THR: Buat Belanja, Tabungan, atau Bayar Utang?
Lebaran makin dekat, THR tinggal menghitung hari. Mau untuk apa THR Lebaran 2024?
Tunjangan hari raya alias THR selalu paling dinanti menjelang Lebaran. Bagi warga yang penghasilannya ngepas dan hidup dari gaji ke gaji, THR memberi ”sambungan napas” saat saldo menipis. Sementara bagi yang aman secara finansial, THR memberi ruang lebih untuk membeli baju baru, memberikan angpau Lebaran, atau mudik ke kampung halaman.
Peredaran uang THR biasanya diharapkan menggerakkan ekonomi. Sebab, masyarakat akan membelanjakan uang lebihnya untuk beragam kebutuhan di luar belanja rutin. Naiknya daya beli dan konsumsi warga bisa mengungkit pertumbuhan ekonomi.
Namun, dalam skala personal, pertanyaan paling relevan adalah bagaimana kualitas pemanfaatan masing-masing orang dalam memanfaatkan THR. Apakah THR akan dimanfaatkan dengan terencana sesuai situasi masing-masing orang atau keluarga?
Apakah THR akan dimanfaatkan dengan terencana sesuai situasi masing-masing orang atau keluarga?
Sari (35) adalah contoh pekerja yang memilih fleksibel dalam memanfaatkan uang THR-nya. ”Aku tidak pernah merencanakan, sih. Jadi, ngikut saja sesuai kebutuhan. Yang pasti biasanya untuk kebutuhan Lebaran, seperti beli tiket mudik atau kasih angpau buat keponakan,” ujar karyawan swasta yang berdomisili di Jakarta itu, Senin (18/3/2024).
Sesekali, ia berupaya menyisihkan Rp 500.000 sampai Rp 1 juta untuk ditabung atau demi menutup pengeluaran rutin bulanan. Namun, biasanya, uang THR-nya akan langsung habis tak bersisa karena kebutuhan Lebaran yang banyak.
”Biasanya langsung terpakai, pos-nya ada banyak soalnya. Kalau mau nabung itu menurutku memang perlu ada kenaikan gaji. Enggak bisa mengandalkan THR. Soalnya dengan gaji sekarang saja sudah repot banget untuk nabung,” tuturnya.
Ditabung
Aji (30), pekerja swasta asal Jakarta, sedikit lebih beruntung. Selama lima tahun bekerja, ia selalu bisa menabung dari uang THR. Ia tidak perlu menyisihkan uang THR-nya untuk membeli tiket mudik. Paling-paling, ia sebatas merogoh kantong untuk memberi uang kecil kepada para keponakannya. Itu pun masih bisa ditutupi lewat gaji bulanan.
”Memang biasanya uang THR saya usahakan semuanya ditabung. Selama ini dari gaji masih bisa juga menabung, minimal 20 persen dari gaji. Tapi, THR jadi tambahan untuk menabung. Jadi semacam booster lah,” tuturnya.
Baca juga: Menakar Dampak Pencairan THR 100 Persen ke Pertumbuhan Ekonomi
Sementara itu, Aridha Pratama (29), karyawan swasta yang berdomisili di Jakarta, menyiapkan rencana penggunaan THR. Berdiskusi dengan istrinya, ia mengalokasikan sebagian besar THR untuk ditabung guna mengantisipasi kebutuhan di masa datang. Sisanya digunakan untuk keperluan rumah tangga dan gaya hidup.
Untuk sejumlah keperluan Lebaran tahun ini, ia tidak menggunakan THR. ”Sudah direncanakan sebelumnya (dengan uang/tabungan yang ada). Kebetulan tahun ini mudiknya ke kampung halaman istri di Tasikmalaya (Jawa Barat). Sejak dua tahun lalu berturut-turut ke kampung saya di Ternate (Maluku Utara), jadi sekarang gantian, biar adil, he-he-he,” katanya sambil terkekeh.
Khas Indonesia
THR adalah tradisi sekaligus aturan unik yang bisa dijumpai di Indonesia. Dengan nilai THR yang biasanya minimal sebesar satu kali gaji karyawan, pendapatan karyawan terkerek naik hingga dua kali lipat di atas biasanya selama hari raya. Itu menjadi daya tarik tersendiri yang diharapkan bisa menggerakkan roda ekonomi.
Namun, menurut perencana keuangan dari OneShildt Risza Bambang, di Indonesia THR cenderung digunakan tanpa perencanaan. ”Cenderung hanya memenuhi keinginan pengeluaran daripada kebutuhan. Seharusnya THR dipakai secara bijaksana, dengan menjadikannya bagian dari perencanaan keuangan existing sehingga bisa memperbaiki kondisi keuangan kita,” ujar Risza.
Kalau THR ternyata dipakai bukan untuk belanja, tetapi menabung atau bayar utang, tidak ada spending tambahan yang bisa menggerakkan ekonomi.
Ia pun menyarankan karyawan membuat daftar pengeluaran pada momen hari raya, termasuk menghitung nilainya. Pada kategori kebutuhan atau kewajiban, misalnya, ada urusan membayar zakat pribadi dan keluarga, membayar THR bagi asisten rumah tangga dan sopir, serta membantu membayar zakat orangtua dan saudara yang ditanggung.
Sementara itu, yang masuk ketegori keinginan, antara lain mengonsumsi makanan enak saat hari raya, kebiasaan membeli jajanan tambahan, serta memberikan hadiah atau donasi kepada keluarga, tetangga, saudara, dan teman. Membeli barang-barang baru, seperti pakaian dan sepatu, berkumpul bersama keluarga, hingga berlibur atau berwisata di momen hari raya termasuk kategori ini.
Skala prioritas
Setelah itu, tetapkan skala prioritas untuk menentukan kebutuhan atau kewajiban yang lebih utama dibandingkan lainnya. ”Jumlahkan nilai dari semua kebutuhan tersebut, lalu bandingkan dengan nilai THR. Mudah-mudahan ada surplus. Kalau defisit, kurangi nilai yang tidak wajib sampai bisa dicukupi oleh nilai THR,” kata Risza.
Nilai surplus yang didapat itu bisa dipakai untuk mengurangi atau melunasi utang. Di samping itu, bisa dimanfaatkan untuk investasi agar tujuan keuangan masa depan dapat lebih cepat terpenuhi. Apabila surplusnya besar, bisa juga dimanfaatkan untuk membiayai item pengeluaran pada kategori keinginan, yang bisa lebih bermanfaat bagi banyak orang.
Baca juga: THR Aparatur Negara Cair 22 Maret, Perputaran Uang di Daerah Diperkirakan Meningkat
Risza menekankan, dirinya tak menyarankan, bahkan melarang, seseorang untuk berutang lewat pinjaman daring untuk membiayai pengeluaran hari raya. ”Sebab, karyawan di Indonesia sudah mendapat THR. Apabila perencanaan dijalankan, tidak perlu utang pinjaman daring. Jenis-jenis pengeluaran rutin bisa tetap dibayar dari gaji seperti biasa,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, fenomena penggunaan THR untuk ”menambal” kebutuhan hidup sehari-hari, menabung, bahkan untuk membayar utang bisa terjadi di tengah tekanan biaya hidup yang semakin tinggi dan pendapatan masyarakat yang terbatas.
Ia memperkirakan kondisi itu akan ditemukan di kalangan masyarakat menengah ke bawah tahun ini. ”Berbeda dengan kelompok menengah-atas, mereka semestinya relatif masih bisa memakai THR-nya untuk spending. Akan sangat menarik untuk melihat nanti bagaimana peningkatan indeks penjualan riil di masa Lebaran ini,” kata Faisal.
Secara makro, penggunaan THR yang lebih banyak dipakai untuk menabung atau membayar cicilan dan utang tidak akan banyak berdampak pada perekonomian. Sebab, daya tarik THR adalah daya dorongnya terhadap belanja tambahan (additional spending) di luar belanja rutin selama ini.
”Belanja tambahan itu yang membuat dampak tingkat konsumsi rumah tangga saat Lebaran biasanya lebih tinggi dibandingkan konsumsi pada umumnya setiap bulan. Kalau THR ternyata dipakai bukan untuk belanja, tetapi untuk menabung atau bayar utang, berarti tidak adaspending tambahan yang bisa menggerakkan ekonomi,” kata Faisal.