Setelah Pandemi Empat Tahun, Bisnis Busana Muslim Tanah Air Kembali Bergairah
Sejak 2020, inilah bulan Ramadhan perdana tanpa status pandemi. Bisnis busana muslim kembali bergairah.
Nyanyian ”baju baru, alhamdulillah” nyaris selalu melekat dengan bulan Ramadhan, terlebih menjelang hari raya Idul Fitri. Begitu juga pada 2024, saat warga Muslim menyambut bulan penuh berkah ini dengan sukacita, tanpa ada kekhawatiran akan pandemi Covid-19 seperti tahun-tahun sebelumnya. Perburuan pakaian muslim, baik daring maupun luring, jadi momentum yang dinanti. Model minimalis dan elegan jadi primadona.
Peningkatan permintaan produk busana muslim salah satunya sudah didapat Rurik, produsen busana muslim yang berkantor pusat di Bandung, Jawa Barat. Seperti tahun-tahun sebelumnya, peningkatan permintaan mulai dirasakan pada H-7 Ramadhan. Kendati belum mendapatkan persentasenya, kenaikan permintaan sudah tampak, terutama dari penjualan baju kasual.
CEO sekaligus creative designer Rurik, Novica Maulidiasari (37), menyambut positif pencabutan status pandemi Covid-19 pada tahun lalu. Hal ini membuat tidak perlu lagi ada kecemasan dan kekhawatiran akan pandemi itu lagi. ”(Penjualan) Selama masa Lebaran biasanya naik 50 persen hingga 100 persen. Semoga tahun ini perekonomian kita aman,” katanya, Rabu (13/3/2024).
Baca juga: Industri Keuangan Syariah Perlu Dukungan Ekosistem Syariah
Merujuk beberapa sumber tentang tren busana dan pengalamannya, Novica memperkirakan, busana dengan bahan seperti sheer, lace, dan satin akan banyak diminati pada 2024. Begitu juga flowy looks. Untuk warna, trennya earth tone dan pastel. ”Sekarang lebih ke gaya elegan minimalis. Pokoknya simpel. Kenyamanan tetap (pertimbangan) nomor satu,” lanjutnya.
Ia menambahkan, Rurik, yang kini memiliki toko di delapan kota, baik secara kemitraan maupun flagship, mengombinasikan tren yang sedang ada dengan kebutuhan konsumen. Melalui pendekatan seperti itu, seperti ada semacam koneksi antara dirinya sebagai desainer dan para konsumen.
Membaik
Berdiri pada 2013, Rurik menyediakan sejumlah busana muslim, mulai dari busana sehari-hari, aksesori, hingga sepatu. Rentang harga yang ditawarkan ialah Rp 99.000-Rp 500.000. Di kantor pusat mereka di Bandung, Rurik mempekerjakan 40 orang. Rurik mulai aktif bergerak di dunia penjualan daring pada 2018.
Novica berpendapat, perkembangan industri busana muslim saat ini sudah kembali membaik setelah terimbas Covid-19 serta era digital. ”Pedagang tradisional mengeluh sepi, tetapi jika melihat perkembangan permintaan konsumen, saya optimistis bidang ini tetap bertahan, bahkan berkembang. Saya berharap semua lancar, termasuk dari segi pengadaan bahan produksi, seperti kain,” tuturnya.
Perkembangan industri busana muslim saat ini sudah kembali membaik setelah terimbas Covid-19 serta era digital.
Geliat permintaan di momen Ramadhan juga dirasakan Zoya, jenama fashion muslim yang berdiri pada 2005, yang juga bagian dari Shafira Corporation (Shafira Moslem Fashion, berdiri 1989). Bagi Zoya, bulan Ramadhan hingga hari raya Idul Fitri ialah masa puncak penjualan dalam setahun. Lonjakan penjualan mencapai lima kali lipat dibandingkan hari-hari biasa.
Dianra Rachmadani dari Brand Marketing Zoya mengatakan, peningkatan permintaan produk sudah mulai ramai pada 2-3 bulan sebelum Ramadhan. ”Jadi, Ramadhan adalah momen kami tinggal menjalani apa yang sudah ada dalam perencanaan,” katanya.
Ia menambahkan, saat ini sudah ada pergeseran perilaku konsumen dari luring (offline) ke daring (online). Oleh karena itu, 100 toko offline Zoya yang tersebar di Indonesia wajib melakukan live shopping. Salah satu tujuannya, untuk menarik pasar baru. Di sisi lain, toko offline tetap dipertahankan guna melayani, misalnya, konsumen lama yang lebih senang berbelanja secara langsung.
Penjualan meningkat
Zoya, yang berkantor pusat di Bandung, menawarkan berbagai macam produk busana muslim, salah satunya kerudung yang saat ini 100 persen menggunakan teknik digital printing. Harga kerudung (scarf) Zoya berkisar Rp 50.000-Rp 189.000. Sementara harga produk busana berkisar Rp 300.000-Rp 700.000.
Pada Ramadhan tahun ini, Zoya mengangkat tema ”Time (The Inspiration of Mubarak Enhancement)”. ”Bagaimana agar produk bisa juga digunakan di event-event setelah Lebaran, atau dipakai juga ke kantor. Jadi, kami juga berpikir sustainable fashion. Bagaimana sebuah pakaian itu bisa terus bersama pemakaiannya. Bisa lebih lama. Time juga berarti momen,” kata Dianra.
Untuk Ramadhan kali ini, laporan sejumlah produsen produk busana muslim menyebutkan, ada peningkatan transaksi 20-30 persen ketimbang hari-hari biasa.
Deputi Direktur Inkubasi Bisnis Syariah Komite Nasional Ekonomi Keuangan Syariah (KNEKS) Helma Agustiawan mengatakan, seiring berakhirnya pandemi Covid-19, sejumlah acara pameran serta penjualan busana muslim secara luring terus bergulir. Untuk Ramadhan kali ini, laporan sejumlah produsen produk busana muslim menyebutkan, ada peningkatan transaksi 20-30 persen ketimbang hari-hari biasa.
”Saat Ramadhan dan menjelang Lebaran itu biasanya (masa penjualan) ke konsumen akhir, tetapi dari produsen ke reseller-reseller sudah dari kemarin-kemarin. (Peningkatan transaksi) Menjadi hal positif di tengah momentum Ramadhan. Sebenarnya, saat para pelaku usaha diberi ruang untuk gerak, ekonomi akan berputar dengan cukup besar,” kata Helma.
Terus tumbuh
Helma mengatakan, produk-produk fashion muslim di Indonesia terus tumbuh. Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, demografi memegang peranan penting dalam tumbuhnya permintaan produk busana muslim di Indonesia. Di samping itu, juga ada dorongan dari omnichannel (lebih dari satu saluran pembelian) yang berkembang, serta lokapasar.
KNEKS lewat sejumlah kementerian/lembaga menyelenggarakan kegiatan rutin dalam rangka memasarkan sekaligus meningkatkan daya saing produk fashion muslim Indonesia hingga ke tingkat global. Di antaranya ialah Jakarta Muslim Fashion Week (JMFW) yang digelar Kementerian Perdagangan serta Indonesia International Modest Fashion Festival (In2Motionfest) oleh Bank Indonesia.
Hal itu juga bagian dari upaya menjadikan Indonesia sebagai kiblat fashion muslim di dunia. ”Bersama kementerian/lembaga, KNEKS akan menyepakati seperti apa rencana kerja untuk mendukung itu. Kami juga akan menyusun strategi nasional terkait fashion muslim ke depan. Direncanakan tahun 2024 ini. Saat ini masih dalam tahap diskusi,” ujar Helma.
Baca juga: Meneropong Gagasan Ekonomi Syariah Para Capres
Kendati memiliki potensi besar untuk terus berkembang, Helma menambahkan, terdapat sejumlah tantangan dalam upaya menjadikan Indonesia benar-benar sebagai rujukan utama dunia fashion muslim. Di antaranya ialah kebutuhan rantai nilai terkait bahan baku produk-produk busana muslim yang diharapkan sepenuhnya dipasok dari dalam negeri. Juga terkait pendataan, termasuk transaksi.
Saat ini, KNEKS bersama BI dan Badan Pusat Statistik tengah menyusun produk domestik bruto (PDB) syariah. ”Artinya, untuk mengetahui berapa kontribusi ekonomi syariah terhadap ekonomi keseluruhan. Ada delapan indikator dan yang selesai baru (perihal) makanan-minuman. Tantangan lain, perlunya regulasi serta kelembagaan yang mendukung pengembangan jenama (brand) berbagai produk,” ujarnya.
Optimistis
Akan tetapi, di tengah sederet tantangan itu, dengan modal besar yang dimiliki, Helma optimistis Indonesia benar-benar bisa menjadi kiblat fashion muslim dunia. Sejumlah program inkubasi oleh kementerian/lembaga menunjukkan hasil positif, yakni terus lahirnya jenama-jenama baru setiap tahun. Ceruk pasar tetap terbuka meskipun harus bersaing dengan jenama-jenama besar.
Di tingkat global, Indonesia mengokohkan diri di tiga besar Global Islamic Economy Indicator (GIEI) 2023 dalam laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2023/2024. Indonesia, yang pada 2022 menempati peringkat keempat, kini berada di posisi ketiga dengan skor 80,1 atau hanya kalah dari Malaysia di peringkat pertama dengan skor 193,2 serta Arab Saudi di peringkat kedua dengan skor 93,6.
Pada kategori ’modest fashion’ atau gaya busana tertutup, Indonesia juga menempati peringkat ketiga, di bawah Turki di posisi pertama dan Malaysia di posisi kedua.
Pada kategori modest fashion atau gaya busana tertutup, Indonesia juga menempati peringkat ketiga, di bawah Turki di posisi pertama dan Malaysia di posisi kedua. Dalam laporan itu disebutkan bahwa industri gaya hidup Islam Indonesia berkembang signifikan dengan Jakarta Muslim Fashion Week yang digelar Kementerian Perdagangan sebagai event perdana.
Bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri tahun ini menjadi yang pertama sejak status pandemi Covid-19 sepenuhnya dicabut oleh pemerintah pada Juni 2023. Di balik aktivitas belanja pakaian muslim selama bulan Ramadhan, ada roda perekonomian yang bergerak. Beragam jenis dan jenama pakaian muslim akan senantiasa dicari menuju hari yang fitri.