Industri Keuangan Syariah Perlu Dukungan Ekosistem Syariah
Dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, industri keuangan syariah Indonesia punya ruang pertumbuhan yang besar.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan dan pertumbuhan industri keuangan syariah dinilai masih punya potensi yang sangat besar. Selama ini pertumbuhan industri ini belum optimal. Padahal, Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Agar tumbuh optimal, industri keuangan syariah harus disinergiskan dengan ekosistem industri halal dan aktivitas ekonomi syariah.
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai dengan Desember 2022, total aset industri keuangan syariah mencapai Rp 2.375,84 triliun. Angka ini setara dengan 10,69 persen dibandingkan total aset industri keuangan konvensional yang sebesar Rp 22.216,95 triliun.
Aset industri keuangan syariah terdiri dari aset perbankan syariah, industri keuangan nonbank (IKNB) syariah, dan pasar modal syariah. Aset perbankan syariah pada 2022 tercatat sebesar Rp 802,26 triliun, bertumbuh 15,63 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Adapun aset IKNB syariah sebesar Rp 146 triliun bertumbuh 21,66 persen secara tahunan. Pasar modal syariah tercatat sebesar Rp 1.427 triliun bertumbuh 15,54 persen secara tahunan.
Pengajar Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah Irfan Syauqi Beik mengatakan, potensi ekonomi syariah di Indonesia belum bertumbuh secara optimal. Dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, lanjut Irfan, industri keuangan syariah semestinya bisa bertumbuh lebih cepat.
”Potensi keuangan syariah punya potensi sangat besar dan memiliki ruang untuk pengembangannya masih terbuka sangat luas. Tinggal bagaimana memanfaatkan ruang yang ada agar industri keuangan syariah terus meningkat,” ujar Irfan yang dihubungi Selasa (11/4/2023).
Ia menjelaskan, salah satu kendala belum bertumbuh optimalnya industri keuangan syariah karena masih rendahnya tingkat literasi keuangan syariah. Rendahnya tingkat literasi keuangan syariah, lanjut Irfan, membuat masyarakat belum paham bagaimana mekanisme, manfaat, dan konsekuensinya dari instrumen keuangan syariah.
Mengutip Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dirilis OJK, pada 2022, tingkat literasi keuangan syariah sebesar 12,12 persen bertumbuh dibandingkan 2019 yang sebesar 9,10 persen. Rendahnya tingkat literasi keuangan syariah ini sejalan dengan masih rendahnya tingkat inklusi keuangan syariah yang sebesar 9,14 persen bertumbuh dibandingkan 2019 yang sebesar 8,93 persen.
Dorong pertumbuhan
Untuk mengoptimalkan pertumbuhan industri keuangan syariah, Irfan mengatakan, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mengarahkan berbagai instrumen keuangan syariah untuk dimanfaatkan untuk pembiayaan industri halal dan berbagai aktivitas ekonomi syariah.
Kebutuhan pembiayaan industri halal ini sangat besar, hal ini bisa menjadi peluang bagi industri keuangan syariah untuk memberikan pembiayaan. Sebab, industri halal ini merambah berbagai aspek mulai dari busana Muslim, makanan dan minuman halal, kosmetik, obat-obatan, dan lain-lain.
”Industri halal ini sedang berkembang pesat. Permintaan ekspornya pun tinggi. Ini peluang industri keuangan syariah untuk berkembang,” ujar Irfan.
Irfan menambahkan, industri keuangan syariah juga perlu menyediakan fitur untuk memfasilitasi kebutuhan sosial nasabah Muslim seperti pengiriman zakat, wakaf, dan lain-lain. Selain itu, lembaga jasa keuangan syariah juga perlu menyiapkan fitur kebutuhan perbankan untuk segmen ritel.
Pada acara jumpa pers, ”Perkembangan Keuangan Syariah” yang diselenggarakan OJK, Jakarta, Rabu, Direktur Pengaturan dan Pengembangan Perbankan Syariah OJK Nyimas Rohmah juga mengatakan, salah satu upaya mendorong pertumbuhan perbankan syariah adalah dengan memberikan pemenuhan pembiayaan dengan rantai pasok industri halal.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pengembangan Pasar Modal dan Pasar Modal Syariah OJK Fadilah Kartikasari mengatakan, berbagai instrumen pasar modal syariah juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara salah satunya melalui penjualan Sukuk. Melalui penjualan Sukuk, nasabah pemegang Sukuk turut mendukung pendanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Sampai dengan 31 Maret 2023, Sukuk Negara mencapai Rp 1.374,48 triliun.
Ditambahkan oleh Direktur Pengembangan IKNB dan Inovasi Keuangan Digital OJK Edi Setijawan, arah pengembangan IKNB syariah adalah dengan terus-menerus meningkatkan edukasi kepada masyarakat mengenai instrumen keuangan syariah. Dengan makin teredukasinya masyarakat, lanjut Edi, masyarakat makin tertarik untuk menjadi nasabah instrumen keuangan syariah.