”Money Game” yang Menjanjikan, Berujung Rugi Jutaan
Dengan menyelesaikan tugas dan menyetorkan modal tertentu, para peserta dijanjikan mendapatkan imbal hasil tetap.
Maraknya kasus penipuan berkedok investasi dengan imbal hasil yang menjanjikan bukanlah hal yang baru. Aktivitas keuangan ilegal tersebut menawarkan penghasilan tetap bagi setiap anggotanya yang dapat merekrut anggota baru atau dengan mengerjakan tugas-tugas tertentu. Alih-alih mendapatkan keuntungan secara kilat, tidak sedikit yang terjerat hingga ratusan juta rupiah.
Penipuan berkedok investasi yang menjanjikan itu dikenal juga dengan istilah skema ponzi. Investasi tersebut memberikan imbal hasil yang bukan dari keuntungan operasional perusahaan, melainkan berasal dari setoran modal dari anggota lainnya yang baru direkrut.
Baca juga: Menolak Lupa Sepak Terjang Raja Ponzi Dunia
Saat ini, skema ponzi telah berkembang sedemikian rupa dibungkus layaknya sebuah permainan atau money game. Konsepnya, para peserta wajib menyetorkan dana terlebih dahulu sebagai syarat kepesertaan. Kemudian, mereka akan mendapatkan imbal hasil apabila telah mengerjakan tugas, seperti menonton video, serta merekrut anggota baru.
Pengalaman sebagai anggota salah satu platform aplikasi money game tersebut dirasakan oleh Gilang (26) pada akhir 2020 silam. Awalnya, ia ditawari oleh temannya untuk mendaftarkan diri dalam sebuah aplikasi berkedok investasi.
”Aku pribadi memang iseng karena waktu itu ada-lah uang lebih. Temanku yang mengajak. Jadi, kalau kita mengajak orang lain, kita akan dapat bonus. Temanku memang sudah memberi tahu kalau ini aplikasinya tidak jelas, maksudnya risiko ditanggung sendiri,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (4/4/2024).
Pada saat pendaftaran, aplikasi tersebut akan menawarkan sejumlah paket dengan beragam nominal, mulai dari Rp 3 juta sampai ratusan juta. Kala itu, Gilang memilih paket yang mewajibkannya menyetor modal awal senilai Rp 3 juta.
Setelah terdaftar sebagai anggota, Gilang pun segera masuk dalam sebuah grup Telegram yang terdiri atas ratusan anggota. Selanjutnya, ada beberapa tugas yang harus diselesaikan oleh Gilang guna memperoleh imbal hasil dari modal yang ia setorkan.
Kalau yang paket Rp 3 juta, ada lima tugas, kalau tidak salah sekali menyelesaikan tugas dapat Rp 100.000. Kalau paket Rp 10 juta, dapatnya beda lagi, bisa 10 tugas, dan sekali menyelesaikan tugas dapat Rp 200.000.
Setiap hari, para peserta akan diberi tugas untuk menonton video di Youtube berdasarkan tautan yang telah disediakan dan memberikan like pada video tersebut. Kemudian, para peserta wajib menangkap layar (screenshot) pada laman video itu dan mengunggahnya ke aplikasi sebagai bukti telah mengerjakan tugas harian.
Baca juga: Puluhan Pensiunan Guru Teperdaya Investasi Bodong
Tugas harian
Selain itu, para peserta juga dapat memperoleh penghasilan tambahan di luar pengerjaan tugas harian, yakni dengan merekrut anggota baru. Peserta dengan pilihan paket senilai Rp 3 juta, misalnya, akan memperoleh komisi sebesar Rp 500.000.
”Kalau yang paket Rp 3 juta, ada lima tugas, kalau tidak salah sekali menyelesaikan tugas dapat Rp 100.000. Kalau paket Rp 10 juta, dapatnya beda lagi, bisa 10 tugas, dan sekali menyelesaikan tugas dapat Rp 200.000,” ujar Gilang.
Setelah menyelesaikan tugas selama beberapa hari, Gilang pun memperoleh imbal hasil sekitar Rp 1,5 juta. Hal ini membuat Gilang tergiur untuk membuat akun baru dan menyetorkan modalnya kembali sebesar Rp 3 juta.
Tak seindah yang dibayangkan, aplikasi tersebut tiba-tiba tidak dapat beroperasi. Padahal, Gilang telanjur menempatkan modal setorannya total senilai Rp 6 juta dan ia pun tidak sendiri. Beberapa anggota yang tergabung dalam grup Telegram yang sama juga mengalami kerugian, bahkan ada yang sampai kehilangan ratusan juta.
Beruntungnya, Gilang sempat menarik imbal hasil yang diperolehnya total senilai Rp 3 juta secara bertahap. Ketika dilihat dari daftar mutasi transaksi di akun rekeningnya, nama pengirim dana tersebut berstatus sebagai perusahaan (PT).
”Nama pengirimnya itu PT apa begitu. Setelah ditelusuri, keterangan PT itu bergerak di bidang pembiayaan online (pinjol) dan berlokasi di Indonesia. Jadi, aku juga enggak tahu sebenarnya uang ini dapatnya dari mana dan nama PT-nya selalu beda-beda,” tuturnya.
Setelah beberapa waktu berlalu, Gilang kembali diundang oleh ”pengelola” aplikasi sebelumnya ke dalam sebuah grup di Telegram. Berdasarkan pengamatannya, aplikasi tersebut terus berganti dengan nama yang berbeda, tetapi dengan pengelola yang sama.
Baca juga: Kenal dari Teman ke Teman, Ratusan Juta Menghilang karena Investasi Bodong
Tergiur
Tidak seperti Gilang yang sampai merugi, Yayan (24) hampir tergiur untuk ikut dalam komunitas serupa. Ia juga mendapatkan tawaran dari rekannya untuk bergabung dengan sebuah komunitas yang menawarkan imbal hasil tetap dengan menyetorkan sejumlah uang.
Beberapa waktu lalu, Yayan telah mengikuti serangkaian seminar yang memberikan penjelasan mengenai cara kerja perusahaan investasi tersebut. Sebagai anggota baru, Yayan diberikan beragam pilihan paket setoran awal mulai dari Rp 3 juta hingga ratusan juta.
Berbeda dengan skema sebelumnya, kali ini Yayan hanya diminta untuk merekrut anggota baru guna memperoleh imbal hasil dan ia tidak diberi target penyelesaian tugas tertentu. Setelah berhasil merekrut anggota, mereka akan mendapatkan mentor pendamping dari perusahaan.
Pokoknya sangat meyakinkan dan optimistis dengan program itu, bahkan teman saya katanya bayar uang indekos dari investasi itu.
Beda pilihan paket, beda pula imbal hasil yang diperoleh. Dengan modal Rp 3 juta, Yayan diiming-imingi penghasilan tetap sebesar Rp 70.000 per hari.
”Cukup menjanjikan karena waktu itu banyak ditampilkan orang-orang sukses yang katanya sudah berhasil sampai ke luar negeri. Mereka berpakaian rapi menggunakan jas hitam. Pokoknya sangat meyakinkan dan optimistis dengan program itu, bahkan teman saya katanya bayar uang indekos dari investasi itu,” ujarnya.
Saat itu, Yayan tidak sampai mendaftarkan diri untuk masuk dalam program investasi perusahaan tersebut. Sebagai mahasiswa tingkat akhir di perguruan tinggi swasta di Yogyakarta, ia tidak memiliki cukup uang sebagai modal awal yang menjadi prasyarat masuk.
Baca juga: Hati-hati, Penipuan Keuangan Marak Terjadi Selama Ramadhan
Masih terjadi
Sampai saat ini, berbagai aktivitas keuangan ilegal berkedok investasi masih terus berkeliaran di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Bahkan, kasus penipuan berkedok investasi itu meningkat selama Ramadhan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pengaduan terkait aktivitas ilegal selama Maret 2024 mencapai 1.914 aduan. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai 1.530 aduan.
Berdasarkan pengaduan masyarakat tersebut, modus penipuan yang banyak digunakan antara lain penawaran investasi melalui aplikasi periklanan yang menawarkan imbal hasil tetap dengan mengerjakan tugas-tugas tertentu. Kemudian, promosi yang menawarkan keuntungan tertentu apabila peserta mampu mengundang anggota lain untuk bergabung (member get member).
Selanjutnya, penawaran investasi berimbal hasil tetap dengan menggunakan logo serta nama perusahaan berizin atau impersonifikasi, terutama melalui media sosial, seperti Telegram. Selain itu, ada pula penawaran investasi berimbal hasil tetap dengan menyetorkan uang sejumlah tertentu (money game).
”Penipu sering kali menggunakan isu faktual untuk mendorong masyarakat mengunduh malware tersebut, antara lain undangan pernikahan atau undangan sebagai pemilih di pemilu. Oleh karena itu, masyarakat terus berhati-hati akan penipuan digital yang marak terjadi,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi (Kompas.id, 4/4/2024).
Maraknya kasus penipuan berkedok investasi mencerminkan bahwa sebagian masyarakat, terutama kelas menengah, dengan mudah masih tergiur dengan berbagai tawaran yang menjanjikan kekayaan atau materi secara instan. Di sisi lain, munculnya keinginan untuk cepat kaya juga menggambarkan bahwa perekonomian kelas menengah tidak sedang dalam kondisi baik-baik saja.
Baca juga: Penipuan ”Money Game” dan Skema Ponzi Bermodus Kripto