Kenaikan Inflasi Pangan Melebihi Kenaikan UMR dan Dekati Gaji ASN
Pada Februari 2024, rerata kenaikan inflasi pangan bergejolak sudah di atas rerata kenaikan gaji ASN dan UMR.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam kurun waktu 3-4 tahun terakhir, rata-rata kenaikan inflasi komponen harga pangan bergejolak melebihi rerata kenaikan upah minimum regional (UMR). Level inflasi komponen tersebut juga mendekati rerata kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN). Bahkan, pada Februari 2024, angkanya sudah melebihi rerata kenaikan gaji ASN dan UMR.
Di samping itu, Perum Bulog diminta menyerap gabah petani sekitar 2 juta ton pada tahun ini. Pemerintah juga meminta agar beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dari Bulog dijual maksimal Rp 10.900 per kilogram (kg) dan pelaku usaha pangan tidak menimbun stok pangan, termasuk beras.
Sejumlah poin itu mengemuka dalam Rapat Koordinasi Pengamanan Pasokan dan Harga Pangan Jelang Puasa dan Idul Fitri 2024 yang digelar Badan Pangan Nasional (Bapanas) secara hibrida di Jakarta, Senin (4/3/2024). Rapat yang dipimpin Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian itu dihadiri Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi, perwakilan kementerian/lembaga terkait, Bank Indonesia (BI), serta sejumlah kepala daerah di Indonesia.
Pada 2020-2023, rerata tingkat inflasi komponen harga pangan bergelojak sebesar 5,2 persen. Tingkat inflasi itu sudah di atas rerata kenaikan UMR pada 2020-2024 yang sebesar 4,9 persen.
Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah BI Arief Hartawan mengatakan, inflasi komponen harga pangan bergejolak (volatile food) harus dijaga pada tingkat yang rendah dan stabil, yakni di bawah 5 persen. Bobot komponen tersebut dalam penghitungan indeks harga konsumen cukup besar, yakni 33,7 persen.
Dalam 3-4 tahun terakhir, rata-rata kenaikan inflasi komponen harga pangan bergejolak itu sudah di atas rerata kenaikan UMR. Rerata kenaikan inflasi komponen tersebut juga mendekati rerata kenaikan gaji ASN.
Arief menjelaskan, pada 2020-2023, rerata tingkat inflasi komponen harga pangan bergelojak sebesar 5,2 persen. Tingkat inflasi itu sudah di atas rerata kenaikan UMR pada 2020-2024 yang sebesar 4,9 persen. Angka rerata tersebut juga mulai mendekati rata-rata kenaikan gaji ASN pada 2019-2024 yang sebesar 6,5 persen.
”Oleh karena itu, inflasi harga pangan bergejolak harus dijaga di bawah 5 persen agar tidak menggerogoti penghasilan mereka,” ujar Arief.
BI mencatat, tingkat inflasi komponen harga pangan bergejolak pada Februari 2024 sudah di atas rerata kenaikan gaji ASN dan UMR. Tingkat inflasi pada bulan tersebut mencapai 2,75 persen secara tahunan atau meningkat dari inflasi Januari 2024 yang sebesar 2,57 persen.
Komponen harga pangan bergejolak berkontribusi terbesar terhadap inflasi Februari 2024. Tingkat inflasi komponen tersebut mencapai 8,47 persen secara tahunan. Tiga komoditas terbesar penyumbang inflasi tersebut adalah beras, cabai merah, dan telur ayam ras.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, tingkat inflasi beras pada Februari 2024 sebesar 5,32 persen. Angka itu meningkat dari inflasi beras pada Januari 2024 yang sebesar 0,64 persen.
Dengan begitu, beras telah menyumbang inflasi selama tujuh bulan beruntun sejak Agustus 2023. Dalam kurun waktu itu, inflasi beras tertinggi terjadi pada September 2023, yakni 5,61 persen.
Dalam rapat koordinasi tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) meminta Bulog untuk menyerap gabah di tingkat petani pada Maret dan April 2024. Kementan juga meminta Bapanas dan Bulog menggulirkan kebijakan fleksibilitas syarat serapan gabah petani di tengah musim hujan.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi menuturkan, panen padi akan meluas dan produksi beras akan meningkat pada Maret 2024. Kondisi itu akan memuncak pada April 2024.
Merujuk data hasil kerangka sampel area BPS, potensi produksi beras pada Maret dan April 2024 masing-masing 3,54 juta ton dan 4,92 juta ton. Produksi beras itu melebihi rerata kebutuhan konsumsi beras di dalam negeri, yakni 2,5 juta ton per bulan.
”Untuk itu, kami berharap Bulog bisa menyerap selisih produksi-konsumsi itu pada Maret dan April 2024 masing-masing sebanyak 1 juta ton. Dengan begitu, Bulog dapat memperkuat cadangan beras pemerintah (CBP) hingga 2 juta ton untuk menstabilkan stok dan harga beras,” tuturnya.
Pola yang sama, lanjut Suwandi, bisa diterapkan untuk memperkuat cadangan jagung pemerintah tahun ini. Puncak panen jagung tahun ini terjadi pada Maret 2024 dengan potensi produksi jagung pipilan kering sebanyak 2,29 juta ton.
Dengan kebutuhan konsumsi jagung nasional sekitar 1,2 juta ton per bulan, Bulog bisa menyerapnya sekitar 500.000 ton. Langkah ini penting untuk meredam kenaikan harga pakan ayam yang selama ini berkontribusi terhadap kenaikan harga telur dan ayam ras.
Selain itu, Suwandi juga menyatakan, curah hujan di musim panen padi pada Maret-April 2024 ini juga masih cukup tinggi. Hal itu bisa menyebabkan gabah petani tidak sesuai persyaratan serapan Bulog, yakni berkadar air maksimal 14 persen. Karena itu, ia berharap Bapanas dan Bulog melonggarkan persyaratan tersebut.
Dalam kesempatan itu, Arief Prasetyo Adi mewajibkan beras SPHP dari Bulog dijual dengan harga Rp 10.900 per kg. Untuk itu, Bulog dan Satuan Tugas (Satgas) Pangan diminta mengawasi perdagangan beras SPHP tersebut.
Sebelumnya, Arief juga telah meminta Bulog menyerap gabah kering panen (GKP) petani pada April 2024 atau puncak panen raya padi. Jika harga GKP di tingkat petani masih di atas harga eceran tertinggi (HET), yakni Rp 10.900-Rp 11.800 per kg, Bulog bisa menyerapnya dengan mekanisme komersial (Kompas, 28/2/2024).
Berdasarkan data Bulog, per 2 Maret 2024, total stok beras Bulog sebanyak 1,26 juta ton. Stok itu terdiri dari CBP sebanyak 1,24 juta ton dan beras komersial 19.697 ton. Bulog juga tengah menanti kedatangan beras impor sekitar 400.000 ton yang diperkirakan datang sebelum puncak panen raya padi.
Sementara itu, Tito Karnavian menegaskan, pelaku usaha pangan boleh mengambil untung sewajarnya. Namun, jangan sampai mereka menahan stok pangan agar masyarakat tidak terbebani. Satgas Pangan akan turun untuk mengawasi.
”Jika didapati ada yang menahan stok, Satgas Pangan akan mengingatkan pelaku usaha tersebut untuk segera mengeluarkan stok itu. Di tengah kondisi saat ini, Satgas Pangan tidak akan mengambil tindakan reaktif yang berlebihan,” kata Tito.