Beras Bakal Tambah Kenaikan Inflasi Masa Ramadhan-Lebaran 2024
Waspadai kenaikan harga sejumlah komoditas pangan dan jasa transportasi yang biasanya menyumbang inflasi musiman.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada masa Ramadhan-Lebaran 2021-2023, komoditas pangan selain beras dan jasa transportasi berkontribusi besar terhadap inflasi musiman. Pada Ramadhan-Lebaran tahun ini, beras berpotensi menambah kenaikan inflasi tersebut lantaran harganya masih cenderung stabil tinggi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kelompok makanan-minuman dan tembakau, serta transportasi, selalu menyumbang peningkatan inflasi pada Ramadhan-Lebaran. Pada 2021-2023, komoditas barang dan jasa yang menjadi sumber utama inflasi adalah minyak goreng, daging dan telur ayam ras, bawang putih, serta tarif angkutan udara dan angkutan darat antarkota.
Dalam tiga tahun terakhir masa Ramadhan-Lebaran tersebut, andil beras terhadap inflasi bulanan masih kecil. Pada April 2021, misalnya, daging ayam ras menjadi penyumbang inflasi terbesar kelompok makanan-minuman, yakni 0,06 persen. Waktu itu, beras berkontribusi terhadap deflasi sebesar 0,01 persen.
Pada April 2022, gantian minyak goreng yang menyumbang inflasi terbesar, yakni 0,09 persen, sedangkan beras justru memberikan andil deflasi sebesar 0,01 persen. Baru pada Maret 2023, beras berandil terbesar terhadap inflasi kelompok pengeluaran makanan-minuman, yakni 0,02 persen.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini, Senin (25/3/2024), mengatakan, pemerintah perlu mewaspadai kenaikan harga sejumlah komoditas pangan dan jasa transportasi yang biasanya menyumbang inflasi pada Ramadhan-Lebaran. Pada tahun ini, sejumlah komoditas itu juga diperkirakan masih akan berkontribusi terhadap kenaikan inflasi.
Hingga pekan ketiga Maret 2024, harga rerata nasional telur ayam ras naik 5,73 persen menjadi Rp 32.406 per kilogram dibandingkan Februari 2024. Dalam periode perbandingan yang sama, harga rerata nasional daging ayam ras juga naik 3,89 persen menjadi Rp 39.177 per kg.
”Sementara sepanjang tiga pekan pada Maret 2024, harga beras cenderung stabil. Namun, jika dibandingkan Februari 2024, harga beras masih lebih tinggi,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Kementerian Dalam Negeri secara hibrida di Jakarta.
BPS mencatat, hingga pekan ketiga Maret 2024, harga rerata nasional beras stabil tinggi. Harga rerata nasional komoditas pangan pokok tersebut pada pekan pertama Maret 2024 sebesar Rp 15.596 per kg, pekan kedua Rp 15.966 per kg, dan pekan ketiga Rp 15.949 per kg. Harga rerata beras itu di atas harga pada akhir Februari 2024 yang sebesar Rp 15.489 per kg.
Sepanjang tiga pekan pada Maret 2024, harga beras cenderung stabil. Namun, jika dibandingkan Februari 2024, harga beras masih lebih tinggi.
Dalam sepekan terakhir, jumlah daerah yang mengalami kenaikan harga beras hanya berkurang satu daerah. Pada pekan kedua Maret 2024, daerah yang mengalami kenaikan harga beras sebanyak 268 kabupaten/kota, sedangkan pada pekan ketiga sebanyak 267 kabupaten/kota.
Sebelumnya, beras mengalami inflasi selama tujuh bulan beruntun sejak Agustus 2023-Februari 2024. BPS mencatat, tingkat inflasi bulanan beras pada Agustus-Desember 2023 masing-masing sebesar 1,43 persen, 5,61 persen, 1,72 persen, 0,43 persen, dan 0,48 persen. Kemudian, pada Januari dan Februari 2024, tingkat inflasi bulanan beras masing-masing 0,64 persen dan 5,32 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Kantor Staf Presiden (KSP) mengategorikan beras sebagai salah satu komoditas yang tidak aman dengan risiko rendah. Untuk itu, kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah diminta tetap berupaya menstabilkan stok dan harga beras.
”Apakah harga beras bisa turun seperti sebelumnya atau tidak turun sesuai harga eceran tertinggi (HET) tetap perlu diwaspadai. Jika tidak turun sesuai HET, Badan Pangan Nasional (Bapanas) perlu mengantisipasinya,” kata Deputi III Bidang Perekonomian KSP Edy Priyono.
Menurutnya, ada kenaikan biaya tenaga kerja di sektor pertanian setelah kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada 2022. Biaya tenaga kerja merupakan komponen terbesar dari biaya produksi padi sehingga perlu dipertimbangkan.
Selain itu, perlu dicermati pula gangguan produksi padi akibat perubahan cuaca. Curah hujan yang tinggi menyebabkan kualitas gabah rendah. Banjir juga melanda sejumlah daerah sehingga menyebabkan puso atau gagal panen.
”Perubahan cuaca tersebut berpengaruh terhadap penurunan harga gabah di tingkat petani. Padahal, di tengah kenaikan biaya produksi, petani menginginkan harga gabah kering panen (GKP) tidak kurang dari Rp 7.000 per kg,” kata Edy.
Dari sisi serapan gabah memasuki musim panen, Edy meminta kementerian/lembaga terkait memperhatikan penggilingan padi kecil. Saat ini, mereka kalah bersaing dengan penggilingan padi besar yang berani membeli gabah dengan harga tinggi. Mereka berharap bisa mendapatkan kredit lunak untuk permodalan.
Berdasarkan Panel Harga Pangan Bapanas, per 25 Maret 2024, harga rerata nasional GKP di tingkat petani Rp 6.590 per kg. Harga tersebut turun cukup signifikan dibandingkan harga rerata nasional GKP pada Februari 2024 yang mencapai Rp 7.080 per kg. Meski demikian, harga GKP itu masih di atas harga pembelian pemerintah GKP di tingkat petani yang sebesar Rp 5.000 per kg.