Bulan Ramadhan dapat menjadi pintu masuk untuk mengenal prinsip-prinsip ekonomi syariah secara lebih mendalam.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengenalan prinsip-prinsip ekonomi syariah dapat dimulai dari diri sendiri dan keluarga dengan mengelola keuangan secara bijak atau tidak boros. Bulan suci Ramadhan dapat menjadi momentum untuk mengenal sekaligus berhijrah menuju ekonomi syariah.
Ajakan tersebut disampaikan oleh pengajar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Husein Jafar Al Hadar, dalam pembukaan Gebyar Ramadan Keuangan Syariah 2024 secara daring, Rabu (13/3/2024). Acara yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama sebulan ke depan ini turut menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan indeks literasi dan inklusi keuangan syariah.
”Harta itu adalah kemuliaan. Islam tidak mengajarkan untuk antidunia, tetapi zuhud, yakni mengendalikan dunia agar dunia tetap di tangan, tidak sampai masuk ke hati dan pikiran kita, karena kalau harta dan pikiran dipengaruhi pragmatisme harta, maka dia (manusia) akan sesat,” katanya dalam sesi diskusi bertajuk ”Saatnya Login Keuangan Syariah”.
Agama Islam, ujar Husein, mengajarkan kepemilikan harta diperbolehkan sepanjang dapat dipergunakan untuk kepentingan pribadi dan sosial yang positif. Di sisi lain perlu diingat pula bahwa harta memiliki nilai spiritual, yakni hanya sebagai titipan sehingga hanya digunakan sesuai dengan yang diperkenankan Sang Pencipta atau sebagaimana prinsip-prinsip syariah.
Substansi
Menurut penceramah yang akrab dipanggil Habib Jafar itu, penting untuk mempelajari ekonomi syariah bukan hanya mengenai aspek formalitas, melainkan juga substansi. Artinya, prinsip ekonomi syariah bukan hanya soal tanpa riba, melainkan juga mengenai bagaimana mengelola keuangan secara efisien atau tidak boros.
Skema tersebut dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, mulai dengan memberikan nafkah kepada orangtua bagi mereka yang belum berkeluarga, mengalokasikan keuangan untuk bersedekah atau berinfak, memberikan nafkah kepada keluarga, hingga mengalokasikan keuangan sesuai dengan skala prioritas atau kebutuhan.
”Jadi, keluarkan untuk kebutuhan, bukan keinginan, karena hidup itu sewajarnya, bukan seharusnya,” ujar Husein.
Login itu seharusnya masuk kepada Islam secara kaffah bagi yang Muslim. Islam secara kaffah bukan hanya ibadahnya, melainkan juga muamalahnya, yaitu ekonominya yang berbasis syariah.
Ia menambahkan, tidak masalah memberikan porsi kepada keinginan selama kebutuhan telah terpenuhi dan keinginan tersebut masih dalam koridor prinsip syariah. Tidak ketinggalan, sisihkan sebagian alokasi keuangan untuk tabungan, mengingat tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi pada hari esok.
Menurut Husein, bulan suci Ramadhan turut menjadi momentum bagi umat Islam untuk login atau berhijrah kepada prinsip ekonomi syariah. Penerapan prinsip ekonomi syariah tersebut dapat diterapkan mulai dari tingkat yang paling kecil, yakni diri sendiri dan keluarga.
”Login itu seharusnya masuk kepada Islam secara kaffah bagi yang Muslim. Islam secara kaffah bukan hanya ibadahnya, melainkan juga muamalahnya, yaitu ekonominya yang berbasis syariah,” ujarnya.
Literasi keuangan
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyebut, indeks literasi dan inklusi keuangan syariah masih terbilang rendah dibandingkan dengan indeks literasi dan inklusi keuangan secara nasional.
Oleh sebab itu, OJK bersama para pemangku kepentingan terkait terus berikhtiar lewat berbagai upaya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat luas. Salah satunya dengan Gebyar Ramadan Keuangan Syariah 2024.
Indeks literasi keuangan syariah baru mencapai 9,14 persen dan indeks inklusi keuangan mencapai 12,12 persen.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Tahun 2022 oleh OJK, indeks literasi keuangan syariah baru mencapai 9,14 persen dan indeks inklusi keuangan mencapai 12,12 persen. Torehan tersebut jauh di bawah indeks literasi dan inklusi keuangan secara nasional, yang masing-masing mencapai 49,68 persen dan 85,10 persen.
”Indeks literasi dan inklusi keuangan syariah memang masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan indeks literasi dan inklusi keuangan nasional, walaupun untuk survei di tahun 2023 telah terjadi peningkatan cukup baik,” ujar Friderica.
Peta jalan
Namun, untuk tingkat inklusi, Friderica melanjutkan, masih jauh dari yang diharapkan. Pada waktunya nanti OJK akan mengumumkan hasil survei nasional indeks literasi dan inklusi keuangan 2023 yang dilakukan oleh OJK bekerja sama denganBadan Pusat Statistik.
Selain itu, OJK turut mempersiapkan arah dan prioritas program literasi dan inklusi keuangan syariah dalam Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen 2023-2027. Peta jalan tersebut mengatur sejumlah strategi, antara lain edukasi keuangan syariah, pengembangan akses keuangan syariah, penguatan infrastruktur, serta kolaborasi dengan para pemangku kepentingan terkait.
Friderica yang juga akrab disapa dengan Kiki ini menambahkan, OJK juga memiliki program terkait pengembangan keuangan syraiah lain. Di antaranya Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah (SICANTIKS), Ekosistem Pesantren Inklusif Keuangan Syariah (EPIKS), serta Santri Cakap Keuangan Syariah (Sakinah).
Dengan kolaborasi bersama para pemangku kepentingan terkait, berbagai upaya tersebut diharapkan dapat mewujudkan mimpi Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia.
Kiki juga mengingatkan agar masyarakat tetap waspada dan berhati-hati terhadap berbagai modus penipuan selama bulan Ramadhan. Momentum 15 Maret sebagai Hari Konsumen Sedunia ia harapkan mendorong para konsumen sektor jasa keuangan dapat semakin memiliki kecakapan keuangan.