Kenaikan Harga Minyak dan Pelemahan Kurs Perlu Diantisipasi
Penyesuaian harga bisa dilakukan pada BBM nonsubsidi, sedangkan kenaikan harga BBM bersubsidi berisiko menyulut inflasi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga minyak, seperti jenis Brent yang menyentuh 90 dollar AS per barel atau tertinggi sejak Oktober 2023, sebagai dampak dari situasi geopolitik, perlu diantisipasi. Pengamat menilai, kalaupun akan ada kenaikan harga bahan bakar minyak, kenaikan itu akan terjadi pada jenis nonsubsidi. Sementara kenaikan harga BBM bersubsidi/kompensasi bakal berisiko menyulut inflasi.
Berdasarkan data Trading Economics, kenaikan harga minyak Brent terjadi sejak pertengahan Maret 2024, yakni dari 81,6 dollar AS per barel pada 12 Maret menjadi 86,6 dollar AS per barel pada 19 Maret. Selanjutnya, harga masih meningkat hingga 91,1 dollar AS per barel pada 5 April 2024 atau tertinggi sejak Oktober 2023. Sementara per 12 April 2024 harga Brent tercatat 90,1 dollar AS per barel.
Kenaikan harga minyak mentah itu tak terlepas dari konflik di Timur Tengah. Sebelumnya, Israel dilaporkan bersiaga untuk menghadapi ancaman serangan langsung dari Iran. Adapun Iran menyalahkan Israel atas serangan terhadap kompleks diplomatik Iran di Damaskus, Suriah, yang menewaskan sejumlah orang di sana.
Sebagai negara pengimpor bersih (net importer)minyak, Indonesia berpotensi terdampak akan situasi tersebut meskipun kenaikan harga minyak mentah tak sesignifikan pada tahun 2022 yang hingga di atas 100 dollar AS per barel. Adapun nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga semakin mendekati Rp 16.000 per dollar AS. Selama ini, harga minyak mentah dan kurs menjadi bagian dari sejumlah variabel pembentuk harga BBM di Indonesia.
Pengamat ekonomi energi yang juga dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fahmy Radhi, saat dihubungi, Sabtu (13/4/2024), mengatakan, situasi tersebut perlu mendapat perhatian. Penyesuaian harga bisa dilakukan pada BBM nonsubsidi, yang selama ini memang menjadi kewenangan badan usaha, termasuk PT Pertamina (Persero).
Pasalnya, suka tidak suka, harga BBM nonsubsidi perlu dinaikkan di tengah meningginya harga minyak dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Apabila tidak, keuangan Pertamina bisa terdampak karena menjual di bawah harga keekonomian. Namun, harga BBM bersubsidi, seperti biosolar dan pertalite, masih dapat ditahan.
Kenaikan harga kedua jenis BBM itu berisiko menyulut inflasi. ”Jumlah pengguna BBM bersubsidi terbanyak dibandingkan jenis BBM lainnya sehingga jika harganya naik, bisa menurunkan daya beli masyarakat. Saya tidak yakin pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi sampai Presiden Jokowi lengser (Oktober 2024), kecuali jika harga minyak terus melonjak hingga di atas 100 dollar AS per barel,” ujarnya.
BBM tidak bisa selalu murah, tetapi berfluktuasi mengikuti perkembangan harga di tingkat global.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan tidak akan menaikkan harga BBM, baik yang bersubsidi maupun nonsubsidi hingga Juni 2024. ”Dengan kondisi saat ini, harga BBM nonsubsidi mesti sesuai dengan mekanisme yang sudah berjalan atau disesuaikan dengan keekonomian. Jika tidak, akan merusak sistem. Selain itu, jika Pertamina rugi juga nantinya, pemerintah yang ikut menanggung,” kata Fahmy.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Westri Kekalih, juga menyebut, kenaikan harga minyak mentah global serta melemahnya rupiah perlu dicermati dan diantisipasi. Perlu ada langkah-langkah antisipasi dampaknya ke depan. Apabila situasi berlanjut, bisa berdampak pada harga BBM bersubsidi, yang nantinya bisa memicu inflasi.
Edukasi
Di sisi lain, menurut Westri, masyarakat juga perlu diedukasi bahwa sebagai negara pengimpor bersih minyak mentah, harga BBM Indonesia juga ditentukan oleh dinamika harga minyak global. Artinya, BBM tidak bisa selalu murah, tetapi berfluktuasi mengikuti perkembangan harga di tingkat global. Apabila terus ditahan, terlebih dengan konsumsi yang meningkat, bisa berdampak pada APBN.
Berdasarkan daftar harga BBM Pertamina, untuk daerah dengan pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) 5 persen, termasuk DKI Jakarta, harga pertamax Rp 12.950 per liter, pertamax turbo Rp 14.400 per liter, dex Rp 15.100 per liter, dan dexlite Rp 14.550 per liter. Terakhir kali penyesuaian harga BBM nonsubsidi dilakukan pada 1 Januari 2024.
Sementara pada BBM bersubsidi, harga biosolar masih Rp 6.800 per liter dan pertalite Rp 10.000 per liter. Penyesuaian harga pada kedua jenis BBM itu terakhir kali dilakukan pada 3 September 2022 atau setelah terjadi lonjakan harga minyak mentah secara signifikan, bahkan sempat menyentuh di atas 100 dollar AS per barel. Penyesuaian harga BBM bersubsidi diputuskan oleh pemerintah.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menetapkan rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) Maret 2024 sebesar 83,79 dollar AS per barel. Angka itu ICP Februari 2024 yang 80,09 dollar AS per barel. ICP Maret 2024 menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2023, yakni 86,72 dollar AS per barel.