ADB: Ekonomi China Melambat, India Jadi Mesin Penggerak Asia Pasifik
Ekonomi Asia dan dunia diperkirakan masih tumbuh landai. Adapun perdagangan barang dunia akan tumbuh sedikit membaik.
JAKARTA , KOMPAS — Bank Pembangunan Asia atau ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi China pada 2024 dan 2025 bakal turun. Bersamaan dengan itu, ADB menyebut India bakal menjadi mesin penggerak ekonomi di kawasan Asia Pasifik, sedangkan ekonomi Indonesia akan tumbuh landai sebesar 5 persen.
Di sisi lain, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan perdagangan barang dunia akan tumbuh lebih baik pada 2024 dan 2025. Kendati begitu, masih ada risiko penyerta yang mampu membalikkan proyeksi tersebut.
Dalam Asian Development Outlook yang dirilis di Manila, Filipina, Kamis (11/4/2024), ADB memperkirakan ekonomi Asia akan tumbuh 5 persen pada 2024 dan 5,3 persen pada 2025. Angka pertumbuhan itu membaik dibandingkan pada 2023 yang hanya 4,8 persen.
Pertumbuhan kawasan tersebut ditopang oleh menguatnya permintaan domestik, membaiknya ekspor semikonduktor, dan pulihnya pariwisata. Faktor lain yang menyokong pertumbuhan ekonomi itu adalah mulai melandainya inflasi seusai terdongkrak kenaikan harga pangan dan energi selama dua tahun terakhir.
Baca juga: ASEAN+3 Perlu Waspadai Kejutan-kejutan yang Bisa Ganggu Momentum Kawasan
Tingkat inflasi di Asia pada 2022 dan 2023 masing-masing sebesar 6,8 persen dan 6,3 persen. Pada 2024 dan 2025, tingkat inflasi tersebut diperkirakan turun masing-masing menjadi 5,1 persen dan 4,4 persen.
ADB juga menyebutkan, kawasan Asia Selatan dan Tenggara akan tumbuh lebih kuat lantaran didorong permintaan domestik dan ekspor. Hal itu akan mengimbangi perlambatan ekonomi China yang diperkirakan tumbuh lambat dari 5,2 persen pada 2023 menjadi 4,8 persen pada 2024 dan 4,5 persen pada 2025.
Pada 2024 dan 2025, India diperkirakan akan tetap menjadi mesin pertumbuhan penting di Asia dan Pasifik kendati ekonominya tumbuh melambat dibandingkan pada 2023. Setelah tumbuh 7,6 persen pada 2023, ekonomi negara tersebut diproyeksikan tumbuh 7 persen pada 2024 dan 7,2 persen pada 2025.
Berbagai risiko itu adalah gangguan rantai pasokan, ketidakpastian mengenai kebijakan moneter Amerika Serikat, efek cuaca ekstrem, dan berlanjutnya pelemahan pasar properti di China.
Kepala Ekonom ADB Albert Park mengatakan, pertumbuhan ekonomi mayoritas negara di kawasan akan stabil pada tahun ini dan tahun depan. Keyakinan konsumen masih membaik dan investasi secara keseluruhan masih kuat.
Permintaan eksternal pun tampaknya sudah berbalik positif, terutama dalam hal semikonduktor. Namun, para pembuat kebijakan harus tetap waspada karena masih ada sejumlah risiko.
”Berbagai risiko itu adalah gangguan rantai pasokan, ketidakpastian mengenai kebijakan moneter Amerika Serikat, efek cuaca ekstrem, dan berlanjutnya pelemahan pasar properti di China,” ujarnya melalui siaran pers.
ADB juga memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2024 dan 2025 akan tumbuh sama sebesar 5 persen. Begitu juga dengan tingkat inflasinya yang diperkirakan sebesar 2,8 persen pada 2024 dan 2025.
ADB tetap mengingatkan agar pembuat kebijakan terus mencermati pergerakan harga beras kendati inflasi mulai melandai. Sejak triwulan III-2023, harga beras turut berkontribusi pada tingginya inflasi harga pangan, terutama bagi perekonomian yang bergantung pada impor.
Baca juga: Harga Beras Dunia Mulai Turun, Bagaimana di Indonesia?
ADB memperkirakan, harga beras kemungkinan akan tetap tinggi tahun ini. Penyebabnya mencakup kegagalan panen akibat cuaca buruk dan pembatasan ekspor beras jenis tertentu yang dilakukan India.
”Selain itu, kenaikan biaya pengiriman global akibat serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah dan kekeringan di Terusan Panama kemungkinan juga dapat menambah inflasi di Asia,” tutur laporan itu.
Untuk mengatasi kenaikan harga beras dan melindungi ketahanan pangan, ADB mengusulkan pemberian subsidi kepada masyarakat rentan tetap dilakukan. Selain itu, transparansi serta pemantauan pasar guna mencegah manipulasi harga dan penimbunan juga perlu ditingkatkan.
Dalam jangka menengah dan panjang, kebijakan pangan perlu difokuskan pada penciptaan cadangan beras strategis guna menstabilkan harga dan diversifikasi tanaman pangan. Kedua langkah itu perlu ditopang dengan meningkatkan usaha pertanian berkelanjutan, serta investasi pada teknologi dan infrastruktur agrikultur guna meningkatkan produktivitas.
”Kerja sama regional juga dapat membantu dalam mengelola harga beras dan dampaknya,” sebut laporan itu.
Perdagangan dunia
Dalam Global Trade Outllook and Statistic, WTO memperkirakan volume perdagangan dunia pada 2024 dan 2025 masing-masing akan tumbuh 2,3 persen dan 3,3 persen. Angka pertumbuhan itu membaik dibandingkan dengan volume perdagangan pada 2023 yang hanya tumbuh 1,2 persen.
Pertumbuhan itu akan ditopang penurunan harga energi dan pangan. Hal itu akan membuat inflasi tinggi di negara-negara maju mereda secara bertahap sehingga menumbuhkan kembali pendapatan riil.
Baca juga: Siasat Dagang RI di Tahun Naga Kayu
Konsumsi rumah tangga juga bakal meningkat seiring membaiknya prospek pendapatan. Kondisi itu akan mendorong peningkatan konsumsi barang-barang manufaktur.
Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala, Rabu (10/4/2024) waktu setempat, mengatakan, sejumlah negara WTO telah membuat kemajuan menuju pemulihan perdagangan global. Hal itu mulai dari memperkuat rantai pasokan yang tangguh dan kerangka perdagangan multilateral yang solid.
”Namun, konflik regional, perselisihan geopolitik, dan ketidakpastian kebijakan ekonomi dapat menimbulkan risiko penurunan perkiraan pertumbuhan. Untuk itu, memitigasi risiko-risiko tersebut sangar penting guna menjaga pertumbuhan dan stabilitas ekonomi,” ujarnya melalui siaran pers.
Kepala Ekonom WTO Ralph Ossa menambahkan, beberapa negara menjadi lebih skeptis terhadap manfaat perdagangan. Mereka telah mengambil langkah-langkah yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dan mengalihkan perdagangan ke negara-negara sahabat.
Ketahanan perdagangan juga sedang diuji dengan terganggunya dua jalur pelayaran utama dunia, yakni Terusan Panama dan Laut Merah. Jika gangguan itu terus berlanjut, prospek perdagangan bakal cenderung mengarah ke sisi negatif.
WTO juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2024 dan 2025 masih akan melandai setelah tumbuh hanya 2,6 persen pada 2023. Pertumbuhan ekonomi pada 2024 dan 2025 diperkirakan masing-masing sebesar 2,6 persen dan 2,7 persen.