Restrukturisasi Kredit Usai, IKM Tekstil Hadapi Gempuran Produk Impor Ilegal
Pelaku IKM tekstil sudah antisipasi berakhirnya restrukturisasi kredit, tetapi harus hadapi permasalahan lainnya.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri kecil dan menengah atau IKM tekstil dan produk tekstil dalam negeri menyatakan siap menghadapi masa program restrukturisasi kreditCovid-19 yang akan berakhir pada 31 Maret 2024. Namun, mereka masih harus tantangan lainnya, yakni gempuran produk impor ilegal yang menggerus pasar mereka.
Menurut Ketua Ikatan Pengusaha Konfeksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman, pihaknya sudah mengantisipasi tenggat periode restrukturisasi kredit Covid-19 yang akan berakhir pada 31 Maret 2024. Para IKM tekstil ini, katanya, sudah bisa kembali mengangsur cicilannya ke perbankan.
”Persiapan sudah ada. Kami sudah antisipasi akhir dari program restrukturisasi kredit ini,” ujar Nandi saat dihubungi, Selasa (26/3/2024).
Ia menjelaskan, saat ini ada sekitar 30 persen dari anggotanya yang mengikuti program restrukturisasi kredit Covid-19. Adapun pihaknya memiliki anggota sekitar 8.000 IKM yang tersebar di Jawa Barat. Mereka mendapatkan keringanan program restrukturisasi, seperti cicilannya yang diperkecil atau bunga kreditnya yang dikurangi.
Kendati siap menghadapi akhir restrukturisasi kredit, kata Nandi, pihaknya masih harus menghadapi tantangan sulit lainnya, yakni kesulitan akses pasar. Hal ini karena pasar tekstil dalam negeri dibanjiri oleh berbagai produk impor ilegal sehingga menyulitkan mereka untuk berjualan.
”Ketika restrukturisasi kredit berakhir, kami bertanya kepada pemerintah, lantas pengaturan pasarnya seperti apa ke depan? Masih banyak impor barang ilegal yang menyulitkan penjualan,” ujar Nandi.
Banjir produk tekstil impor mempersulit pelaku IKM dalam negeri ini menjual barang. Apalagi, maraknya produk tekstil impor ilegal yang dijual hingga 20-50 persen lebih murah dari produk lokal membuat pasar produk tekstil dalam negeri rusak. Situasi ini memaksa pelaku IKM tekstil lokal menurunkan harga jual agar tetap dilirik pembeli. Walau begitu, banyak juga pembeli yang beralih membeli produk tekstil impor ilegal kendali kualitasnya lebih rendah dari produk lokal.
Nandi menambahkan, pihaknya berharap ada perlindungan lebih ketat dari pemerintah terhadap pasar dalam negeri agar pelaku IKM tekstil dalam negeri ini bisa bersaing. Ia menambahkan, saat ini pemerintah pun sudah merilis Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Harapannya, dengan Permendag yang mulai berlaku 10 Maret 2024 ini bisa menahan laju masuknya impor barang tekstil.
”Perlu perlindungan pasar dalam negeri dari pemerintah,” kata Nandi.
Selain itu, pihaknya juga berharap ada berbagai alternatif pendanaan yang bisa diakses selain dari perbankan. Salah satu persoalan klasik IKM adalah terkendala persyaratan kredit yang ketat sehingga menyulitkan mereka mendapat pinjaman perbankan. Padahal, permodalan diperlukan untuk meningkatkan kapasitas usaha dari IKM.
Penelitian detail
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, sebelum menghentikan program restrukturisasi kredit untuk UMKM, pihaknya menganjurkan untuk melihat lebih detail UMKM itu sudah bisa lepas dari program restrukturisasi atau belum.
Menurut dia, perlu dilihat apakah UMKM itu sudah benar-benar kembali pulih atau belum. Kalau sudah kembali pulih, program restrukturisasi bisa dihentikan. Namun, kalau masih memerlukan restrukturisasi lanjutan, harus dipikirkan cara untuk meringankan beban pelaku UMKM.
”Intinya, jangan sampai ada celah moral hazard yang berpotensi merugikan semua pihak,” ujar Esther dihubungi Selasa.
Sebelumnya, dalam jumpa pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan, jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 pada Januari 2024 melanjutkan tren penurunan menjadi Rp 251,21 triliun dari sebelumnya Rp 265,78 triliun. Adapun jumlah nasabah restrukturisasi pada Januari 2024 juga turun menjadi 977.000 nasabah dari Desember 2023 yang sebanyak 1,04 juta nasabah.