ASEAN+3 Perlu Waspadai Kejutan-kejutan yang Bisa Ganggu Momentum Kawasan
Ada tiga kejutan pembalik keadaan ekonomi ASEAN+3, yakni menyangkut harga komoditas, China, dan konflik geopolitik.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN+3, termasuk Indonesia, diperkirakan semakin membaik pada 2024 dan 2025. Geliat ekonomi domestik bakal menjadi penopang utama. Kendati begitu, ASEAN+3 perlu mewaspadai kejutan-kejutan pembalik keadaan.
Hal ini mengemuka dalam laporan terbaru Lembaga Penelitian Makroekonomi ASEAN+3 (AMRO) yang dirilis di Singapura, Senin (8/4/2024). Laporan tahunan itu bertajuk ”ASEAN+3 Regional Economic Outlook 2024: Navigating Tomorrow”.
AMRO memperkirakan ekonomi ASEAN+3 tumbuh 4,5 persen pada 2024 atau lebih baik dari 2023 sebesar 4,3 persen. Namun, pada 2025, pertumbuhan ekonominya diproyeksikan turun lagi menjadi 4,2 persen. ASEAN+3 mencakup 10 negara anggota ASEAN serta tiga negara mitra, yakni China, Jepang, dan Korea Selatan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan sebesar 5,2 persen baik pada 2024 maupun 2025. Adapun inflasinya diproyeksikan sebesar 2,8 persen pada 2024 dan 2,5 persen pada 2025.
Tingkat inflasi tahunan kawasan diperkirakan 4,3 persen pada 2024 dan 3,7 persen pada 2025. Tingkat inflasi ini turun jauh dibandingkan inflasi pada 2023 yang mencapai 6,3 persen.
Khusus Indonesia, pertumbuhan ekonominya diperkirakan 5,2 persen, baik pada 2024 maupun 2025. Angka itu membaik dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada 2023 sebesar 5,05 persen.
Adapun tingkat inflasi tahunan Indonesia pada 2024 diperkirakan 2,8 persen atau lebih tinggi dari 2023 sebesar 2,61 persen. Namun, pada 2025, tingkat inflasi itu diproyeksikan turun menjadi 2,5 persen.
AMRO menyebutkan, ekonomi kawasan ASEAN+3 tumbuh lebih kuat lantaran didorong menguatnya permintaan domestik serta pemulihan pendapatan rumah tangga dan aktivitas investasi. Selain itu, antisipasi perubahan arah ekspor, tren penurunan harga komoditas, dan pemulihan pariwisata juga akan memberikan dorongan tambahan.
Namun, AMRO mengingatkan agar setiap negara di kawasan tidak menganggap remeh momentum pertumbuhan positif itu. Ini lantaran masih ada potensi gangguan atau kejutan-kejutan yang bisa membalikkan proyeksi positif tersebut.
Kepala Ekonom AMRO Hoe Ee Khor mengatakan, prospek ASEAN+3 saat ini cukup positif. Pertumbuhan semakin kuat dan disinflasi terus terjadi secara bertahap mendekati kondisi sebelum pandemi Covid-19.
”Lonjakan harga komoditas global yang tiba-tiba, pertumbuhan China yang lebih lemah dari perkiraan, atau meningkatnya ketegangan geopolitik dapat membalikkan keadaan di kawasan ini,” ujarnya melalui siaran pers, Senin.
AMRO memperkirakan, ekonomi China akan tumbuh 5,3 persen pada 2024 dan 4,9 persen pada 2025. Adapun tingkat inflasi negara tersebut diproyeksikan sebesar 1 persen pada 2024 dan 1,6 persen pada 2025.
AMRO juga meminta negara-negara ASEAN+3 mencermati dampak ekonomi akibat pemilihan presiden Amerika Serikat dan perlambatan ekonomi Uni Eropa. Untuk itu, ASEAN+3 tetap perlu membangun kembali ruang kebijakan sebanyak mungkin guna memperkuat ekonomi dan mengendalikan inflasi.
Kebijakan yang dimaksud mulai dari pengelolaan utang dan defisit fiskal hingga suku bunga acuan yang baik dan terukur. Di samping itu, diperlukan juga upaya memperkuat kerja sama perdagangan regional dan menjaring investasi langsung.
Integrasi keuangan ASEAN
Sementara itu, negara-negara di kawasan Asia Tenggara berkomitmen meningkatkan integrasi sektor keuangan kawasan. Hal ini terungkap dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN (AFMGM) Ke-11 di Luang Prabang, Laos, pada 2-5 April 2024.
Pemimpin delegasi Indonesia dan juga Deputi Gubernur Indonesia (BI) Filianingsih Hendarta menuturkan, dalam pertemuan itu, negara-negara anggota ASEAN sepakat meneruskan tiga agenda prioritas sektor keuangan dari kepemimpinan Indonesia pada ASEAN 2023.
Ketiga agenda itu adalah kerja sama pembayaran regional (RPC), penggunaan mata uang lokal dalam transaksi lintas negara (LCT) di ASEAN, dan penyempurnaan mandat Komite Kerja ASEAN.
RPC yang diinisiasi BI diharapkan terus berkembang di bawah kepemimpinan Laos di ASEAN pada 2024. Jumlah negara anggota ASEAN yang bergabung dalam kerja sama itu semakin bertambah, yakni delapan negara.
”Pada 3 April 2024, Laos telah menandatangani nota kesepahaman RPC. Dengan begitu, negara yang telah bergabung dalam kerja sama RPC adalah Indonesia, Singapura, Filipina, Thailand, Malaysia, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Laos,” tutur Filianingsih melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (7/4/2024).
LCT tersebut dapat untuk mengurangi biaya transaksi perdagangan, mendorong pendalaman pasar keuangan dalam mata uang lokal, serta mengurangi tekanan dan risiko nilai tukar.
BI, Filianingsih melanjutkan, juga mendapat dukungan penuh dari negara anggota ASEAN lain dalam perumusan penggunaan LCT. Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi pembayaran lintas negara sehingga dapat bermanfaat bagi pelaku usaha.
”LCT tersebut dapat untuk mengurangi biaya transaksi perdagangan, mendorong pendalaman pasar keuangan dalam mata uang lokal, serta mengurangi tekanan dan risiko nilai tukar,” katanya.
BI menyebutkan, sejak 2018 hingga 2024, Indonesia telah menandatangani kerja sama penggunaan LCT dengan tujuh negara, yakni Malaysia, Thailand, Jepang, China, Singapura, Korea Selatan, dan India. Per akhir 2023, skema LCT ini telah menghasilkan transaksi setara dengan 6,3 miliar dollar AS, meningkat 53 persen dibandingkan dengan 2022 senilai 4,1 miliar dollar AS.
Dalam AFMGM Ke-11, BI juga mendorong perlunya penyempurnaan mandat Komite Kerja ASEAN. Hal ini agar program-program Komite Kerja ASEAN lebih relevan dengan perkembangan kondisi ekonomi, mendorong inovasi, meningkatkan kemampuan beradaptasi, memperkuat kerja sama regional, serta mencapai integrasi dan stabilitas keuangan.
Saat ini, dua Komite Kerja ASEAN telah menyelesaikan penyesuaian mandat, yaitu Komite Kerja Pengembangan Sistem Pembayaran ASEAN dan Komite Kerja Pengembangan Liberalisasi Neraca Modal ASEAN.
Adapun komite kerja lain sudah memulai dan akan melanjutkan proses penyempurnaan mandat. Komite yang dimaksud seperti penguatan inklusi keuangan, pengembangan pasar keuangan, liberalisasi perdagangan, dan integrasi perbankan.
Dalam pertemuan tersebut juga dihasilkan joint ministerial statement (JMS) yang mencakup kesepakatan mengenai progres dan pencapaian prioritas ekonomi di bawah kepemimpinan Laos di ASEAN dengan tema ”ASEAN: Enhancing Connectivity and Resilience”.
Agenda prioritas itu, antara lain, menekankan upaya memperkuat Masyarakat Ekonomi ASEAN, konektivitas dan daya tahan ASEAN, konektivitas infrastruktur, serta hubungan ASEAN-mitra eksternal dengan tetap menjaga sentralitas ASEAN.