Harga Pangan Bergejolak Picu Inflasi Ramadhan 2024
Kenaikan harga pangan bergejolak, seperti daging ayam, telur, beras, memberi andil terbesar inflasi selama Ramadhan.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO, HENDRIYO WIDI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komoditas pangan bergejolak telah memicu inflasi selama momentum Ramadhan atau periode Maret 2024. Tiga komoditas pangan yang memberikan andil inflasi secara signifikan, antara lain daging ayam ras, telur ayam ras, serta beras.
Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (1/4/2024), merilis tingkat inflasi pada Maret 2024 sebesar 0,52 persen secara bulanan dan 3,05 persen secara tahunan. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi, baik secara bulanan maupun tahunan, dengan andil inflasi masing-masing 0,41 persen dan 2,09 persen.
Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, inflasi Maret 2024, yang bertepatan dengan momen Ramadhan, meningkat dibandingkan Februari 2024. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya, kecuali pada 2022, inflasi Ramadhan tahun ini masih relatif lebih tinggi.
”Komoditas penyebab utama inflasi (bulanan) Maret 2024 didominasi oleh komoditas pangan bergejolak, antara lain, telur ayam ras, daging ayam ras, beras, cabai rawit, dan bawang putih. Beberapa komoditas yang mengalami deflasi pada Maret 2024 adalah cabai merah, tomat, dan tarif angkutan udara,” katanya.
Komoditas telur ayam ras dan daging ayam ras merupakan penyumbang inflasi bulanan terbesar pada Maret 2024, yang masing-masing 0,09 persen. Lonjakan permintaan selama bulan Ramadhan menjadi salah satu faktor pendorong harga telur dan daging ayam ras naik dibandingkan bulan sebelumnya.
Hingga pekan ketiga Maret 2024, rata-rata harga nasional telur ayam ras naik 5,73 persen menjadi Rp 32.406 per kilogram (kg) dibandingkan Februari 2024. Di sisi lain, rata-rata harga nasional daging ayam ras pada periode yang sama juga naik 3,89 persen menjadi Rp 39.177 per kg.
Pada Maret 2024, tekanan inflasi beras terlihat mulai melemah seiring dengan mulainya panen raya. Artinya, terjadi peningkatan produksi beras di domestik.
Peningkatan potensi produksi jagung pada Maret 2024 diharapkan dapat berdampak terhadap inflasi pakan ternak, daging ayam ras, dan telur ayam ras pada bulan-bulan selanjutnya. Sejalan dengan kenaikan produksi jagung tersebut, harga jagung pakan mulai turun, sedangkan pakan jadi masih cenderung naik.
Amalia menambahkan, komoditas beras pada Maret 2024 turut mengalami inflasi secara bulanan sebesar 2,06 persen dengan andil sebesar 0,09 persen. Mundurnya masa tanam yang diikuti oleh masa panen telah berdampak terhadap pola pembentukan harga beras.
Berdasarkan data BPS, rata-rata harga nasional beras selama tiga pekan Maret 2024 berturut-turut Rp 15.596 per kg, Rp 15.966 per kg, dan Rp 15.949 per kg. Rata-rata harga beras tersebut lebih tinggi dibandingkan posisi akhir Februari 2024 yang sebesar Rp 15.489 per kg.
Sejak awal tahun 2023, inflasi beras tertinggi terjadi pada September 2023 yang sebesar 5,61 persen saat terjadi El Nino dan pembatasan ekspor besar di pasar global oleh beberapa negara. Sempat mereda, inflasi beras kembali naik cukup tinggi pada Februari 2024 yang mencapai 5,32 persen sebelum terjadi panen raya.
“Pada Maret 2024, tekanan inflasi beras terlihat mulai melemah seiring dengan mulainya panen raya. Artinya, terjadi peningkatan produksi beras di domestik,” ujar Amalia.
Secara tahunan, inflasi beras pada Maret 2024 tercatat +20,07 persen atau tertinggi sejak Februari 2011 yang kala itu mencapai 23,34 persen. Di sisi lain, inflasi harga bergejolak secara tahunan pada Maret 2024 tercatat 10,33 persen atau tertinggi sejak Juli 2022 yang mencapai 11, 47 persen.
Mulai turun
Terpisah, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengklaim harga sejumlah pangan pokok sudah mulai turun. Dalam Apel Siaga Pengamanan Pasokan dan Harga Pangan Jelang Lebaran yang digelar secara hibrida di Jakarta, Senin, Zulkifli juga meminta agar harga pangan yang mulai anjlok juga diperhatikan.
Zulkifli mengatakan, harga beras lokal sudah turun antara Rp 1.000 dan Rp 3.000 per kg. Begitu juga dengan harga daging ayam ras yang sempat naik hingga Rp 42.000 per kg kini telah turun menjadi Rp 40.000 per kg.
Meskipun begitu, perlu diperhatikan pula harga sejumlah pangan pokok yang mulai turun agar tidak merugikan petani dan peternak. Dua di antaranya adalah telur ayam ras dan bawang merah.
”Jangan sampai harga telur ayam ras turun di bawah Rp 27.000 per kg. Kalau harganya di bawah itu, peternak ayam petelur bisa rugi. Sama halnya dengan bawang merah, harganya jangan sampai turun di bawah Rp 30.000 per kg. Petani bisa merugi nanti,” ujarnya.
Zulkifli meminta pemerintah daerah mencermati dan mengatasi pergerakan harga tersebut. Jangan sampai harga pangan terlalu tinggi dan terlalu rendah.
Pemerataan distribusi pangan antardaerah menjadi kunci mengatasi situasi itu. Daerah yang harga pangannya masih tinggi bisa membelinya dari daerah yang stoknya berlimpah dan harga pangannya anjlok.
Dalam kesempatan itu, sejumlah daerah juga berupaya mengendalikan inflasi. Upaya itu tidak hanya menggelar gerakan pangan murah, tetapi juga menyubsidi ongkos angkut pangan.
Wakil Wali Kota Palangkaraya Umi Mastikah, misalnya, menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Palangkaraya telah menyubsidi biaya ongkos angkut beras. Subsidi itu Rp 200 per kg untuk pendistribusian 160 ton beras di sejumlah daerah terpencil. Dengan demikian harga beras bisa ditekan.