Tiga Penyebab Konsumen Enggan Beralih ke Kendaraan Listrik
Tidak mudah bagi masyarakat beralih dari kendaraan berbasis fosil ke listrik. Ada beberapa faktornya.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Hasil riset Institute Otomotif Indonesia seperti diolah Sinarmas Sekuritas menemukan tiga kendala utama yang membuat konsumen enggan beralih menggunakan kendaraan listrik, dari kendaraan berbahan bakar fosil. Tiga kendala itu adalah harga jual mobil listrik yang lebih mahal, jarak tempuh yang masih lebih pendek, dan waktu pengisian energi yang masih terlalu lama.
Dalam webinar bertajuk “The Future of Electric Vehicles & Nickel in Indonesia”, Rabu (27/3/2024), Deputy Head of Research SimInvest (Sinarmas Sekuritas), Inav Haria Chandra menjelaskan, harga jual mobil listrik hibrida listrik dan bensin (hybrid electric vehicles/HEV) mencapai 1,2 kali lipat dari mobil berbahan bakar bensin biasa.
Apalagi mobil listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicles/BEV) dan mobil listrik yang dicolok (Plug In Hybrid Electric Vehicles/PHEV). Harganya 1,5 kali lipat dari mobil berbahan bakar bensin.
Tiga kendala itu adalah harga jual mobil listrik yang lebih mahal, jarak tempuh yang masih lebih pendek, dan waktu pengisian energi yang masih terlalu lama.
Ia menjelaskan, saat ini harga mobil listrik lebih mahal dari mobil bensin lantaran masih dalam generasi awal pengembangan. Untuk tahap ini, industri membutuhkan ongkos produksi yang lebih besar, salah satunya untuk pengembangan baterai penggerak mobil listrik.
Ini juga terkait kendala kedua, yakni jarak tempuh perjalanan mobil listrik masih lebih pendek ketimbang mobil bensin. Rata-rata mobil bensin bisa menempuh hingga 500 kilometer (km) dalam sekali pengisian tangki. Sementara mobil listrik baterai hanya mencapai 300 km sekali pengisian daya.
Kendala ketiga adalah waktu pengisian daya listrik yang masih terlalu lama. Pengisian bensin mobil paling lama memakan waktu 0,1 jam atau 6 menit, sementara pengisian listrik normal untuk mobil listrik memakan waktu hingga 8 jam. Teknologi pengisian cepat pun hanya bisa mencapai 0,5 jam atau 30 menit.
“Inilah kendala-kendala utama yang membuat konsumen masih enggan beralih pindah mengendarai mobil listrik,” ujarnya.
Namun seiring berjalannya waktu, Inav melanjutkan, harga baterai pasti akan melandai dan harga mobil listrik bisa saja lebih murah ketimbang mobil bensin. Kapasitas baterai dan daya tempuh mobil listrik juga akan terus meningkat.
"Teknologi pengisian listrik juga akan makin berkembang makin cepat. Sebab, inovasi dan pengembangan terus dijalankan para pabrikan mobil listrik. Di sinilah peran pemerintah untuk intervensi baik untuk menumbuhkan aspek permintaan maupun penawaran mobil listrik," katanya.
Dari sisi permintaan, berbagai insentif fiskal bisa memangkas harga jual mobil listrik jadi lebih murah sehingga lebih menarik konsumen. Adapun dari sisi penawaran, pemerintah juga perlu terus mendorong hadirnya investasi pabrikan mobil listrik agar bisa memproduksi ataupun sekadar merakit di sini.
Keliling dunia
Pada webinar itu, hadir pula Roman Nedielka, seorang yang berkeliling dunia mengendarai motor listrik. Kegiatan ini diberi nama ‘E-round the world”.
Ia memulai perjalanannya mengelilingi dunia mengendarai sepeda motor listrik merek Zero dengan varian DSR/X pada Juli 2023. Sampai saat ini, ia telah menempuh perjalanan tak kurang 38.000 km mengendarai motor dari Jakarta, menuju China, Timur Tengah, dan Eropa. Kini, ia hendak kembali ke Jakarta.
Selama perjalanan, dia mengaku tak mengalami kesulitan berkendara. Saat hendak mengisi tenaga listrik, dia pun cukup mengisinya dengan menumpang di fasilitas umum warga sekitar. Motornya pun bisa melaju jauh hingga ratusan km seperti halnya motor bensin.
“Saya ingin mengatakan bahwa motor listrik ini juga bisa digunakan untuk jarak jauh. Saya berikan contoh ekstrem, yakni berkeliling dunia. Apalagi kalau hanya dipakai harian di Indonesia,” ujarnya.
Ia berpendapat, motor listrik lebih mudah dirawat. Sebab, tidak memerlukan banyak perbaikan atau pergantian komponen. Hal terpenting adalah tetap mempertahankan daya baterei dan motor penggerak tetap beroperasi mulus.
Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (Aismoli), Budi Setiyadi, mengatakan, salah satu kendala belum banyaknya populasi kendaraan listrik di Indonesia adalah masih kurang banyaknya edukasi kepada masyarakat tentang operasional motor listrik.
Saat ini, masih banyak kekeliruan ataupun kekhawatiran masyarakat yang kurang tepat soal penggunaan motor listrik seperti khawatir korsleting kalau kena hujan atau melewati banjir. Padahal, motor listrik dilengkapi teknologi untuk mencegah korsleting saat menghadapi hujan maupun banjir genangan ringan.
Selain itu, ia menambahkan, jaringan dealer penjualan motor listrik belum menjangkau hingga ke berbagai daerah. Ini membuat, distribusi motor listrik belum bisa masif dan merata.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D Sugiharto, mengatakan, salah satu persoalan populasi mobil listrik belum banyak di Indonesia adalah harganya yang masih terlalu mahal.
Pasar mobil di Indonesia paling laris di kisaran harga Rp 100 juta-Rp 300 juta per unit. Sementara harga mobil listrik saat ini masih berkisar Rp 700 juta per unit. Insentif pajak dari pemerintah diyakini bisa menurunkan harga mobil sehingga bisa menarik minat konsumen.
Mengutip data, total penjualan kendaraan listrik murni atau baterei pada 2023 mencapai 17.038 unit. Ini setara dengan 1,69 persen dari total penjualan mobil nasional 2023 yang sebanyak 1.005.802 unit.