Kredit Macet Terindikasi Korupsi, OJK Akan Terus Awasi LPEI
OJK mendukung upaya Kementerian Keuangan dalam menyelesaikan kasus pembiayaan bermasalah LPEI melalui jalur hukum.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan akan terus mengawasi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengawasan tersebut tidak lepas dari laporan dugaan korupsi dalam fraud penggunaan dana LPEI yang disampaikan oleh Kementerian Keuangan kepada Kejaksaan Agung.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman mengatakan, OJK mendukung upaya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam penyelesaian kasus pembiayaan bermasalah LPEI melalui jalur hukum dengan Kejaksaan Agung. Upaya tersebut dinilai strategis untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah dari para debitor yang tidak kooperatif dalam memenuhi kewajibannya kepada LPEI.
”OJK sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) juga akan terus melanjutkan pengawasan secara off-site (tidak langsung) ataupun pemeriksaan langsung (on-site) terhadap LPEI. OJK juga berkoordinasi dengan Kemenkeu mengenai pengawasan LPEI,” tuturnya melalui keterangan resmi pada Selasa (19/3/2024).
Sebagai informasi, LPEI merupakan lembaga keuangan yang didirikan oleh pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Dengan menyandang status badan hukum yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara, pengawasan dan pembinaan LPEI berada langsung di bawah wewenang Kemenkeu.
Di sisi lain, lembaga keuangan yang bersifat khusus (sui generis)tersebut juga diawasi oleh OJK sebagaimana telah diamanatkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 9/POJK.05/2022 tentang Pengawasan LPEI. Dalam regulasi tersebut, ruang lingkup pengawasan OJK kepada LPEI mencakup tingkat kesehatan (TKS) dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut, LPEI diwajibkan untuk memelihara dan/atau meningkatkan TKS dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Penilaian TKS itu meliputi faktor tata kelola, profil risiko, rentabilitas, dan permodalan, serta penilaian terhadap faktor profil risiko dalam hal LPEI memiliki unit usaha syariah.
Terdapat beberapa mekanisme penilaian yang harus diikuti oleh LPEI. Di antaranya, penilaian secara pribadi setiap tahun untuk posisi Desember yang disampaikan paling lambat pada 15 Februari setelah disetujui direktur eksekutif, penginian penilaian pribadi TKS LPEI jika diperlukan dan disampaikan paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal penginian, dan prudential meeting dengan OJK apabila terdapat perbedaan hasil penilaian TKS.
Segera jalankan kesepakatan dengan BPKP daripada nanti akan kami tindaklanjuti secara pidana.
Secara keseluruhan, laporan yang wajib disampaikan oleh LPEI kepada OJK meliputi laporan bulanan, laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh kantor akuntan publik, laporan tahunan, serta laporan pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Selain itu, terdapat pula laporan batas maksimum pemberian pembiayaan (BMPP), laporan posisi devisa neto, laporan profil risiko yang meliputi laporan satuan kerja audit internal, serta laporan penghitungan rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM).
Terkait dengan permodalan, LPEI wajib memelihara rasio KPMM paling rendah sebesar 8 persen atau sesuai profil risiko LPEI yang wajib dipenuhi. Berdasarkan laporan keuangan per September 2023 dan Desember 2022, KPMM LPEI telah berada di atas ketentuan, yakni masing-masing sebesar 37,53 persen dan 32,7 persen dengan memperhitungkan risiko pasar.
Dalam menjalankan fungsi pengawasan tersebut, OJK turut berkoordinasi dengan Menteri Keuangan mengingat LPEI merupakan lembaga keuangan khusus di bawah pemerintah. Oleh sebab itu, laporan yang disampaikan LPEI kepada OJK wajib ditembuskan kepada Menteri Keuangan.
Sebagaimana diberitakan oleh Kompas pada Senin (18/3/2024), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah melaporkan adanya indikasi penipuan dalam penggunaan dana LPEI oleh empat perusahaan senilai Rp 2,5 miliar kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin. Kredit bermasalah yang dialami oleh keempat perusahaan itu terindikasi memenuhi tindak pidana korupsi.
Temuan mengenai kredit bermasalah yang terindikasi penipuan atau penyimpangan tersebut bermula dari hasil penelitian tim gabungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung, serta Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan sejak 2019. Untuk mendalami unsur tindak pidana di dalamnya, perkara tersebut kini didalami oleh Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung.
Selain itu, BPKP juga tengah memeriksa enam perusahaan lain yang terindikasi hal serupa dengan total kredit senilai Rp 3 miliar. Selanjutnya, laporan keenam perusahaan itu akan diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara dalam rangka pemulihan aset.
”Segera jalankan kesepakatan dengan BPKP daripada nanti akan kami tindak lanjuti secara pidana,” ujar Jaksa Agung.
Direktur Eksekutif LPEI Riyani Tirtoso menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan Kejaksaan Agung RI, BPKP, serta aparat hukum lainnya dalam penyelesaian kasus debitor bermasalah. Lebih lanjut, LPEI turut menghormati proses hukum yang berjalan serta akan mematuhi peraturan yang berlaku.
Ke depan, LPEI turut berkomitmen untuk senantiasa menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik, berintegritas, serta profesional dalam menjalankan seluruh aktivitas kegiatan operasi lembaga. Hal ini dilakukan dalam menjalankan mandat LPEI sebagai lembaga yang mendukung ekspor nasional secara berkelanjutan.
”LPEI sepenuhnya mendukung langkah Menteri Keuangan dan Jaksa Agung untuk melakukan pemeriksaan dan tindakan hukum yang diperlukan terhadap debitor LPEI yang bermasalah secara hukum,” katanya melalui keterangan resmi, Senin (18/3/2024).
Mengutip laporan keuangan LPEI per September 2023 sebelum diaudit, posisi pembiayaan dan piutang LPEI tercatat mencapai Rp 78,033 miliar. Sementara itu, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gros dan NPL net LPEI tercatat masing-masing sebesar 28,37 persen dan 10,39 persen. Capaian NPL gros tersebut memburuk dibandingkan Desember 2022 yang sebesar 26,61 persen, sedangkan capaian NPL net pada periode yang sama tidak berubah, yakni 10,39 persen.