Impor Beras pada Januari-Februari 2024 Meningkat Signifikan
Volume dan impor beras melonjak signifikan. Di sisi lain, harga gula konsumsi di dalam negeri meroket.
JAKARTA, KOMPAS — Volume dan impor beras pada awal tahun ini meningkat sangat signifikan. Hal itu terjadi seiring penurunan produksi di tengah meningkatnya permintaan dan harga beras pada masa Ramadhan-Lebaran.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, impor beras pada Januari-Februari 2024 sebanyak 880.820 ton atau senilai 564,51 juta dollar AS. Dibandingkan dengan Januari-Februari 2023, volume dan nilai impor komoditas itu naik signifikan, masing-masing 93 persen dan 148,63 persen.
”Beras impor itu berasal dari Thailand, yakni 59,11 persen, Pakistan 17,82 persen, dan Myanmar 14,34 persen,” ujarnya dalam konferensi pers yang digelar secara hibrida di Jakarta, Jumat (15/3/2024).
Pada tahun ini, pemerintah menetapkan kuota impor beras 3,6 juta ton. Kebijakan itu diambil lantaran produksi beras pada 2023 turun dan pada Januari-April 2024 diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Dibandingkan dengan Januari-Februari 2023, volume dan nilai impor komoditas itu naik signifikan, masing-masing 93 persen dan 148,63 persen.
BPS mencatat, produksi beras nasional turun 440.000 ton atau sekitar 1,36 persen dari 31,54 juta ton pada 2022 menjadi 31,1 juta ton pada 2023. Dari hasil kerangka sampel area, potensi produksi beras nasional pada Januari-April 2024 sebanyak 10,71 juta ton atau turun 17,52 persen dari Januari-April 2023 yang mencapai 12,98 juta ton.
Dalam rapat dengar pendapat di Komisi VI DPR, Perum Bulog menyatakan sudah dan akan mendatangkan beras impor sebanyak 1,3 juta ton. Beras impor itu akan digunakan untuk menstabilkan harga beras dan bantuan beras bagi 22 juta keluarga berpenghasilan rendah.
Baca juga: Total Produksi Beras Maret-April 2024 Diperkirakan 8,46 Juta Ton
Direktur Utama Bulog Bayu Krisnamurthi menuturkan, pada awal tahun ini, Bulog telah mendatangkan 500.000 ton beras impor hasil sisa kuota impor tahun lalu. Hingga kini, Bulog juga telah merealisasikan kontrak impor beras dengan sejumlah negara sekitar 800.000 ton.
”Sebanyak 300.000 ton di antaranya merupakan kontrak baru impor beras dengan Thailand dan Pakistan,” tuturnya.
Bayu juga menyampaikan, stok beras Bulog per 13 Februari 2024 sebanyak 1,1 juta ton. Stok tersebut terdiri atas cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 1,09 juta ton dan beras komersial 11.356 ton. Stok tersebut belum termasuk pengadaan gabah dan beras dari dalam negeri yang sudah mulai dilakukan Bulog.
Per 15 Maret 2024, harga rerata nasional beras medium di tingkat eceran berdasarkan Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebesar Rp 14.270 per kilogram (kg). Harga beras tersebut mulai turun tipis dari pekan sebelumnya yang sebesar Rp 14.350 per kg. Kendati begitu, harga beras itu masih di jauh di atas harga eceren tertinggi (HET) beras medium di tingkat eceran Rp 10.900-Rp 11.800 per kg berdasarkan zonasi.
Adapun harga rerata nasional beras premium sebesar Rp 16.460 per kg. Harga tersebut meningkat dari pekan sebelumnya yang sebesar Rp 16.410 per kg. Bapanas juga telah merelaksasi HET beras premium di tingkat eceran berdasarkan wilayah tertentu menjadi Rp 14.900-Rp 15.800 per kg dari sebelumnya Rp 13.900-Rp 15.800 per kg. Kebijakan relaksasi itu berlaku sementara, yakni pada 10-23 Maret 2024.
Baca juga: Harga Beras Dunia Mulai Turun, Bagaimana di Indonesia?
Harga gula meroket
Berbeda dengan beras, volume impor gula pada Januari-Februari 2024 turun, tetapi nilainya naik cukup signifikan. Hal itu terjadi lantaran masih rendahnya realisasi impor gula di tengah kenaikan harga gula mentah dunia.
Amalia menyebutkan, volume impor gula pada Januari-Februari 2024 sebesar 828.420 ton, turun 12,85 persen dibandingkan dengan Januari-Februari 2023. Dalam periode perbandingan yang sama, nilai impor gula naik 6,7 persen menjadi 508,86 juta dollar AS.
”Indonesia paling banyak mengimpor gula dari Thailand, yakni 53,96 persen. Kemudian, disusul dari Brasil dan India masing-masing 27,56 persen dan 0,96 persen,” katanya.
Dalam periode perbandingan yang sama, nilai impor gula naik 6,7 persen menjadi 508,86 juta dollar AS.
Penurunan volume dan kenaikan nilai impor gula itu terjadi lantaran masih rendahnya realisasi impor di tengah kenaikan harga gula mentah dunia. Tahun ini, pemerintah akan mengimpor gula untuk cadangan gula pemerintah (CGP) sebanyak 708.609 ton.
Jumlah itu terdiri dari impor gula mentah sebanyak 548.609 ton dan gula konsumsi 160.000 ton. Pemerintah juga menetapkan kuota impor gula mentah untuk bahan baku industri gula rafinasi sebanyak 4,77 juta ton.
Impor gula untuk CGP itu diperlukan lantaran produksi gula nasional pada 2023 turun. Penurunan produksi tersebut diperkirakan akan berlanjut pada tahun ini.
Berdasarkan data Asosiasi Gula Indonesia (AGI), produksi gula kristal putih atau konsumsi di dalam negeri pada 2023 sebanyak 2,27 juta ton. Angka produksi tersebut lebih rendah dari 2022 yang mencapai 2,38 juta ton. Pada 2024, produksinya diperkirakan turun menjadi 2,03 juta ton.
Baca juga: Harga Gula Bisa Tembus Rp 18.000-Rp 20.000 Per Kilogram pada 2024
Di tengah Indonesia membutuhkan gula impor, harga gula di pasar internasional justru meningkat. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menunjukkan, indeks harga gula dunia pada Februari 2024 sebesar 140,8. Angka itu meningkat 3,2 persen secara bulanan dan 12,5 persen secara tahunan.
Kenaikan harga gula dunia itu dipengaruhi oleh sentimen negatif pasar terhadap prospek produksi gula di Brasil, Thailand, dan India. Produksi gula di ketiga negara tersebut diperkirakan turun akibat dampak perubahan cuaca.
Di Indonesia, harga gula pasir atau konsumsi semakin meroket. Berdasarkan Panel Harga Pangan Bapanas, per 15 Maret 2024, harga rerata nasional gula pasir di tingkat eceran Rp 18.620 per kg. Harga tersebut meningkat 22,78 pesen secara tahunan dan 6,93 persen dibandingkan harga rerata Januari 2024.
Harga tersebut jauh di atas harga acuan penjualan (HAP) gula konsumsi di tingkat konsumen berdasarkan wilayah tertentu, yakni Rp 16.000 per kg dan Rp 17.000 per kg. HAP tersebut merupakan hasil penyesuaian yang dilakukan pemerintah pada 31 Oktober 2023 untuk mempercepat realisasi impor gula untuk CGP. Penyesuaian itu akan dievaluasi secara bertahap.
Baca juga: Mewaspadai ”Sugarflation”
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengemukakan, percepatan realiasi impor gula diperlukan untuk menjaga stabilitas harga gula di dalam negeri. Waktu itu, realisasi impor gula mentah baru 180.000 ton atau 22,61 persen dari total kuota impor untuk CGP.
Begitu juga dengan gula konsumsi yang saat ini baru terealisasi 126.941 ton atau 58,82 persen dari total kuota impor untuk CGP. Bahkan, masih ada sejumlah perusahaan yang ditugasi pemerintah yang sama sekali belum merealisasikan impor tersebut.
Hingga kini, harga gula dunia masih tinggi. Kami masih memberlakukan HAP gula konsumsi di tingkat konsumen yang telah disesuaikan itu.
Menurut Arief, hal itu terjadi lantaran tingginya harga gula di pasar internasional sehingga tidak bisa dijual di dalam negeri sesuai HAP di tingkat konsumen. Untuk itu, pemerintah menyesuaikan HAP gula konsumsi tersebut.
”Hingga kini, harga gula dunia masih tinggi. Kami masih memberlakukan HAP gula konsumsi di tingkat konsumen yang telah disesuaikan itu. Kami juga masih menugaskan perusahaan swasta dan milik negara untuk mengimpor gula mentah dan konsumsi untuk CGP,” kata Arif ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.
Bapanas mencatat, ada 16 perusahaan yang diminta untuk mengimpor gula mentah dan gula konsumsi oleh pemerintah. Dua perusahaan merupakan milik negara, yakni PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) dan PT Perkebunan Nusantara III (Persero). Sisanya, 14 perusahaan, merupakan perusahaan swasta.
Baca juga: Impor Gula Cadangan Pemerintah Baru Terealisasi 24,69 Persen