai pemilik AC Milan.
COMO 1907 MEDIA
CEO Como 1907 memperkenalkan Thierry Henry (kanan) sebagai pemilik saham minoritas terbaru sekaligus duta jenama klub di Como, Italia, Senin (29/8/2022),
Hartono bersaudara bukan orang Indonesia pertama yang memiliki klub Serie A. Sebelumnya, Erick Thohir pernah memiliki Inter Milan pada 2013-2016.
Mengutip Forbes, Erick membeli 70 persen kepemilikan saham Inter Milan dengan banderol 250 juta euro pada 2013. Ia pun didapuk menjadi presiden klub dengan seragam hitam-biru itu.
Enam tahun berselang, Erick menjual kepemilikan sahamnya di Inter Milan kepada grup konglomerasi China senilai 350 juta euro. Artinya, Erick diperkirakan memperoleh keuntungan sekitar 100 juta euro dari transaksi kepemilikannya di Inter Milan.
Selain Hartono bersaudara dan Erick, masih ada pula pengusaha Indonesia yang aktif menjadi pemilik klub di Eropa. Salah satunya adalah Sofjan Wanandi, yang memiliki klub Tranmere Rovers yang kini berkompetisi di League Two atau kasta keempat Liga Inggris.
KOMPAS/HERPIN DEWANTO PUTRO
Wakil Presiden Inter Milan Javier Zanetti berswafoto bersama para pendukung Inter Milan di sela acara sosialisasi peluncuran Inter Academy Indonesia (IAI). Foto diambil pada 14 Februari 2018.
Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal, mengatakan, alasan para triliuner Indonesia ini memiliki klub Eropa beragam. Selain karena kecintaan pada olahraga, jangan lupakan bahwa mereka pada akhirnya tetaplah seorang pengusaha yang mencari peluang keuntungan dari industri sepak bola Eropa.
Ia mencontohkan, Erick Thohir yang terlihat mencari selisih keuntungan pembelian dan penjualan saham. Erick membeli Inter Milan dengan harga relatif murah karena tengah terpuruk secara finansial dan valuasinya jeblok. Seusai dibeli dan dibenahi Erick, kondisi finansial dan valuasi Inter Milan pun membaik. Ketika ada investor China ingin menawar Inter Milan dengan harga yang lebih tinggi dari saat Erick membelinya dulu, ia pun melepaskan kepemilikannya.
Sementara mengenai Djarum, Fithra yang juga penggemar sepak bola ini mengatakan, potensi pasar dan keuntungan dari Como masih bisa berkembang. Grup Djarum bisa mendapatkan keuntungan dari sponsor dan hak siar Serie A Italia. Selain itu, mereka juga punya anak usaha yang bergerak pada siaran televisi kabel sepak bola Eropa, Mola TV.
Terlepas dari berbagai materi yang mereka peroleh, lanjutnya, keberadaan para triliuner Tanah Air sebagai pemilik klub di Eropa ini secara tidak langsung membawa nama Indonesia di panggung dunia.
”Dunia bisa menilai, wah, ada pengusaha Indonesia yang memiliki klub kasta tertinggi liga Eropa. Orang Indonesia juga powerful, lho! Nama Indonesia juga bisa ikut terangkat,” ujarnya, dihubungi pada Selasa (14/5/2024).
Fithra menambahkan, alasan mereka lebih memilih membeli klub Eropa lantaran industri sepak bola Tanah Air ini tidak berkembang. Pengelolaan liga yang masih semrawut membuat valuasi klub dan industri sepak bola Tanah Air mentok begitu saja. Padahal, dengan jumlah penduduk jutaan orang, yang mayoritas penggila sepak bola, Indonesia punya potensi besar sebagai industri sepak bola.
Senada dengan Fithra, pengamat olahraga Fritz Simanjuntak mengatakan, kompetisi sepak bola Eropa relatif diselenggarakan dengan sportif dan akuntabel. Berbeda dengan di Tanah Air yang masih lekat dengan keberadaan mafia.
”Lingkungan dan ekosistem kompetisi sepak bola di Eropa itu sudah bagus sekali. Kompetisinya jelas pelaksanaannya. Jadi, menarik para pengusaha kaya untuk berinvestasi di sana,” ujar Fritz.
Ia menambahkan, masuknya Grup Djarum sebagai pemilik klub sepak bola juga bisa dipandang sebagai upaya grup ini mentransformasikan citra perusahaannya dari perusahaan rokok jadi perusahaan multilini usaha.
”Jadi, motivasi mereka masuk sebagai industri ini bukan hanya sekadar cash value, tapi ada beragam potensi intangible value berharga lainnya,” ujarnya.
Olahraga memang punya daya tarik luar biasa, termasuk dari aspek ekonomi. Hal ini jadi gula-gula yang menarik para triliuner pun terjun ke industri ini.