Tren Rumah Kecil Menjadi Pilihan
Rumah dengan ukuran kecil semakin diminati konsumen. Sejalan dengan itu, harga rumah ukuran kecil meningkat.
JAKARTA, KOMPAS — Rumah berukuran kecil mengalami pertumbuhan harga signifikan dalam triwulan I atau periode Januari-Maret 2024. Permintaan rumah berukuran di bawah 60 meter persegi dan 60-90 meter persegi mengalami tren meningkat, terutama di perkotaan.
Data Flash Report Maret 2024 yang dirilis Rumah123 mengidentifikasi pergerakan harga hunian tumbuh signifikan untuk rentang ukuran di bawah 60 meter persegi hingga 90 meter persegi dengan median harga tertinggi terdapat di Bandung, Jawa Barat, dan di Denpasar, Bali.
Head of Research Rumah123 Marisa Jaya mengatakan, pertumbuhan harga median tertinggi untuk rumah dengan luas di bawah 60 meter persegi terdapat di Bandung, yakni tumbuh 34,1 persen dengan median harga Rp 590 juta per unit. Sementara rumah dengan rentang luas 60-90 meter persegi mengalami pertumbuhan harga tertinggi di Denpasar, yakni 38,2 persen, dengan median harga mencapai Rp 1,3 miliar per unit.
Pertumbuhan signifikan harga rumah berukuran di bawah 60 meter persegi juga terjadi di Jakarta Barat, yakni naik 25 persen dengan harga rata-rata Rp 1,25 miliar per unit, Medan naik sebesar 17,5 persen dengan median harga terkini Rp 470 juta per unit, Bekasi tumbuh 15 persen dengan median harga terkini Rp 575 juta per unit, dan Tangerang naik 12,9 persen dengan median harga Rp 789 juta per unit.
Baca juga: Kala Kelas Menengah Mendamba Hunian Murah
Selain itu, harga rumah ukuran di bawah 60 meter persegi juga meningkat di Bogor sebesar 11,1 persen dengan rata-rata harga Rp 500 juta per unit, Surakarta tumbuh 9,3 persen dengan median harga Rp 470 juta per unit, dan Jakarta Selatan naik 7,3 persen dengan median harga terkini Rp 750 juta per unit.
Marisa menambahkan, kenaikan signifikan harga rumah berukuran kecil dengan luasan di bawah 60 meter persegi dan rentang 60-90 meter persegi diduga akibat beberapa faktor, di antaranya permintaan yang tinggi terutama di perkotaan yang strategis karena didukung fasilitas dan layanan umum, yang memudahkan akses ke tempat kerja, pusat perbelanjaan, sekolah, hingga transportasi.
Selain itu, rumah ukuran kecil memiliki harga dan biaya pemeliharaan yang dinilai lebih terjangkau. Konsumen generasi muda mempertimbangkan potensi peningkatan biaya hidup, terlebih di perkotaan, sehingga mendorong mereka mencari cara untuk menjaga efisiensi anggaran. Rumah dengan ukuran kecil cenderung lebih terjangkau dalam hal pembelian, pemeliharaan, dan utilitas yang dapat membantu mengurangi beban keuangan bagi pemiliknya.
”Bagi sebagian konsumen, harga tetap menjadi salah satu faktor penting dalam memilih rumah. Meskipun mereka mencari rumah yang sesuai dengan anggaran, mereka juga mengharapkan rumah kecil dengan nilai tambah dan kualitas yang baik,” kata Marisa dalam keterangan tertulis, Jumat (29/3/2024).
Dari sisi fungsionalitas, kata Marisa, konsumen menyukai rumah yang sangat fungsional dan efisien dalam penggunaan ruang. Mereka memiliki ketertarikan dengan desain rumah yang memaksimalkan setiap ruang yang tersedia, seperti penyimpanan yang cerdas dan ruang multiguna. Dari segi desain, konsumen tertarik dengan desain rumah yang modern dan tampilan sederhana.
”Dinamika gaya hidup juga telah mendorong pilihan konsumen atas rumah ukuran kecil yang serba praktis. Hal ini ditunjukkan dengan memaksimalkan setiap ruang dengan cara yang unik,” ujarnya.
Baca juga: Kelas Menengah Indonesia Menguras Gaji untuk Mobil dan Rumah
Adapun rumah berukuran di rentang 60-90 meter persegi juga mengalami kenaikan signifikan di Bogor sebesar 11,8 persen dengan harga rata-rata terkini Rp 950 juta per unit, Medan naik 10,1 persen dengan median harga Rp 738 juta per unit, Bandung tumbuh 7,5 persen dengan median harga Rp 1 miliar per unit, dan Jakarta Pusat naik 7,3 persen dengan median Rp 1,39 miliar per unit.
Di Jakarta Selatan, rumah berukuran 60-90 meter persegi juga mencatat kenaikan harga 4,8 persen dengan median harga terkini Rp 1,45 miliar per unit, Bekasi naik 4,3 persen dengan median harga Rp 939 juta per unit, dan Tangerang tumbuh 3,8 persen dengan rata-rata harga terkini Rp 1,35 miliar per unit.
Di sisi lain, pertumbuhan median harga rumah dengan rentang ukuran 91-250 meter persegi meningkat 15,4-22,1 persen. Pertumbuhan tertinggi terdapat di Jakarta Pusat dan Medan, dengan median harga di kisaran Rp 1,8 miliar-Rp 5,5 miliar per unitnya.
Keseimbangan
Marisa menambahkan, permintaan hunian di Bogor terus meningkat dan paling diminati di wilayah Jabodetabek. Bogor dinilai menarik bagi para investor properti untuk meraih keuntungan jangka panjang karena minat yang tinggi terhadap proyek-proyek hunian yang dikembangkan sejumlah pengembang terkemuka.
Permintaan hunian di Bogor turut dipengaruhi preferensi masyarakat akan hunian dengan harga yang lebih terjangkau, lingkungan yang lebih asri dengan akses mudah ke pusat kota. ”Ini menjadikan Bogor pilihan yang ideal bagi mereka yang mencari keseimbangan antara hidup perkotaan dan keasrian alam,” ujar Marisa.
Dalam tiga bulan terakhir, hunian yang paling banyak dicari di Bogor yakni di kisaran harga Rp 400 juta-Rp 1 miliar (33,74 persen), hunian seharga Rp 1 miliar-Rp 3 miliar (26,79 persen), dan di bawah Rp 400 juta (26,56 persen). Adapun wilayah yang paling diminati di Bogor adalah Babakan Madang (14,97 persen), Cibinong (9,11 persen), Cileungsi (5,46 persen), Gunung Putri (5,27 persen) dan Bojonggede (4,18 persen).
Baca juga: Fleksibilitas Rumah untuk Kelas Menengah
Di wilayah luar Jabodetabek, empat kota di Pulau Jawa mengalami kenaikan harga tahunan tertinggi, yakni Semarang (3,3 persen), Surabaya (2,8 persen), Surakarta (2,7 persen), dan Bandung (1,1 persen). Hunian di Semarang potensial tumbuh karena potensi sektor pariwisata yang besar dengan akses langsung ke Surakarta dan Yogyakarta.
Pengamat tata kota dari perencanaan wilayah dan kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, secara terpisah, mengemukakan, generasi muda atau gen Z semakin lama tinggal semakin jauh dari pusat perkotaan. Namun, mereka semakin mencari jaminan kecepatan layanan angkutan massal ke pusat kota. Ini tecermin antara lain dari jumlah terbesar penumpang kereta komuter (KRL) turun di Stasiun Dukuh Atas di kawasan pusat bisnis Jakarta dan Stasiun Lebak Bulus.
Generasi muda menyasar rumah milik di pinggiran kota karena lebih terjangkau. Untuk bisa membeli rumah dengan skema kredit perbankan, besar cicilan kredit umumnya setara 30 persen dari besar penghasilan bulanan.
”Mereka (generasi muda) mengandalkan transportasi dengan angkutan KRL. Profil penumpang KRL saat ini didominasi usia 20-30 tahun dengan pendapatan bulanan rata-rata Rp 8 juta-Rp 10 juta. Mereka mencari rumah yang terjangkau dengan kemampuan pendapatan yang dibagi,” ujar Yayat, pekan lalu.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menambahkan, pengeluaran kelas menengah bukan hanya sandang, pangan, dan papan, tetapi bergeser ke pembelian kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor sebagai dampak minimnya layanan angkutan umum di kawasan perumahan.
Di wilayah Jabodetabek, terdapat 2.010 perumahan. Perumahan untuk kelas menengah kelas menengah tercatat di 268 lokasi dan kelas bawah 1.584 lokasi.
”Guna mengurai biaya tinggi transportasi, sudah saatnya diperbanyak penyediaan angkutan umum bersubsidi untuk perumahan kelas menengah ke bawah, seperti Trans Pakuan (Bogor) dan Trans Patriot (Bekasi),” kata Djoko.
Baca juga: Janji Prabowo Bangun 3 Juta Rumah Per Tahun Hadapi Realitas Lapangan