Kelakar Sri Mulyani dan Titipan Amran untuk AHY
Amran menyebut, dirinya dan AHY sebagai ”sopir tembak”. Adapun Sri Mulyani berkisah tentang keturunan Daendels dan BLBI.
Meskipun hanya memiliki masa bakti relatif singkat, yakni sekitar delapan bulan, Menteri Agraria dan Tata Ruang Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY kejatuhan tugas berat. AHY juga mendapat tiga titipan, bahkan titipan berbalut kelakar dari dua menteri Kabinet Indonesia Maju 2019-2024.
Titipan-titipan itu berasal dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Mereka menyampaikan hal itu dalam Rapat Koordinasi Nasional Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bertema ”Tata Kelola Pertanahan dan Tata Ruang yang Modern, Berintegritas, dan Berstandar Dunia” yang digelar secara hibrida di Jakarta, Kamis (7/3/2024).
Amran menitipkan tiga hal kepada AHY. Pertama, sertifikasi sawah petani. Dari sekitar 7,4 juta hektar sawah di Indonesia, sekitar 50 persen belum disertifikasi. Kedua, memberikan sertifikasi kepada petani di kawasan hutan.
Dari sekitar 7,4 juta hektar sawah di Indonesia, sekitar 50 persen belum disertifikasi.
Ia mencontohkan, di Jawa, para petani banyak tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Jumlahnya sekitar 30 juta orang. Mereka tidak memiliki lahan sendiri sehingga kerap mengalami kesulitan mendapatkan bantuan pupuk bersubsidi dan benih dari pemerintah.
”Kami mencoba mengubah regulasi agar mereka bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah. Selain itu, kami juga berharap agar Kementerian ATR/BPN juga melegalisasi lahan bagi mereka, apa pun bentuknya,” kata Amran.
Sertifikasi lahan pertanian
Ketiga, sertifikat bagi lahan pertanian seluas 5 juta hektar. Ini merupakan lahan pertanian baru yang bakal dicetak Kementerian Pertanian dengan target 1 juta hektar per tahun. Untuk tahun ini, targetnya setidaknya 1 juta hektar.
Menurut Amran, sertifikasi lahan pertanian itu penting untuk meningkatkan produksi pangan sekaligus kesejahteraan petani. Pemberian sertifikat tersebut dapat mendukung upaya bersama mewujudkan swasembada pangan.
Baca juga: Mentan Amran: RI Harus Kembali ke Swasembada Beras
Meski demikian, mewujudkan hal itu tidak mudah. Saat ini, Indonesia dan sejumlah negara lain sedang menghadapi cuaca ekstrem, yakni El Nino panjang, yang berdampak langsung terhadap penurunan produksi pangan.
”Di era Presiden Joko Widodo, kita pernah mencapai swasembada beras. Hal itu merupakan capaian terbaik kita dan perlu dilanjutkan ke depan. Untuk itu, sertifikasi jutaan hektar lahan pertanian juga turut berperan penting dalam upaya mengembalikan swasembada pangan,” katanya.
Impor beras melonjak
Pada Agustus 2022, Institut Penelitian Padi Internasional memberikan penghargaan kepada Indonesia. Penghargaan diberikan atas capaian sistem pertanian dan pangan yang tangguh, serta swasembada beras 2019-2021, melalui penerapan inovasi teknologi pertanian.
Produksi beras nasional pada 2019, 2020, dan 2021 masing-masing sebanyak 31,31 juta ton, 31,33 juta ton, dan 31,35 juta ton. Dalam periode tersebut, Indonesia hanya mengimpor beras khusus 444.508 ton pada 2019, 356.286 ton pada 2020, dan 407.701 ton pada 2021.
Pada 2023 dan 2024, impor beras Indonesia melonjak.
Hal itu terjadi setelah Indonesia mengimpor beras untuk kebutuhan umum dan khusus sebanyak 2,25 juta ton pada 2018. Setelah dinilai mampu swasembada beras selama 2019-2021, Indonesia pada 2022 memproduksi beras 31,54 juta ton. Dengan demikian, impor beras pada tahun itu sebanyak 429.207 ton.
Pada 2023 dan 2024, impor beras Indonesia melonjak. Pada 2023, impor beras khusus dan umum Indonesia mencapai 613,61 persen secara tahunan menjadi 3,06 juta ton. Dari jumlah itu, 2,7 juta ton merupakan beras untuk kebutuhan umum. Pada 2024, pemerintah menetapkan kuota impor beras sebanyak 3,6 juta ton.
”Sopir tembak”
Selain tantangan swasembada pangan, sektor pertanian juga tengah menghadapi persoalan guremisasi. Hasil Sensus Pertanian (ST) 2023 BPS Tahap I menunjukkan, jumlah petani gurem atau pemilik lahan di bawah 0,5 hektar di Indonesia bertambah, dari 14,25 juta rumah tangga pada 2013 menjadi 16,89 juta rumah tangga pada 2023.
Proporsi rumah tangga petani gurem terhadap total rumah tangga petani di Indonesia juga meningkat. Pada 2013, proporsinya adalah 55,33 persen. Pada 2023, angkanya menjadi 60,84 persen.
Baca juga: Petani Semakin Menua dan Alami Guremisasi
Saat menyampaikan ketiga titipan itu, Amran juga menyebut, dirinya dan AHY bernasib sama, yakni sebagai ”sopir tembak” atau pengganti menteri sebelumnya di penghujung periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi.
”Saat ini, (kami) tinggal tujuh bulan menjabat. Tugas dan tanggung jawabnya memang berat. Namun, kami wakafkan diri demi Merah Putih,” ujarnya.
Untuk mengegolkan satu proposal ke salah satu pimpinan, saya membutuhkan waktu sekitar satu bulan. Saya harus menunggu pimpinan tersebut tersenyum baru berdiskusi dan menyodorkan proposal.
Selain itu, Amran juga memberikan sejumlah tip kepada AHY beserta jajarannya, yakni kenali pimpinan dan jangan coba-coba diskusi atau mengusulkan sesuatu tatkala pimpinan sedang pusing. Selain itu, di kala pimpinan punya beban banyak, ambillah dua bebannya dan kerjakan.
”Untuk mengegolkan satu proposal ke salah satu pimpinan, saya membutuhkan waktu sekitar satu bulan. Saya harus menunggu pimpinan tersebut tersenyum baru berdiskusi dan menyodorkan proposal,” kata Amran.
Kegiatan produktif
Sri Mulyani juga menyampaikan sejumlah pesan kepada AHY. Bahkan dalam penyampaian sejumlah pesan, bendahara umum negara tersebut juga membalutnya dengan kelakar.
Menurut Sri Mulyani, Kementerian ATR/BPN mempunyai sejumlah tugas berat yang menentukan denyut ekonomi nasional. Pertama, kementerian tersebut harus mampu menciptakan tata ruang yang mampu membuat kegiatan produktif melonjak, serta mendukung pembangunan dan pemerataan.
Kementerian ATR harus mampu menciptakan tata ruang yang mampu membuat kegiatan produktif melonjak, serta mendukung pembangunan dan pemerataan.
Dalam konteks itu, Kementerian ATR/BPN harus mampu menjamin legalitas tanah bagi investor dan masyarakat Indonesia. Investor memerlukan kepastian hukum terkait lokasi investasi. Sementara masyarakat membutuhkan legalitas tanah untuk aset dan usahanya.
Kedua, Kementerian ATR/BPN juga perlu memikirkan pemanfaatan aset dalam rangka pemindahan ibu kota negara. Legalisasi dan pemanfaatan aset di ibu kota negara baru, penting. Namun, memikirkan pemanfaatan aset negara di Jakarta yang ditinggalkan juga sama pentingnya.
Ketiga, Sri Mulyani melanjutkan, Kementerian ATR/BPN juga memiliki tanggung jawab dalam proyek-proyek pembangunan prioritas. Ini terutama menyangkut legalisasi lahan dan aset dalam proyek-proyek tersebut.
Kemiskinan dan ketimpangan
Keempat, Kementerian ATR/BPN juga memiliki peran dalam mengurangi kemiskinan, terutama melalui program reforma agraria. Jangan sampai ekonomi tumbuh tinggi, tetapi justru menyebabkan ketimpangan semakin lebar.
Menurut Sri Mulyani, banyak negara maju yang pertumbuhan ekonominya tinggi. Namun, performa itu didorong oleh pertumbuhan kapital yang besar sehingga rakyatnya tidak menikmati pertumbuhan ekonomi.
”Bapak dan Ibu (di Kementerian ATR/BPN) merupakan pendekar yang men-deliver keadilan. Ekonomi negara harus tumbuh tinggi, namun harus dibarengi dengan penurunan tingkat kemiskinan,” katanya.
Baca juga: Janji Pengentasan Kemiskinan Masih Jauh Panggang dari Api
Selain itu, Sri Mulyani juga menyatakan Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN dalam sertifikasi barang milik negara (BMN). Negara memiliki banyak aset tanah, tetapi belum semuanya tersertifikasi. Jika tidak segera disertifikasi, negara bisa kehilangan aset tersebut.
”Dulu, istana negara juga belum disertifikasi. Waktu itu, saya takut kalau keturunan Daendels datang dan bilang istana negara ini punya mereka. Namun, untungnya hal itu tidak terjadi lantaran istana tersebut sudah disertifikasi,” canda Sri Mulyani.
Aset BLBI
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, BMN berupa tanah yang telah bersertifikat sebanyak 90.618 nomor urut pendaftaran (NUP) atau baru 69,7 persen dari total aset tanah negara. Sisanya, yakni sebanyak 54.445 bidang tanah, ditargetkan harus disertifikasi pada tahun ini.
Kementerian ATR/BPN juga bersinergi dengan Kementerian Keuangan dalam pengelolaan aset eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hingga 2023, Satuan Tugas (Satgas) BLBI telah berhasil memperoleh aset sebesar 43,5 juta meter persegi dengan penerimaan negara bukan pajak senilai Rp 35,8 triliun. Ini baru sekitar 30 persen dari total utang BLBI yang mencapai Rp 110 triliun.
Satgas BLBI telah menyertifikasi 10 aset properti BLBI. Sisanya, yakni sebanyak 172 aset properti, sedang diproses sertifikasinya. “Untuk itu, kami berharap Kementerian ATR/BPN membantu proses sertifikasi aset tersebut, baik nanti akan menjadi milik negara, hibah ke daerah, maupun untuk tujuan lain,” kata Sri Mulyani.
Baca juga: Pekerjaan Rumah untuk Menteri AHY
Di samping titipan dari Sri Mulyani dan Amran, AHY juga menerima tugas dari Presiden Jokowi. Dalam rakornas itu, AHY mengulang kembali mandat Presiden tersebut.
”Presiden meminta agar penerapan sertifikat tanah elektronik bisa dijalankan lebih masif, merevisi peraturan hak atas tanah guna mendukung pelaksanaan perdagangan karbon, dan mempercepat sertifikasi 120 juta bidang tanah melalui program pendaftaran tanah sistematis dan lengkap,” kata AHY.
Mandat itu belum termasuk permintaan untuk memberantas mafia tanah. Di samping itu, masih ada pesan dari Konsorsium Pembaruan Agraria, yakni jangan melupakan penyelesaian sengketa dan redistribusi tanah di 830 lokasi prioritas reforma agraria (Kompas, 23/2/2024). Selamat bertugas Pak AHY....