Resah Soal THR, Pekerja Kontrak Ramai-ramai Bertanya ke Kementerian Ketenagakerjaan
Hal lain yang harus diwaspadai ialah kecurangan pengusaha untuk menghindari pembayaran tunjangan hari raya.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Ketenagakerjaan mengklaim, hingga tenggat pembayaran tunjangan hari raya atau THR keagamaan pada Rabu (3/4/2024) belum menerima pengaduan terkait THR, baik laporan bahwa perusahaan tidak akan membayar maupun membayar tetapi dengan cara dicicil. Pada sisi lain, kementerian dibanjiri oleh pertanyaan mengenai bagaimana cara menghitung nilai THR dan itu pun banyak berasal dari pekerja perjanjian kerja waktu tertentu alias kontrak.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker Indah Anggoro Putri, menyebutkan, sejak posko THR kementerian dan dinas tenaga kerja dibuka pada 18 Maret hingga 3 April yang merupakan batas terakhir pembayaran THR keagamaan, posko menerima sekitar 600 pertanyaan.
Semuanya bersifat konsultasi mengenai bagaimana cara menghitung nilai THR. Pertanyaan tersebut datang dari pekerja perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) berbagai industri.
”Umumnya, mereka yang berkonsultasi seperti itu merupakan pekerja dengan status PKWT yang kontraknya habis. Padahal, jika pekerja PKWT mengalami kontrak habis sebelum hari raya Lebaran, mereka tidak berhak mendapatkan THR keagamaan,” ujarnya yang ditemui usai pemberangkatan mudik gratis Kemenaker, Kamis (4/4/2024), di Jakarta.
Sesuai Pasal 7 Ayat (3) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT alias kontrak dan kontraknya berakhir 30 hari sebelum hari raya keagamaan, mereka tidak berhak atas THR.
Namun, jika pekerja dengan PKWT yang kontraknya berlanjut, mereka berhak memperoleh THR. Cara menghitung nilai THR mengikuti Surat Edaran Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT alias kontrak dan kontraknya berakhir 30 hari sebelum hari raya keagamaan, mereka tidak berhak atas THR.
”Kami menganggap wajar jika ada pekerja PKWT yang kontraknya habis menjelang Lebaran lalu merasa masih berhak mendapat THR. Namun, mereka harus mengingat isi Permenaker No 6/2016,” ujarnya.
Indah meyakini, pelaksanaan pembayaran THR keagamaan pada 2024 lebih baik dibandingkan 2023. Ini terbukti dari belum adanya pengaduan perusahaan tidak mau membayar ataupun mau membayar tetapi dicicil pada tanggal batas akhir pembayaran THR.
Pada 2023, posko THR Kemenaker dan dinas tenaga kerja di seluruh Indonesia menerima sekitar 1.500 pertanyaan pada tanggal batas akhir pembayaran THR atau H-7 Lebaran. Di antara pertanyaan yang masuk ternyata ada yang menyangkut bagaimana menyikapi perusahaan yang tidak mau membayar atau bersedia membayar THR tetapi dicicil.
PHK
Pada saat bersamaan, Wakil Menaker Afriansyah Noor ikut menegaskan bahwa posko THR juga tidak menerima pengaduan terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) selama Ramadhan dan menjelang Lebaran. Hal ini juga dibenarkan oleh Indah.
”Beberapa pekan terakhir, ada yang datang kepada kami untuk konsultasi mau melakukan efisiensi (PHK). Ada lima perusahaan. Hanya saja, kami menyarankan agar mereka mempertimbangkan jangan sampai melakukan PHK dulu dan semoga ke depan tidak ada PHK,” kata Indah.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut ada tiga persoalan klasik yang kerap terjadi setiap tahun menjelan pembayaran THR keagamaan. Pertama, perusahaan yang benar-benar tidak mau membayar THR dengan alasan masalah keuangan.
Persoalan kedua, perusahaan berkeinginan menunggak pembayaran THR dengan memberikan janji-janji kalau keuangan internal tidak merugi. Padahal, realitasnya, perusahaan bersangkutan sedang baik-baik saja. Adapun permasalahan ketiga ialah perusahaan hanya mau membayar THR dengan cara mencicil.
”Hal lain yang harus diwaspadai ialah kecurangan pengusaha untuk menghindari pembayaran THR keagamaan. Misalnya, karyawan PKWT dan alih daya sengaja di-PHK tepat H-30 Lebaran supaya mereka tidak menerima THR. Lalu, mereka dipanggil kembali sesudah Lebaran untuk bekerja,” ujar Said.